PRESIDEN SOEHARTO :
DIPERLUKAN PERANAN LEBIH AKTIF GERAKAN NON BLOK
Presiden Soeharto mengatakan, dalam keadaan dunia seperti sekarang ini diperlukan peranan lebih aktif gerakan Non Blok untuk turut memecahkan dan menyelesaikan masalah-masalah internasional.
”Untuk ini, gerakan Non Blok harus memperkokoh persatuan dan menumbuhkan kembali cita-cita dan kemurnian prinsip-prinsip gerakan Non Blok sebagai pedoman dan pegangan dalam hubungan antar bangsa," kata Presiden.
Hal itu dikatakannya dalam jawaban wawancara tertulis wartawan surat kabar Mesir "Abram" Mohammad Aly Kamed Eissa baru-baru ini.
Presiden berpendapat, gerakan Non Blok hendaknya dijadikan forum untuk kepentingan bersama, dan bukan forum untuk membicarakan masalah-masalah yang dapat mengakibatkan perpecahan.
"Menurut pendapat saya, gerakan Non Blok hendaknya kita jadikan sebagai forum untuk kepentingan bersama dan bukan forum untuk membicarakan masalah masalah yang dapat mengakibatkan perpecahan," tegasnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan perpecahan dan melemahkan efektivitas gerakan Non Blok, menurut presiden, adalah kurang ditaatinya prinsip prinsip-prinsip dasar dan tujuan pokok gerakan Non Blok seperti yang dicita citakan Soeharto sewaktu bentuknya.
Disamping itu perebutan pengaruh antara kekuatan kekuatan besar dunia telah dapat merembes dan mempengaruhi beberapa negara anggota gerakan ini.
"Oleh karena itulah, sebagai salah satu negara pendiri gerakan Non Blok, bersama-sama dengan negara anggota lainnya Indonesia senantiasa menekankan pentingnya ditaati prinsip-prinsip dasar tersebut, demi tercapainya tujuan dan kepentingan bersama negara-negara berkembang pada umumnya, dan negara-negara Non Blok pada khususnya," kata Presiden.
Dalam hubungan ini, masalah utama yang akan dihadapi konperensi puncak Non Blok mendatang, menurut Presiden Soeharto, adalah memperkokoh kembali kekuatan Non Blok dengan memperkuat persatuan, solidaritas dan kerja sama di antara negaranegara anggotanya.
Selanjutnya, melanjutkan usaha-usaha untuk mengambil langkah-langkah di bidang kerja sama ekonomi internasional guna pembangunan, seperti yang senantiasa ditekankan dalam pertemuan-pertemuan Non Blok yang lalu.
"Ini adalah penting, sebab tanpa pembangunan maka kemerdekaan politik akan terasa hampa. Dan tanpa pembangunan bangsa bangsa maka perdamaian dunia adalah mustahil," tegas.
Karenanya, dalam situasi internasional dewasa ini, yang serba tidak menentu di lapangan ekonomi, politik maupun keamanan, Presiden Soeharto menekankan peranan Non Blok bertambah penting.
Untuk mewujudkan tujuan tujuan pokok gerakan Non Blok dan agar gerakan itu memainkan peranan internasional lebih berdayaguna, hal utama yang harus dilakukan, menurut presiden, adalah menahan diri dan kembali pada prinsip dan cita-cita semula, seperti yang dicetuskan dalam Deklarasi 1955 Bandung dan Deklarasi Beograd 1961.
Selain itu, negara-negara Non Blok harus menegaskan kembali kebebasan mereka dari kekuatan kekuatan besar dan dari aliansi-aliansi militer atau blok-blok. Sehingga dengan demikian dapat mempertahankan kebebasan mereka dalam mengambil keputusan dan tindakan, kata Presiden.
Mengenai konflik Timur Tengah, Presiden Soeharto menegaskan bagi Indonesia terwujudnya ketenteraman dan kedamaian di setiap wilayah adalah masalah prinsip. Karena, Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar bangsa Indonesia turut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
"Sebab, dengan dunia yang damai dan stabil segala perhatian dan usaha manusia dapat dikerahkan untuk pembangunan bangsa bangsa, untuk mengangkat harkat dan martabat umat manusia yang kini sebagian besar masih bergulat melawan keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan dan penyakit," kata Presiden.
Indonesia berpendapat, masalah Timur Tengah akan terselesaikan jika dapat dihasilkan suatu penyelesaian yang adil atas hak rakyat Palestina akan tanah aimya sendiri, yakni wilayah yang diduduki Israel dengan agresi dikembalikan, dan dipulihkannya status Kota Suci Yerusalem.
Yang terpenting, sama halnya dengan setiap perjoangan, maka mutlak adanya persatuan yang kokoh dari semua negara Arab di Timur Tengah, untuk dapat menyukseskan perjoangan yang adil dan sah ini, tandas presiden.
Sesuai dengan persetujuan "Camp David", kata Presiden, jazirah Sinai telah dikembalikan oleh Israel kepada Mesir.
Namun sangat disayangkan hal ini juga menimbulkan semakin menajamnya polarisasi di kalangan negara-negara Arab.
Perpecahan di antara negara-negara Arab, tentu akan memperlemah perjoangan melawan Israel yang makin lama makin menunjukkan sifat yang agresif," ujar Presiden.
Presiden Soeharto menegaskan tindakan sepihak Israel untuk menganeksasi Yerusalem Timur dan menyatakan seluruh kota Al Quds sebagai Ibu kota abadi Israel, disusul penyerbuannya ke Libanon bahkan membomi dan memblokir Ibu kota Beirut dan tindakan-tindakan agresi lainnya seperti pemboman terhadap reaktor nuklir Irak, aneksasi dataran Tinggi Golan, Presiden insiden di tepi barat Sungai Yordan, penembakan atas orang orang Arab di Masjidil Aqsa dan lain-lain jelas menunjukkan betapa Israel bersikap sangat kejam di luar perikemanusiaan, dan sangat mengeruhkan keadaan untuk tercapainya penyelesaian masalah Timur Tengah.
Asia Tenggara
Mengenai masalah Asia Tenggara, tantangan paling utama yang dihadapi bangsa bangsa Asia Tenggara dan Asia Barat, menurut Presiden Soeharto adalah usaha untuk mewujudkan perdamaian yang hakiki dan terlaksananya pembangunan untuk menghapuskan keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan rakyat di kawasan tersebut.
Sedangkan bahaya utama yang dihadapi, adalah terus berperebutan pengaruh di antara kekuatan kekuatan besar dunia yang dapat menyeret bangsa-bangsa di wilayah tersebut ke dalam lingkungan pengaruhnya.
"Keadaan itu jelas merupakan sumber ancaman peperangan atau setidak tidaknya akan menambah goyahnya stabilitas di wilayah tersebut," kata Presiden.
Ditanya tentang tujuan strategi Rusia dan teori bahwa pendudukan Vietnam atas Kamboja dan pendudukan Rusia atas Afghanistan berkaitan erat satu sama lain, Presiden berpendapat adalah suatu kenyataan penyerbuan pasukan Vietnam ke Kamboja dilakukan lebih kurang satu bulan setelah ditandatangani persetujuan kerja sama dan persahabatan Vietnam – Uni Sovyet bulan Nopember 1978.
Kenyataan ini, menurut Presiden, memperkuat asumsi dari kalangan luas bahwa tanpa bantuan dan dukungan Uni Sovyet, Vietnam tidak mampu melakukan invasi tersebut dan menduduki Kamboja hingga saat ini.
Dilihat dari segi itu, kata Presiden, dapat diperkirakan terdapat kepentingan kepentingan yang paralel antara Vietnam dan Uni Soviet di kawasan ini, sekalipun tujuan mereka tidak sama.
Dalam usaha mencari penyelesaian politik atas masalah Kamboja, Asean, menurut Presiden, berpendapat bahwa penyelesaian Kamboja secara damai dan pemulihan perdamaian di Kamboja akan mempercepat terwujudnya gagasan kawasan damai, bebas dan netral di Asia Tenggara, yang bebas dari pengaruh dan tekanan negara besar manapun di kawasan Asia Tenggara.
"Sedangkan dalam masalah Afghanistan, Indonesia memandang mutlak penaiikan semua pasukan asing dari negara tersebut," kata Presiden.
Mengenai adanya pendapat bahwa salah satu tujuan strategis pendudukan Vietnam, atas Kamboja untuk membentuk apa yang disebut Federasi Indochina di bawah pengawasan Vietnam, Presiden Soeharto menjelaskan, masalah pembentukan Federasi Indochina telah bernlang kali dibantah Vietnam.
Vietnam menyatakan, gagasan tersebut tidak dilanjutkan lagi setelah terbentuknya pemerintahan nasional di masing-masing negara Indochina.
Namun kenyataannya, kata Presiden, Vietnam telah mempunyai kedudukan yang dominan di Laos dan penyerbuannya ke Kamboja tentu dimaksudkan untuk tujuan yang sama.
Kini Vietnam terus meningkatkan usahanya untuk menjalin hubungan khusus antara ketiga negara Indochina dengan menumbuhkan solidaritas militan, kata presiden.
Ditanya tentang langkah-langkah efektif apa yang sepatutnya diambil negaranegara anggota Asean dan bangsa-bangsa Non Blok di tingkat regional dan internasional untuk menghadapi tantangan dan ancaman yang sekarang membahayakan perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara, Presiden mengatakan, jawabannya adalah masalah yang mendasar. Sebab, tanpa dasar itu maka pemecahan yang kita hadapi adalah pemecahan sementara yang mungkin akan timbul masalahmasalah baru lagi, kata Presiden.
Namun sepanjang menyangkut Asean maka usaha kami yang terpokok adalah bekerja sama dalam bidang ekonomi, sosial dan politik, agar terwujud ketahanan regional di atas dasar ketahanan nasional masing-masing.
"Dalam wadah Asean ini kami berbahagia karena dari hari ke hari kami dapat mengembangkan semangat Asean. Di antara kelima negara anggotanya terjalin rasa saling percaya, saling menghormati dan persaudaraan yang tulus," tandas Presiden Soeharto. (RA)
…
Jakarta, Merdeka
Sumber : ANTARA (24/09/1982)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 831-835.