Antara Penjilat Dan Penghujat

Bandung, 18 Juni 1998

Kepada

Yth. Bapak. H.M. Soeharto

di Jl. Cendana No. 6 Menteng

Jakarta Pusat

ANTARA PENJILAT DAN PENGHUJAT [1]

Assalamu’alaikum wr. wb.

Melalui surat ini saya ingin mengucapkan “Selamat Ulang Tahun, semoga Allah selalu melindungi Bapak beserta keluarga dan semoga Bapak dapat melewati masa-masa sulit ini dengan baik”. Sejujurnya saya ungkapkan di sini bahwa saya betul-betul sedih menyaksikan betapa orang-orang yang dahulu begitu memuja Bapak sekarang berbalik menyerang Bapak. Seolah-olah mereka lupa bahwa Bapak pernah dan telah mengangkat harkat dan derajat mereka. Mungkin memang benar pepatah yang mengatakan bahwa ada gula ada semut, sehingga batasan tara penjilat dan penghujat bagaikan benang tipis.

Saya tidak dapat berbuat sesuatu untuk dapat membantu apalagi menolong bapak dalam kesulitan ini, tetapi dengan segala kerendahan hati saya mohon agar bapak membolehkan saya memanjatkan doa kepada Allah untuk keselamatan dan kesehatan Bapak, mungkin Allah masih dapat mendengar doa saya di antara gemuruhnya hujatan dan sumpah serapah yang ditujukan kepada Bapak.

Sebetulnya saya sudah lama ingin mengirimkan surat untuk menyampaikan rasa simpati saya kepada Bapak, namun selalu timbul keraguan di hati saya apakah surat saya dapat sampai ke tangan Bapak atau tidak, tapi akhirnya saya coba juga, mudah-mudahan surat ini sampai ke tangan Bapak dan Bapak berkenan untuk membacanya.

Terus terang saya menyaksikan di layar TV pengunduran diri bapak sebagai Presiden RI, saya merasa senang sekali, karena saya merasa Bapak telah terbebaskan dari pihak-pihak yang hanya ingin memanfaatkan Bapak bagi kepentingannya sendiri (sekarang memang terbukti hampir setiap orang yang pernah dekat dengan Bapak berusaha mencuci carah mereka bahkan ada yang mendorong agar keadaan Bapak lebih terpuruk lagi), setelah pengumuman tersebut saya berharap mudah­-mudahan Bapak tidak menonton TV, tidak baca koran, tidak baca majalah, sebab apa? Karena saya khawatir Bapak akan sedih melihat betapa hampir semua orang menunjukkan sikap yang menurut saya tidak sesuai dengan adat ketimuran bangsa kita.

Pak…, saya bukan pengagum Bapak, tetapi saya tidak suka sikap sebagian orang yang selalu menghujat Bapak.

Pak…, saya betul-betul ingin membantu Bapak dalam mengatasi kesulitan yang kini Bapak alami, tetapi apa daya saya? jangankan uang untuk menyumbangkan tenaga saya secara cuma-cuma pun saya tidak mampu, oleh karena itu sekali lagi saya cuma dapat berdoa agar Bapak dapat melewati semua cobaan ini dengan tabah.

Saya percaya Allah pasti akan memberi jalan untuk keluar dari setiap kesulitan dan saya percaya Allah akan memberikan cobaan kepada seseorang sesuai dengan batas kemampuan orang yang diberikan cobaan.

Demikian surat pernyataan simpati saya kepada Bapak, mohon maaf apabila ada kata-kata yang tidak berkenan di hati Bapak dan terima kasih saya haturkan atas kesediaan Bapak membaca surat saya dan salam sayang dari kedua orang anak saya untuk eyang kakung. (DTS)

Hormat saya,

Dewi Puspitasari

Bandung – Jawa Barat

[1]     Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 73-74. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.