BASYUNI: PGRI MERASA MENDAPAT “HADIAH LEBARAN” PALING PAHIT
Jakarta, Antara
Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Basyuni Suryamiharja, hari Kamis menyatakan, PGRI merasa mendapat “hadiah Lebaran” paling pahit dan menyedihkan jika pengadilan nanti membuktik an keterlibatan seorang guru sebagai pelaku utama dalam kasus mayat terpotong tujuh yang kini masih diselidiki.
“Kita berpegang pada asas praduga tak bersalah. Mudah-mudahan keterlibatan itu tidak benar,” katanya atas pertanyaan wartawan selesai melapor kepada Presiden Soeharto di Bina Graha, Jakarta.
Akan tetapi, tambahnya, jika pengadilan kelak ternyata membuktikan adanya keterlibatan tersebut, PGRI berharap peristiwa itu merupakan satu-satunya dalam sejarah dan tidak akan pernah terulang pada masa-masa mendatang.
Basyuni menghadap Kepala Negara bersama 10 anggota Pengurus Pusat PGRI lainnya untuk melaporkan persiapan Kongres XVI PGRI yang dijadualkan berlangsung di Jakarta 3-8 Juli mendatang.
Selesai diterima Presiden, ia juga sempat dimintai komentar oleh wartawan tentang seringnya terjadi perkelahian pelajar akhir-akhir ini. Menurut Basyuni, masalah perkelahian pelajar tidak bisa dilihat hanya dari sudut tanggung jawab guru, karena pendidikan seorang anak bukan hanya berlangsung di sekolah, melainkan juga di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Dia berpendapat, terjadinya perkelahian pelajar menunjukkan adanya kekurangan dalam pendidikan yang diberikan kepada mereka.
Sehubungan dengan itu, Ketua Umum PGRI mengajak semua pihak yang terlibat dalam masalah penelidikan untuk mawas diri masing-masing agar kekurangan yang ada selama ini dapat diperbaiki.
Tentang Kongres PGRI mendatang, Basyuni menjelaskan bahwa kongres tersebut akan berlangsung di Istora Senayan, diikuti sekitar 10.000 peserta dari seluruh Indonesia.
Kongres tersebut antara lain akan memilih personalia baru Pengurus Pusat PGRI untuk menggantikan pengurus sekarang yang akan segera berakhir masa baktinya.
Presiden Soeharto, kata Basyuni, menyambut baik rencana penyelenggaraan kongres itu, dan berpesan agar PGRI dapat menegakkan peranan guru sebagai tempat bertanya masyarakat tentang berbagai masalah pembangunan.
Dalam petunjuknya, Kepala Negara juga minta supaya PGRI ikut aktif mensuskseskan pendidikan politik, dalam arti bukan politik praktis, namun ikut menanamkan kesadaran di kalangan pelajar tentang hak serta kewajiban mereka sebagai warga negara RI.
Untuk dapat melakukan semua itu, para guru dianggap perlu oleh Presiden untuk diberi pengetahuan lebih luas.
Khusus tentang pembangunan demokrasi ekonomi, Kepala Negara secara tegas menyatakan bahwa para guru di desa harus merasa terpanggil untuk ikut aktif memberi penyuluhan dan pembinaan terhadap koperasi, tanpa menganggu tugas-tugas mereka sebagai penelidik di sekolah. Jumlah guru di Indonesia dewasa ini mencapai 1,6 juta orang, sekitar 1,3 juta di antara mereka adalah anggota PGRI.
Sumber : ANTARA (11/05/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 605-606.