Sligi, 30 Mei 1998
Kepada
Yth. Bapak. H. Mohammad Soeharto
di kediaman
BAPAK JANGAN BERSEDIH [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Bapak H. M. Soeharto yang terhormat, janganlah sedih dengan keadaan di negara kita akhir-akhir ini. Itu adalah sebagian kecil dari rakyat Indonesia yang membuat kami di seluruh tanah air ikut sedih. Apa lagi ada bekas-bekas pejabat yang pernah duduk di kabinet sekarang sok-sokan jadi pahlawan reformasi.
Bagaimanapun apapun yang terjadi, bagi saya dan banyak lagi rakyat Indonesia Bapak adalah pemimpin/kalifah yang pernah bawa bangsa Indonesia ini ke era Orde Baru. Bapak tidak ada cacatnya di mata saya. Masyarakat Indonesia masih banyak yang menghormati dan menyayangi Bapak. Juga sebagai “Bapak Pembangunan” tidak akan pernah terlupakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Bapak H. M. Soeharto yang saya hormati, saya hanya rakyat biasa yang tidak bisa berbuat banyak. Menghadapi situasi seperti ini, hanya doa dan selalu saya berikan kepada Bapak agar ketabahan dan kesehatan tetap menyelimuti Bapak.
Semenjak Bapak berhenti jadi presiden, saya sangat sedih dan menangis terharu, tidak tahu apa yang harus saya perbuat. Dengan menulis surat ini hati saya sedikit lega karena dapat mengungkapkan isi hati saya.
Bapak H. M. Soeharto yang terhormat, sekali lagi saya mohon maaf atas kelancangan menulis surat ini dan mohon maaf kalau katakatanya ada yang tidak berkenan di hati Bapak. (DTS)
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Ny. Lisnawati L. Hindra. SF
Aceh
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 920. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.