Azwar Anas: Pak Harto Mementingkan Jaringan Perhubungan

Mementingkan Jaringan Perhubungan

Ir. Azwar Anas (Menteri Perhubungan dalam Kabinet Pembangunan V)

Pada tahun 1970 saya mendapat kepercayaan untuk memimpin Pabrik Semen Padang. Saat itu pabrik semen tersebut masih dalam proses penataan kembali, mengingat keadaannya memang sangat kritis, dan perlu dipulihkan kembali; untuk ini pemerintah menugaskan saya untuk membenahinya.
Di Pabrik Semen Indarung itulah saya berkesempatan berkenalan dengan Pak Harto secara langsung pada saat peresmian rehabilitasi Pabrik Semen Indarung I. Beliau memberikan perhatian yang amat besar akan kelangsungan Pabrik Semen Indarung, dimana diingatkan oleh beliau bahwa semen merupakan salah satu unsur yang penting dalam menunjang pembangunan nasional.
Dalam beberapa kali kunjungan Pak Harto ke Indarung untuk peresmian perluasan PT Semen Padang, saya mendapat kesan beliau merupakan pimpinan yang sangat teguh pendiriannya. Beliau selalu menekankan kepada saya bahwa dalam melaksanakart tugas kita harus selalu bersandar pada Pancasila dan UUD 1945, dan setiap amanat rakyat yang dituangkan dalam GBHN. Dari sini juga tercermin betapa kokohnya beliau berpijak pada Pancasil dan UUD 1945 yang merupakan dua prinsip yang telah beliau pegang sejak awal perjuangan.
Melihat figur beliau seperti itu, timbul tekad dalam diri saya untuk lebih mengamalkan segala petunjuk yang beliau saimpaikan. Alhamdulillah penugasan saya sebagai Direktur Utama Semeri Padang dapat saya akhiri pada tahmi 1977, dan dilanjutkan menjadi Komisaris Utama sampai tahun 1989 dimana tingkat produksi pabrik semen ini mencapai 2,2 juta ton per tahun.
Pada tahun 1977, saya mendapat kepercayaan dari pemerintah dan rakyat Sumatera Barat untuk menjadi Gubernur Sumatera Barat. Dalam tugas saya sebagai Gubernur, saya lebih berkesempatan untuk sering bertemu dengan Pak Harto, dan tentunya dapat lebih mendalami pendirian-pendirian beliau dalam memimpin negara ini. Dalam pandangan saya, kemampuan yang dimiliki oleh beliau sungguh luar biasa, karena saya dapat melihat bahwa dalam keadaan yang bagaimanapun, beliau selalu tenang, dan tetap tegar. Namun, beliau tetap konsisten pada arah yang telah beliau tetapkan selaku Presiden/Mandataris, disamping juga selalu dekat dengan rakyat.
Sifat konsisten beliau tercermin dari langkah-langkah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Dalam hal ini beliau melangkah secara pasti dari satu tahap ke tahap pembangunan lainnya, atau dari.satu Pelita ke Pelita berikutnya. Segala yang telah diperinci selalu beliau pegang teguh, hal ini mengingat bahwa setiap rincian merupakan kebijaksanaan yang telah disepakati bersama, ini dimaksudkan agar ada arah yang pasti dan jelas dalam menjalankan pembangunan itu sendiri.
Dalam melaksanakan Pelita, semua masalah mendapat perhatian yang khusus, terutama bidang pertanian. Dalam bidang ini beliau, menurut hemat saya, sangat menguasai.
Menyangkut bidang pertanian ini, saya mempunyai pengalaman yang tidak akan dapat lupakan. Sewaktu pertama kali saya bertugas sebagai gubernur, Pak Harto datang mengunjungi Provinsi Sumatera Barat. Sebagai seorang gubernur yang baru, tentu saja, saya melakukan persiapan diri semaksimal mungkin, karena saya terus mendampingi beliau selama kunjungan tersebut. Dalam perjalanan menuju daerah pertanian dan peternakan di Padang Mangatas, beliau banyak mengajukan petanyaan kepada saya, seperti berapa kali petani di sini pergi kesawahnya, atau musim tanamnya. Suatu ketika beliau menanyakan: “Apakah mereka sudah menggunakan bibit unggul?” Saya menjawab sewajarnya berdasarkan informasi dari dinas pertanian bahwa sebagian besar petani di daerah ini sudah menggunakan bibit unggul. Karena begitulah informasi yang saya peroleh. Maka di suatu ternpat beliau berhenti dan bertanya lagi pada saya: ”Apakah petani di sini juga sudah menggunakan bibit unggul?” Serentak saya segera menjawab: “Oh sudah Pak.” Kemudian beliau berkata dengan tenang dan senyum sambil menunjuk ke satu arah: “Itu belum, itu tidak memakai bibit unggul, itu masih memakai bibit lama.” Ya Allah, saya begitu terkejut dan malu. Saya tak mengetahuinya tetapi beliau begitu mengetahui sekali.
Peristiwa tersebut telah menjadi pelajaran yang amat berguna sekali buat saya. Berhadapan dengan Pak Harto kita jangan asal jawab saja berdasarkan informasi yang diterima, tetapi harus betul-betul menguasai setiap permasalahan dan tidak asal mengarang-ngarang saja.
Pada masa berikutnya saya ketahui bahwa dalam bidang peternakanpun beliau amat menguasai, seperti masalah persilangan ternak. Juga beliau dapat mengetahui keadaan seekor ternak dari tahda tanda yang ada di tubuhnya, apakah dalam keadaan sakit atau lainnya.
Apalagi setelah saya mengetahui cara beliau mengelola tanah pertanian Tapos. Mengenai tanah pertanian dan peternakan Tapos saya mempunyai ceritera tersendiri yang agak lain. Masih sewaktu saya menjadi Gubernur Sumatera Barat sering kali saya mendengar begitu ramai orang memperbincangkan soal Tapos, malah ada beberapa diantaranya yang bernada negatif. Oleh sebab itu pada suatu hari saya meminta izin langsung pada Pak Harto untuk diperbolehkan berkunjung ke sana. Permintaan saya itu dikabulkan oleh beliau. Dan tiba pada harinya dalam perjalanan saya bersama rombongan ke Tapos saya sempat berpikir bahwa tentunya akan melihat suatu pemandangan yang berkesan lebih bagus daripada daerah peternakan lainnya. Namun dugaan saya rupanya meleset sama sekali, karena jalan yang kami lalui masih amat tidak memadai dan berlubang di saana-sini. Saat itu saya berpikir apakah ini jalan yang selalu dilalui oleh beliau?
Masih dalam perjalanan itu kami melihat sebuah gedung yang bagus dan seketika saya berpikir tentu inilah Tapos itu, tapi ternyata itupun bukan; rupanya kami masih terus lagi. Ketika akhirnya kami tiba, maka terlihat pintu pagar yang terbuat dari kayu yang sangat sederhana sekali. Sesaat pintu pagar dibuka, langsung bau khas peternakan menerpa hidung. Dan kami dibawa berkeliling oleh pemandu, sambil ia bercerita, bila pagi hari Pak Harto berada di Tapos, beliau berjalan-jalan di peternakan ini hanya dengan mengenakan baju kaos dan celana sederhana, bersepatu lars dan bertongkat.
Di peternakan Tapos ini, diperlihatkan sapi-sapi hasil silangan yang dilakukan oleh Pak Harto, disamping ternak-ternak lainnya. Selain itu untuk pertama kalinya saya menyaksikan alat yang memproses kotoran ternak menjadi gas dan juga pupuk yang harum baunya. Ini semua dilakukan oleh beliau sendiri; tidak ada rasa canggung bergelut dengan ternak -ternak dan kotoran sapi.
Dari hasil inilah saya dapat membuktikan bahwa beliau memang betul-betul menguasai pertanian dan peternakan secara menyeluruh. Kepada pemandu, saya menanyakan dimana tempat beliau beristirahat bila berada di Tapos, dan kami langsung dibawa ke tempat itu. Sesaat saya hampir tidak mempercayainya bahwa ternpat itu begitu sederhana dengan tempat tidur yang terbuat dari kayu dengan bentuk yang bersahaja. Tak ada sama sekali tanda-tanda kemewahan di situ.
Dari kunjungan saya ke Tapos ini saya dapat menarik kesimpulan bahwa apa yang tampak di tempat itu hanyalah kesederhanaan. Kalaupun ada yang menonjol hanyalah ternak-ternak yang sehat yang dipelihara oleh seorang petani sederhana yang benar-benar menghayati kehidupan petani yang sesungguhnya.
Pada kesempatan menyampaikan terima kasih, saya mengusulkan kepada beliau mungkin perlu pula kiranya hal ini diketahui oleh para gubernur dan masyarakat lainnya. Ternyata, memang tidak lama kemudian semua gubernur diundang oleh beliau untuk berkunjung ke Tapos. Pada kesempatan semua gubernur berkunjung ke Tapos itu, beliau menyampaikan bahwa diantara para gubernur, Gubernur Sumatera Baratlah yang pertama kali mengunjungi peternakan Tapos ini.
Pengalaman lain yang berkesan adalah ketika beliau datang ke Sumatera Barat, dalam rangka pemberian anugerah Prasamya Purnakarya Nugraha pada tahun 1984, saya mengantar keberangkatan beliau di Bandara Tabing. Sebelum menaiki tangga pesawat, tiba-tiba saja beliau mengeluarkan sesuatu benda dari saku dan langsung menyerahkan ke tangan saya. Setelah saya terima dan memperhatikan, rupanya sebuah jam saku yang sedang beliau pakai. Jam tersebut beliau berikan kepada saya seperti layaknya seorang ayah memberikan sesuatu hadiah kepada anaknya.
Dalam suatu perjalanan keliling Sumatera Barat, pembicaraan kami sampai mengenai soal Bali. Beliau sangat heran ketika mengetahui bahwa saya belum pernah mengunjungi Bali. Oleh karena itu, waktu beliau meresmikan pembukaan Hotel Nusa Dua, saya turut diundang untuk menghadirinya. Kemudian juga dibawa berkunjung ke Nusa Penida. Itulah pertama kalinya saya melihat Pulau Bali.
Saya mengakhiri tugas sebagai Gubernur Sumatera Barat tanggal 30 Oktober 1987. Pada tanggal 13 Maret 1988 saya dipanggil untuk menghadap beliau. Dalam pertemuan tersebut, beliau mengatakan bahwa saya akan mendapat tugas baru sebagai Menteri Perhubungan. Pemberitahuan ini sudah tentu sangat mengagetkan saya, sebab saya sama sekali tidak menyangka akan mendapat tugas untuk menangani masalah-masalah perhubungan. Ini adalah sesuatu hal yang wajar, karena saya hanyalah seorang insinyur kimia dan mantan gubernur.
Dalam pembicaraan itu beliau juga mengatakan bahwa masalah perhubungan sekarang ini sangat memerlukan perhatian yang serius, juga sangat kompleks dan penting, “Mengapa?”, tanya beliau. Beliau menjelaskan bahwa tidak ada satu kegiatan apapun dalam masyarakat yang mungkin melepaskan diri dari jaringan perhubungan, karena jaringan perhubungan begitu penting bagi terlaksana tidaknya atau berhasil-tidaknya kegiatan-kegiatan yang ada dalam masyarakat.
Untuk menjelaskan apa yang beliau maksudkan itu, maka beliau mengambil satu contoh yang dapat menunjukkan betapa pentingnya jaringan perhubungan bagi masyarakat.

“Petani itu tidak akan bisa menghasilkan hasil pertanian yang baik kalau tidak ada bibit yang baik, tidak ada alat bantu, tidak ada pestisida; dan hasil pertanian pada akhirnya kan harus dijual. Untuk melaksanakan itu semua diperlukan suatu jaringan perhubungan seperti transportasi yang baik. Nah, saya memberikan kepercayaan pada Saudara untuk menangani masalah ini”, kata beliau selanjutnya.

Untuk menangani masalah perhubungan, Pak Harto menghendaki agar saya menghayati sungguh-sungguh amanah dalam GBHN/Tap II MPR 1988. Beliau menginginkan agar dapat diciptakan keterpaduan antara perhubungan darat, laut dan udara, karena ini akan merupakan hal yang vital bagi kita semua dalam menghadapi tantangan pembangunan pada era tinggal landas. Kita telah mempunyai industri pesawat terbang nasional, industri perkapalan nasional, industri mobil yang terus berkembang serta industri kereta api, dan sebagainya. Semua industri ini akan menghasilkan dan meningkatkan sarana perhubungan di Indonesia, sehingga perencanaannya harus berjalan dalam keterpaduan yang terarah. Beliau juga menekankan bahwa dalam Pelita VI, yaitu saat perekonomian Indonesia berada dalam tahap tinggal landas, kita akan menghadapi masalah yang kompleks. Dalam menghadapi masalah ini kita memerlukan jaringan perhubungan yang baik dan terpadu.
Kepercayaan beliau untuk menyerahkan masalah perhubungan ini kepada saya merupakan hal yang luar biasa bagi saya pribadi. Kepercayaan ini juga sekaligus merupakan tantangan yang besar bagi saya, karena sebelumnya belum pernah saya berkecimpung dalam masalah-masalah perhubungan. Oleh sebab itu, meskipun saya adalah seorang sarjana kimia, tetapi sebagai seorang prajurit, saya nyatakan kesediaan saya untuk melaksanakan perintah. Saya bertekad untuk tidak mengecewakan beliau.
Beranjak dari hal itu saya banyak belajar tentang kehalusan budi pekerti, juga kesabaran, yang beliau dapat bersikap demikian. Perhatian beliau dan Ibu Tien terhadap keluarga dan para pembantu beliau, juga sangat besar. Apabila saya bertemu dengan Bapak dan Ibu Soeharto tidak bersama isteri, beliau berdua selalu menanyakan: “Kemana Ibu? Sehat-sehat saja ‘kan?” Sebenarnya ini merupakan tegur sapa yang sederhana saja, tetapi justru itu menunjukkan bagaimana besarnya perhatian beliau berdua terhadap hal-hal yang dapat menyentuh hati kami, para pembantu beliau. Sikap beliau yang seperti itulah yang menumbuhkan rasa segan dan rasa keeratan yang tulus antara para pembantu beliau dan beliau sendiri .

 

***

________________

Ir. Azwar Anas, “Mementingkan JaringanPerhubungan“, dikutip dari buku “Di Antara Para Sahabat: Pak Harto 70 Tahun” (Jakarta: PT. Citra Kharisma Bunda, 2009), hal 171-190

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.