APA BEDANJA PARTAI & PERS?[1]
Djakarta, Harian Kami
SATU bulan lagi kampanje pemilihan umum akan dimulai setjara resmi. Dalam satu bulan itu tidak akan ada tjukup waktu bagi partai politik untuk mengadakan suatu ber-orientasi, apalagi konsolidasi.
Suatu usaha jang tadinja memberikan harapan2 besar kemarin dulu sudah kempes dalam suatu keterangan pers hasil pertemuan 8 parpol. Dan permainan nanti digalangan pemilu mendjadi tambah tidak seru. Tadinja kita harapkan, walaupun “outcome” pemilu sedikit-banjaknja sudah ditentukan terlebih dulu oleh penguasa, bahwa toch akan timbul “surprise”.
Masih adalah diantara kita jang me-nanti2 suatu permainan rapi, suatu “samenspel” jang terampil dikalangan parpol. Paling tidak, kalangan parpol2 kalah, ada suatu resistansi jang tjukup bermutu.
Begitulah harapan2 banjak orang sebelum kempesnja pertemuan 8 parpol. Setelah itu, setelah pula meng-hitung2 sisa waktu satu bulan, djuga harapan2 tadi turut mendjadi kempes. Suatu mirakel harus terdjadi untuk mengembalikan harapan2 akan “good perlormance” parpol dalam pemilu. Sjukur kalau mirakel itu timbul, sebab tidak ada orang jang suka menonton permainan jang djelek. Dan kalau keadaannja terus seperti sekarang, dimana parpol lojo dan golkar terus main “body-building”, maka permainan dua bulan jang akan datang pasti djelek.
Akan tetapi seandainja mirakel tadi tidak kundjung datang, apakah itu berarti bahwa partai2 politik harus terus istirahat ditempat sadja dan tunggu nasib ?
Kalau situasi terus berkembang seperti selama ini, maka nasib partai politik sudah ada diatas kertas putih ditulis dengan tinta hitam. Kira2 lebih dati separoh kursi dalam DPR hasil pemilu akan djatuh ketangan Golkar dan ABRI jang bisa bersatu-padu berdasarkan prinsip “commander’s call”.
Kurang dari separoh kursi DPR berada didalam genggaman 9 parpol jang saling bertjakar-tjakaran. Kemudian pula sudah djuga dapat diperhitungkan bahwa partai politik akan sebanjak mungkin dihalau dari djabatan2 eksekutif, sebab djabatan2 jang baik akan djatuh ketangan pemenang. “To the victors belong the spolls”, kata pepatah bahasa Inggeris jang banjak dipraktekkan di Amerika Serikat. Setjara per-lahan2 tapi pasti partai politik akan mengalami proses pentjiutan, walaupun akan tetap dipertahankan eksistensinja demi kesan demokrasi. Akan tetapi “pengaruh” boleh sadja ditjoret dari kamus partai sedjak pagi2. Inilah nasib parpol semua, tanpa ketjuali, bila keadaan tetap seperti sekarang.
Dan kitapun ber-fikir2: Apa gerangan jang harus dilakukan parpol untuk keluar dari situasi fatal ini? Sebab bagi kita situasi kepunahan parpol sungguh tidak menggembirakan. Rusaklah perimbangan kekuatan jang djustru mendjamin kebebasan ruang gerak orang2 independent. Dan setjara kebetulan sekali terkilas dalam renungan2 kita suatu pertanjaan: Mengapa perpetjahan2 partai politik begitu mudah terdjadi, mengapa pula perpetjahan PNI merupakan suatu kegagalan besar? Kemudian pula teringat kita pada pepatah baru “siapa jang mau bebas, ia harus kuat; siapa mau kuat, ia harus produktif; siapa mau produktif, ia musti ber-keahlian”.
Mungkinkah disini letak beda antara partai politik dan suratkabar jang diurus setjara baik? Bahwa jang satu bersifat konsumtif, jang lain produktif? Bahwa jang konsumptif karena tidak mendjalankan suatu sangsi jang diperlukan masjarakat sebenarnja mempunjai fundasi jang rapuh dan mudah di-petjah-belah?
Sedangkan jang produktif, dus bisa membeajai operasi2nja sendiri, lebih kuat fundasinja dan tidak mudah tergojah ? Kalau memang ini sebab-musabab kerapuhan partai politik, maka satunja djalan keluar adalah injeksi fungsionalisme didalam parpol.
Sebenarnja semua ini bisa disingkat dalam dua istilah jang tidak populer dihadapan mata partai, jaitu “de ideologisasi” dan “perombakan struktur”. Dua istilah ini dianggap sebagai siasat menggulung partai2, sedangkan pada hakekatnja ia merupakan regenerasi dan penjegaran parpol. (DTS)
Sumber: HARlAN KAMI (26/03/1971)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 963-964.