BANYAK UPAYA, TAPI KEHIDUPAN KOPERASI BELUM CERAH

BANYAK UPAYA, TAPI KEHIDUPAN KOPERASI BELUM CERAH[1]

Oleh Theo Yusuf, Ms Jakarta Antara

Koperasi pada Repelita VI yang dimulai tahun anggaran 1994/1995 akan diupayakan lebih berperan dalam perkembangan perekonomian nasional lewat berbagai usaha bersama yang berazaskan kekeluargaan. Itulah antara lain “janji” Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil (PPK) Subijakto Tjakrawerdaya, di depan Dewan Perwakilan Rakyat beberapa waktu lalu.

Berbagai upaya seperti penyuluhan kepada para anggota, memperbanyak kelembagaan sampai pada konsep kemitraan kerja antara swasta dengan koperasi, penjualan saham, penyaluran laba BUMN kepada koperasi dan pengusa ha kecil, termasuk menciptakan koperasi mandiri terus dikembangkan.

Usaha itu taMpaknya cukup menggembirakan. Terbukti, selama lima tahun terakhir (1988 -1992) jumlah anggota koperasi meningkat dari 25.056 orang menjadi 33.453 orang, sementara target koperasi mandiri seperti yang diungkapkan Kepala Pelaksanaan Biro Humas Dep. Kop. dan PPK selama empat tahun terakhir 1989 -1992, juga dapat terlampaui.

Sampai Juni tercatat 4.256 koperasi mandiri yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia, padahal sasaran adalah 3.768 unit koperasi. Namun, selain keberhasilan itu menteri juga mengakui beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan. Penjualan saham 1- 25 persen dan penyaluran laba 1-5 persen dari BUMN, serta konsep kemitraan antara swasta dengan koperasi sampai kini tampaknya masih seret.

Hirnbauan Presiden Soeharto mengenai penjualan saham yang disampaikan di Tapos pada 1990 yang kemudian disusul oleh SE No. -05/M./Ekuin/1990, tentang perihal pemilikan saham oleh koperasi, sampai kini juga belum banyak terealisir.

Hingga Februari lalu, dari sekitar 140 perusahaan, ternyata barn dua yang mau menjual sahamnya lebih dari 1,5 persen yakni PT Centek sebesar 3 persen dan PT. Cipendawa 5 persen.

Sementara itu, penyaluran laba BUMN kepada koperasi juga belum terlalu menggembirakan. Dari Rp 216,6 miliar dana yang terkumpul per Mei 1993, yang tersalur belurn mencapai 50 persen karena baru tercatat Rp 92,9 miliar.

Tetapi pemerintah tampaknya terns berupaya untuk menyalurkan laba itu secara tuntas, antara lain dengan rencana melibatkan unsur swasta dalam penyaluran kredit.

Keterkaitan dan kemitraan usaha juga tampak belurn seperti yang diharapkan. Dari ribuan perusahaan swasta, baru sekitar delapan saja yang mau bekerjasama dengan 26 koperasi. Itu pun masih terbatas pada penyaluran sayur-mayur, semen dan pemasok suku cadang industri otomotif.

Ciptakan lklim

Bila koperasi diharapkan maju, menjadi soko guru perekonomian nasional, tampaknya dibutuhkan keberanian untuk mengubah peraturan yang dapat menghambat kemajuan koperasi. Menurut Dr.Anwar Nasution, pengamat ekonomi dan dosen FE UI, kalau ingin menjadikan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, pemerintah seyogyanya menumbuhkan dulu iklim baik bagi kemajuan koperasi dan pengusaha kecil serta mengembangkan kemampuan sumber daya manusia.

“Dengan cara itu, koperasi akan mampu memproduksi bahan-bahan dasar industri dengan teknologi tinggi untuk dapat digunakan sebagai ‘bargaining power’ terhadap pelaku ekonomi lainya seperti swasta dan BUMN,” katanya.

“Kita sering menemukan toko-toko koperasi, KUD dan gerakan koperasi lainnya hanya menjual dagangan tak lebih dari kacang goreng dan alat tulis ringan dari pasar,” kata Miftah, seorang guru SLA yang mengajar ekonomi koperasi.

Selama koperasi masih menekuni hal-hal kecil seperti itu, sulit bagi lembaga ekonomi tersebut menjadi besar, berani bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya, apalagi ikut mewamai pertumbuhan perekonomian nasional ditengah kian ketatnya persaingan.

Dr. Anwar Hafid, seorang pemerhati koperasi menyarankan, agar pemerintah secara tegas memihak kepada koperasi, sehingga harapan koperasi untuk maju dan berani bersaing, akan mudah terwujud. Tetapi, tindakan memihak itu haruslah diarahkan pada dukungan yang mendidik, berkelanjutan dan sadar biaya, serta mengembangkan potensi sumber daya manusia, katanya.

Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, menurut pakar itu,juga harus berperan sentral, untuk mengemas paket bantuan, dan membuka pintu konsultasi bagi para anggota. Harapan untuk menjadikan koperasi Jebih maju, juga datang dari kelompok ekonom muda seperti Dr. Didik J. Rahbini yang mengatakan, pemerintah perlu mengeluarkan hukum dasar yang kondusif bagi pertumbuhan usaha koperasi dan pengusaha kecil.

Hukum dasar tersebut, menurut dia, harus membedakan secara tegas kondisi usaha kecil dan koperasi karena tingkat upah kerja, manajemen dan produktivitas yang berbeda. Selain itu, tambahnya,untuk memacu perkembangan koperasi perlu dipersiapkan lembaga keuangan yang khusus tanpa harus merubah bentuk-bentuk perkreditan yang sudah ada seperti KlK/KMKP dan Kupedes.

Imbalan

Menkop dan PPK Subijakto di Cirebon belum lama ini mengatakan, kemajuan sebagian pengusaha besar, banyak ditopang oleh pengusaha kecil dan koperasi. Artinya, bukan si pengusaha besar yang membantu si kecil, tetapi justru sebaliknya. Misalnya, kata Menteri, pasokan barang-barang yang diproduksi para pengusaha kecil, banyak yang tidak dibayar secara kontan oleh pengusaha besar. Cara ini semakin membebani pengusaha kecil, apalagi mereka sudah menanggung bunga bank yang tinggi.

Ia menambahkan, jika perusahaan besar yang merugikan perusahaan kecil itu adalah perusahaan negara, maka pemecahannya relatif mudah, karena tinggal melakukan kontak pada menteri yang membawahinya.

“Tetapi kalau hal itu terjadi dengan perusahaan swasta, tentu akan lebih sulit. Paling kami hanya bisa menghimbau dan tidak bisa mendesak,”katanya.

Dalam Raker Menkop Komisi VII, DPR- RI pekan lalu anggota-anggota Dewan merasa pesimis tentang bantuan para pengusaha swasta jika hanya dihimbau saja. Hasan Usman danAndi Hasan Machmud keduanya dari F-KP, mengatakan perusahaan besar selama ini sudah banyak menikmati keuntungan setelah mereka diberi berbagai kemudahan dan fasilitas oleh pemerintah.

“Hingga kini, belum banyak imbal baliknya dari mereka kepada pengusaha kecil dan koperasi. Kalau begini tampaknya tak ada cara lain kecuali pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah untuk mendesak para konglomerat guna memberikan bantuannya,” kata anggota Dewan itu. (T!RPK11/RPK5/SP01/RB1)

Sumber: ANTARA(l7/09/1993)

________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 602-605.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.