BRUNEI DIHARAPKAN DUKUNG KERJA SAMA SELATAN SELATAN[1]
Jakarta, Angkatan Bersenjata
Presiden Soeharto mengajak Brunei agar ikut serta dalam kerjasama Selatan Selatan, misalnya, memberikan dukungan biaya dalam hal Indonesia menawarkan pengalamannya di bidang peningkatan produksi pangan kepada negara-negaraAfrika yang mengalami kelaparan.
“Kita ingin mengundang petani Afrika yang memerlukan pengalaman. Nanti mereka tinggal di tengah-tengah petani Indonesia, dengan demikian mereka tahu dalam praktek, sesungguhnya upaya apa yang telah dilakukan Indonesia dalam meningkatkan pangan,” jelas Menteri Sekretaris Negara Moerdiono kepada wartawan usai Presiden Soeharto menemui Sultan Brunei Hassanal Bolkiah di Istana Nurul Iman Bandar Seri Begawan, Selasa siang.
Ditambahkannya banyak negara negara Afrika yang untuk mengirimkan petaninya tidak cukup mempunyai biaya, dan Indonesia juga tidak cukup mempunyai biaya untuk mengundang mereka ke sini. Melalui kerjasama ini, diharapkan Brunei dapat memberikan dana untuk membiayai perjalanan petani tersebut ke Indonesia.
Dalam pertemuan dengan Sultan Brunei, Presiden Soeharto sekali Iagi menyampaikan ucapan selamat, berkenaan dengan peringatan 25 tahun naik tahta. Presiden Soeharto yang berada dua hari di Brunei Darussalam, sebelum menemui Sultan Brunei itu, menerima PM Thailand Chuan Leekpai dan Presiden Pilipina Fidel Ramos di Jurong Guest House.
Selatan-Selatan
Saat menerima Presiden Ramos, Presiden Soeharto menekankan kembali pentingnya kerjasama Selatan-Selatan, bukan hanya dapat segera menangani masalah-masalah sosial ekonomi Selatan-Selatan, tapi dengan kerjasama konkrit antara Selatan-Selatan. Sehingga Selatan akan mempunyai bobot dalam berdialog dengan Utara.
Sebaliknya Ramos menyampaikan terima kasih kepada Presiden Soeharto atas bantuan Indonesia, sehingga Filipina dapat diterima menjadi anggota GNB. Presiden Ramos menjelaskan kepada Presiden Soeharto, di dalam pemerintahnya ia akan menaruh perhatian yang besar pada pembangunan ekonomi dalam negeri setelah masalah politik dapat diselesaikan yang telah dirintis sejak masa Aquino.
Presiden Ramos secara khusus menyoroti masalah hutang dari dunia ketiga dan mengharapkan agar dibawah kepemimpinan Indonesia masalah hutang ini, yang juga menjadi salah satu perhatian KTT GNB kiranya dapat mencapai terobosan.
Sementara itu Presiden Soeharto menyampaikan pandangannya yang juga pemah dikemukakan ketika menerima sejumlah wakil negara di New York, sesungguhnya negara industri maju telah mempunyai komitmen untuk menyisihkan 0,7 persen dari GNP mereka untuk membantu dunia ketiga.
Nyatanya sampai saat ini, mereka hanya membantu sebesar 0,37 persen yang telah diberikan, sehingga masih kurang sekitar 0,3 sampai 0,4 persen. Jumlah ini jika dihimpun semuanya, maka sesungguhnya negara industri maju masih mempunyai kekurangan sekitar USD 50 miliar dari komitmen yang sudah mereka nyatakan sendiri.
Mengenai masalah orang-orang Indonesiayang berada di Filipina, Presiden Ramos mengatakan bahwa hal itu dapat diselesaikan sebaik-baiknya dan pejabat antara kedua pemerintahan dapat bertemu. Ramos dan Presiden Soeharto menganggap penting sekali pertemuan yang lebih sering dan lebih teratur antara pejabat kedua negara.
Kamboja
Sedangkan dengan Perdana Menteri Thailand Chuan Leekpai juga dibahas masalah dan perkembangan masyarakat Kamboja. Leekpai sebagai PM baru menyadari diantara negara anggota ASEAN ada kelaziman Kepala Pemerintahan yang baru segera mengadakan kunjungan perkenalan kepada kepala pemerintahan yang lain di ASEAN. Karena banyak masalah yang harus diselesaikan di Thailand, maka kunjungan itu belum dapat dilakukan.
Menurut PM Thailand, pertemuan di Bandar Seri Begawan Seri Begawan ini kiranya dapat dianggap sebagai bagian perkenalan pribadi antara PM Thailand dan Presiden menyadari hal ini sepenuhnya. Membahas masalah regional, Indonesia mengharapkan agar Thailand dapat ikut berperan lebih besar lagi dalam rangka penyelesaian Kamboja, karena penyelesaian masalah ini akhir-akhir ini mengalami sedikit kemacetan. Menlu Indonesia sebagai ketua bersama dengan Menlu Perancis yang ditugasi Sekjen PBB untuk segera mencari jalan keluar kemacetan ini.
PM Leekpai mengatakan, telah menjadi komitmen pemerintahnya mengambil peran yang aktif untuk menyelesaikan masalah inisesuai dengan persetujuan Paris. Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto serta rombongan Selasa sore tiba kembali di Halim Perdanakusuma Jakarta, setelah berada di Brunei Darussalam sejak Senin lalu memenuhi undangan Sultan Hassanal Bolkiah.
Sumber: Angkatan Bersenjata (27/10/1992)
_______________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 436-438.