ABRI HARUS JADI PENDORONG BAGI PERKEMBANGAN DEMOKRASI[1]
Jakarta, Kompas
RESIDEN SOEHARTO menegaskan, Sidang Umum MPR 1993 yang berlangsung lancar dan sukses mencerminkan bahwa bangsa Indonesia sudah semakin dewasa dan matang dalam melaksanakan kehidupan demokrasi yang disemangati oleh Pancasila. Sehubungan dengan itu, ABRI sebagai kekuatan sosial politik harus menjadi pendorong bagi perkembangan kehidupan demokrasi tersebut. Pada resepsi HUT ke-41 Kopassus (Komando Pasukan Khusus) hari Jumat (16/ 4) di Gedung Serba Guna Marko (Markas Komando) Kopassus, Kepala Negara dalam amanat tertulisnya yang dibacakan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Letjen TNI Wismoyo Arismunandar lebih Ianjut menekankan kehidupan demokrasi yang disemangati oleh Pancasila itu harus turus-menerus dihayati, dilaksanakan, dan dikembangkan
“Dengan makin dalamnya penghayatan terhadap Pancasila, maka kesatuan dan persatuan bangsa makin tetjamin, dan terbuka ruang gerak yang luas bagi tumbuh dan berkembangnya prakarsa dan kreativitas masyarakat kita,” kata Kepala Negara.
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa SU MPR 1993telah menghasilkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 yang akan memberi arab perjuangan bangsa Indonesia selanjutnya. Di dalam GBHN itu, kata Presiden, tercermin tekad seluruh bangsa Indonesia untuk memasuki proses tinggallandas mulai Repelita VI. Sedang tujuannya adalah mendekatkan seluruh bangsa Indonesia kepada kehidupan yang makmur berkeadilan dan adil berkemakmuran berdasarkan Pancasila.
HUT ke-41 Kopassus ini dihadiri sesepuh di lingkungan ABRI antara lain Jenderal TNI Inten Soeweno, Pangkostrad Mayjen TNI Kuntara, Pangdam Jaya Brigjen TNI Hendro Priyono, Dankomar Mayjen TNI (Mar) Gafur Chalik, Kom andan Komando Lintas Laut Militer Laksamana Pertama TNI Harjono dan sejumlah atase pertahanan negara sahabat.
Ikuti Perkembangan
Selanjutnya Presiden Soeharto mengatakan, walau sekarang ini terjadi gejolak dan perang di berbagai kawasan, namun dunia terus bergerak ke arab suasana yang damai. Namun begitu hal itu tidak boleh membuat bangsa Indonesia lalai. Kopassus khususnya, dan ABRI umumnya, harus mengikuti perkembangan keadaan, meningkatkan kewaspadaan dan kesiap-siagaan untuk menghadapi gejala kemungkinan yang dapat terjadi yang dapat mempengaruhi stabilitas nasional.
Di samping itu, tutur Kepala Negara, dalam pelaksanaan tugas pokok Kabinet Pembangunan VI ini, Kopassus diharapkan menjadi pelopor yang menegakkan disiplin nasional, yang dimulai dari dalam tubuh Kopasus sendiri.
“Disiplin nasional haruslah dilandasi oleh jiwa juang yang mantap, selaku prajurit pejuang dan pejuang prajurit. Dan disiplin nasional dalam arti yang luas tersebut mutlak kita perlukan agar bangsa kita benar-benar berhasil dalam memasuki proses tinggal landas dalam pembangunan nanti, “tegas Kepala Negara.
Dengan terwujudnya disiplin nasional itu, lanjut Presiden, akan makin mantap pula stabilitas nasional yang menjadi syarat terlaksananya pembangunan yang pada akhirnya dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.
Pengaruh pada Prajurit
Sebelum sambutan Kepala Negara dibacakan pagi itu KSAD mengingatkan, agar Kopasus selalu memperhatikan dan waspada terhadap masalah yang berkaitan dengan arus globalisasi. Sebab hal itu mau tidak mau akan berpengaruh pada kehidupan prajurit TNI AD.
“Melalui suatu proses yang tidak disadari, prajurit dapat berubah menjadi kurang gigih dan ulet. Ia akan mencari hal yang mengenakkan tanpa memandang norma dan aturan yang berlaku. Kalau itu sampai terjadi, maka hal tersebut mencerminkan prajurit yang kurang bertanggungjawab terhadap tugas yang diembann ya,” demikian Letjen TNI Wismoyo Arismunandar.
Menurut KSAD, Kopassus khususnya, dituntut untuk memiliki keprihatinan dan kepedulian yang mendalam terhadap berbagai penyimpangan yang dapat merusak identitas prajurit TNI-AD. Semua satuan dijajaran Kopassus harus berupaya sekuat tenaga untuk mampu mengantisipasi dan melaksanakan terapi sedini mungkin, sekiranya gejala tersebut timbul, apalagi memasuki jiwa prajurit dijajarannya.
Upacara peringatan HUT itu dimeriahkan dengan demonstrasi penurunan sejumlah pasukan khusus dari sebuah helikopter ke medan musuh, menggunakan tali temali. Setelah pasukan menguasai medan musuh, dilakukan penarikan pasukan dengan cara serupa.
Namun pada kesempatan terakhir ini pasukan Udak masuk ke dalam pesawat. Empat pasukan yang ditarik, bergantung di tali-tali yang terjuntai dan saling bergandengan (membentuk satu garis). Dalam posisi tersebut, di atas ketinggian sekitar 100 meter dari permukaan lanah, kemudian mereka diterbangkan ke lokasi lain. Akhir kegiatan adalah demonstrasi terjun payung oleh lebih dari 100 penerjun.
Dalam acara HUT tersebut Presiden dan Ny. Tien Soeharto yang diwakili oleh KSAD dan Ny. Siti Harjanti Aris munandar menyerahkan potongan nasi tumpeng kepada prajurit termuda dari tim Kopassus yang berhasil menangkap gembong GPK Timor Timur Xanana Gusmao . Sebelum penyerahan potongan tumpeng kepada Kapral Dua Juao Antonio Janquis yang juga merupakan putra Tuntim tersebut, KSAD berkata, “Ini perlambang dari rasa hormat dan terima kasih Presiden kepada para prajurit yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik.” Resepsi tersebut antara lain juga diwarnai dengan lagu-lagu yang dibawakan oleh Rafika Duri, Dewi Yul, Pangdam Jaya, Basofi Sudirman, dan Pangkostrad.
Acara di Subang
Sementara itu dari Subang diberitakan, Kepala Staf TNI AU Marsekal Madya TNI Rilo Pambudi kemarin menyaksikan demo operasi perebutan pangkalan udara oleh Pasukan Khas TNI AU (Paskhasau) di Lanud Kalijadi. Peragaan operasi perebutan pangkalan tersebut merupakan bagian dari upacara penutupan pendidikan kualifikasi khusus komando angkatan ke-4 bagi prajurit Paskhasau masukan baru, pendidikan SAR Tempur angkatan ke-8 serta pendidikan instruktur komando angkatan ke-1 bagi prajurit senior.
Pada kesempatan itu KSAU menegaskan, kualifikasi komando, SAR Tempur dan instruktur komando pada hakekatnya merupakan kualifikasi yang tinggi dalam dunia profesi keprajuritan. KSAU juga menyematkan brevet komando serta memasang baret jingga dan pisau komando kepada prajurit terbaik. Pendidikan komando Paskhasau ini berlangsung tiga bulan di kawasan hutan dan rawa-rawa di Jabar. (fan/*/ush)
Sumber: KOMPAS (17/04/1993)
______________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 625-627.