Bapak Seorang Ksatria

Jakarta, 10 Agustus 1998

Kepada Yang Terhormat,

Bapak Haji Soeharto

Di Cendana

BAPAK SEORANG KSATRIA [1]

 

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dengan mengharapkan rahmat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Awalnya, saya sempat ragu untuk menulis surat ini kepada Bapak, karena menduga, akhir-akhir ini pasti Bapak sangat sibuk. Sehingga kecil kemungkinan surat saya akan dibaca Bapak. Apalagi kondisi dan situasi negara masih diramalkan oleh heboh politik yang semakin hari membingungkan. Di samping itu, saya pun menyaksikan, membaca serta mendengar banyak pihak yang menghujat Bapak. Yang tidak mengerti, karena sebagian dari mereka justru yang selama ini dekat dengan Bapak. Dalam menghadapi kenyataan hidup seperti ini, saya hanya bisa berdoa semoga Bapak tabah dan sabar dalam menghadapi itu semua.

Pak Harto, saya hanya rakyat biasa. Saya hanya ingin memberikan perhatian dan do’ a melalui surat ini. Tidak lebih dari itu. Karena saya pernah mendengar seorang ustadz berkata: Tolonglah olehmu orang yang dizalimi dan orang yang menzalimi.

Pak Harto, perkataan itu sangat membekas dalam jiwa saya. Sehingga ketika hujatan demi hujatan datang silih berganti kepada Bapak, adalah wajar ketika saya berempati kepada Bapak. Saya tidak tahu jelas, apakah memang benar semua “kesembrautan” di negara kita ini merupakan tanggung jawab Bapak semata? Saya mendengar dengan jelas pidato Bapak, saya rasa Bapak cukup ksatria, mau memikul beban paling berat yang diderita oleh kebanyakan rakyat Indonesia.

Pak Harto, walaupun sekarang Bapak tidak lagi menjadi Presiden, saya berharap komitmen Bapak untuk tetap memberikan yang terbaik kepada negara tidak surut. Saya yakin itu, karena Bapak adalah seorang pejuang negeri ini.

Pak Harto, saya mohon maaf atas kelancangan tangan saya menulis surat ini kepada Bapak. Besar kemungkinan mengganggu waktu istirahat Bapak. Dan apabila ada kata yang tidak berkenan, saya harap Bapak dapat memakluminya, karena saya hanya rakyat biasa yang baru pertama kali menulis surat untuk orang besar seperti Bapak.

Pak Harto, adalah merupakan kebahagiaan tersendiri bila Bapak berkenan membalas surat saya ini. Dan Insya Allah, bila Allah mengizinkan, saya akan mengirim surat lagi kepada Bapak. Amin. (DTS)

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Muhammad Shood

Jakarta

[1]     Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 499-500. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.