Ciamis, 25 September 1998
Kepada
Yth. Bapak H. Moch. Soeharto
di Jakarta
ADA ASAP ADA API [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Semoga kehadiran surat ini tidak mengganggu ketenangan Bapak, tetapi malah sebaliknya Bapak akan merasa terhibur, terdukung di tengah merajalelanya ambisi seseorang untuk menjadi penguasa di tanah air tercinta ini yang selalu menyudutkan posisi Bapak. Saya ikut merasakan apa yang tengah menimpa Bapak akhir-akhir ini.
Saya selalu membandingkan apabila saya dalam posisi Bapak, saya akan merasakan betapa kesalnya menghadapi cercaan, hujatan dari orang yang sengaja ingin mengguncang tanah air tercinta ini dengan berbagai trik-triknya mengatasnamakan Demokrasi, memporak-porandakan perekonomian, sengaja membuat kerusuhan di sana-sini dengan latar demo-demo mahasiswa.
Bapak yang saya hormat,
Betapa luhur hati Bapak, betapa bijaksana dan mulianya hati Bapak, betapa tenangnya menghadapi situasi. Tiada beban dan rasa takut menghadapi berbagai hujatan. Betapa hati saya ikut tenteram melihat Bapak begitu tenang menaiki dan menuruni tangga Kejakgung dengan diliputi senyum menandakan tiada rasa takut, dengki dan sakit hati.
Saya berharap Bapak sangat mengerti maksud “seseorang” dalam surat ini, seseorang yang begitu ambisi untuk menduduki jabatan tertinggi di Negara Kesatuan RI, padahal di balik itu semua dia adalah BONEKA AMERIKA yang sengaja melakukan berbagai cara dan yang paling mengejutkan ternyata “dia” ingin mengubah Negara Kesatuan Rl ini dengan bentuk Federal (seperti sepeda saja).
Saya berpendapat, dalam setiap topik pembicaraan dengan rekan-rekan di kampus/organisasi, bahwa adalah wajar apabila Bapak memimpin bangsa ini selama 32 tahun mempunyai materi yang berlimpah, dan apabila ada “seseorang” ingin memprovokasi asal mula harta Bapak dengan berbagai tudingan dan tuduhan itu hanya iri hati.
Manusia tidak punya hak sedikitpun untuk saling menghujat, sebab dalam Al Quran tidak ditemukan ayat yang memerintahkan manusia untuk saling menghujat, mencemooh, menuduh dengan membabi buta, sebab seseorang harus berfikir mungkin saja kita lebih jelek dari orang yang akan kita jelekkan.
Bapak yang mulia dan dimuliakan Allah.
Maaf beribu maaf, saya malah membicarakan “seseorang” di hadapan Bapak. Ada alasan saya mengapa mengungkapkannya yaitu teringat peribahasa yang berbunyi: “Tak akan ada asap kalau tidak ada api.”
Tidak ada kata yang dapat terungkap selain rasa syukur saya kepada Allah Swt apabila surat saya ini sampai ke tangan Bapak dan dibaca oleh Bapak sendiri. (DTS)
Wassalam,
Penuh rasa hormat,
Ida Farida
Ciamis – Jawa Barat
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 427-428. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.