SAYA DOSA KALAU TERJADI PROSES PEMISKINAN

SAYA DOSA KALAU TERJADI PROSES PEMISKINAN

 

 

Pekan Penghijaun Nasional Ke 25

 

 PRESIDEN:

Presiden Soeharto membantah pendapat para pengamat maupun ahli ekonomi di tanah air yang menyatakan seolah-olah proses pembangunan nasional selama 15 tahun, bahkan 18 tahun, terakhir ini merupakan proses pemiskinan.

Teori yang mengatakan bahwa pembangunan pertanian melalui usaha intensifikasi dengan panca-usaha tani merupakan proses pemiskinan terhadap rakyat di desa adalah tidak tepat.

Berbicara dalam temu wicara dengan kelompok pelestari sumber daya alam pada puncak acara Pekan Penghijauan Nasional ke-25 di Desa Made, Kecamatan Slogoimo, Kabupaten Wonogiri, Selasa kemarin.

Presiden Soeharto menegaskan setelah 15 tahun melaksanakan pembangunan nasional melalui Repelita, banyak yang sudah dilakukan dan semua yang telah dilakukan itu berdasarkan GBHN yang telah ditentukan oleh rakyat sendiri melalui wakil-wakilnya yang duduk di MPR, kemudian dipercayakan kepada salah satu putra Indonesia untuk melaksanakannya.

“Secara kebetulan yang dipercaya sekarang saya. Pada kesempatan lain tentu orang lain pula tapi harus ada yang dipercaya melaksanakan GBHN,” kata Presiden Soeharto.

Berdasarkan GBHN sekarang, kata Kepala Negara, rakyat telah menentukan landasan pembangunan untuk memperbaiki taraf hidup rakyat melalui trilogi pembangunan, yakni stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi lewat pembangunan, serta pemerataan.

Tahap demi tahap diusahakan supaya hasil-hasil pembangunan diamati oleh seluruh rakyat Indonesia, termasuk dengan sendirinya sebagian besar rakyat tani di desa-desa.

Sekarang ini tanpa digembar-gemborkan, dunia mengakui bahwa usaha pembangunan pertanian itu berhasil. Bahkan dunia sampai menanyakan bagaimana pengalaman Indonesia dalam keberhasilan itu.

Untuk itulah, menurut Presiden, ia diberi kesempatan untuk menjelaskannya dalam sidang Organisasi Pangan dan Pertanian Sedunia (FAO) di Roma Italia belum lama ini, dan itu diakui.

“Tapi ternyata di dalam negeri ada yang mengatakan seolah-olah proses pembangunan kita selama 15 tahun ini, bahkan 18 tahun, merupakan proses pemiskinan terhadap rakyat kita.”

Kalau Benar, Saya Dosa

Ditegaskan, pendapat yang demikian itu maksudnya tentu baik yakni untuk memperingatkan agar pembangunan yang dilakukan benar-benar sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk memperbaiki taraf hidup rakyat.

Sambil tersenyum kepala negara lalu bertanya kepada para anggota kelompok pelestari sumber daya alam yang datang dari seluruh penjuru tanah air itu.

“Saudara-saudara di desa, benar atau tidak pendapat seolah-olah proses pembangunan selama ini merupakan proses pemiskinan terhadap rakyat kita?”

Tidaaaakk… jawab para anggota kelompok pelestari sumber daya alam. “Membawa proses kemiskinan berarti rakyat makin lama makin, mungkin,” ujar Presiden lagi seraya menambahkan, kalau ia pikir-pikir, apa yang diusahakan selama ini tidak demikian maksudnya. “Kalau benar, kan saya dosa …”, kata Kepala Negara sambil tertawa.

Dijelaskan, sebagai bukti proses pemiskinan rakyat tersebut para pengamat ekonomi maupun para ahli itu menunjukkan jumlah para petani yang memiliki lahan sempit makin lama makin bertambah sempit.

Menurut Presiden, pembangunan itu memang mengusahakan agar rakyat yang memiliki lahan yang sempit itu makin lama makin kecil jumlahnya, karena kehidupan mereka harus lebih ditingkatkan.

“Tapi mereka mempunyai penilaian bahwa makin kecil itu karena tanahnya dijual kepada petani yang lebih kaya. Berarti diserahkan kepada yang kaya untuk dimiliki.” Sambil tersenyum kepala negara lalu bertanya lagi. “Apakah memang benar demikian?”

Bukti Sensus

Dikemukakan, berdasarkan hasil sensus tahun 1980, rakyat yang memiliki tanah di bawah setengah hektar berjumlah hampir sebelasjuta KK petani.

Setelah disensus lagi tahun 1983, jumlah tersebut menurun menjadi 8,750 juta. Tapi tidak betul kalau penurunan itu karena tanahnya beralih kepada mereka yang memiliki tanah yang luas.

Sebagai bukti kepala negara menunjuk hasil sensus tahun 1980, mereka yang memiliki tanah 0,5 hektar ke atas hanya 6,5 juta KK. Dalam sensus tahun 1983 angka ini meningkat menjadi 10 juta KK.

Dengan penambahan ini, menurut Presiden, berarti teori-teori yang mengatakan lahan sempit yang dimiliki petani kecil semakin bertambah sempit sementara mereka yang memiliki lahan luas bertambah jumlahnya adalah sama sekali tidak benar.

Dikatakan, kalau memang proses pembangunan sekarang hanya merupakan proses pemiskinan rakyat, maka mereka yang tadinya makan hanya sekali sehari, sekarang barang kali hanya dua hari sekali.

“Tapi nyatanya malah bukan hanya sekali sehari, tapi bisa dua kali sehari. Bahkan bisa tiga kali sehari. Ini kan tentu tidak lebih miskin toh…”

“Naahh, saudara-saudara yang tinggal di desa, bagaimana nih…? Apakah saudara menyaksikan rakyat di desa sekarang bisa makan lebih baik dari dulu, atau tidak ?”

“Bisaaaa….” jawab para anggota kelompok pelestari sumber daya alam.

Menurut Kepala Negara, sekarang ini bukan saja untuk makan, tapi rakyat pun mampu membeli sandang. Bahkan menurut Kepala Negara, sekarang rakyat tidak hanya mampu menyekolahkan anaknya sampai ke SD saja seperti ia dulu, tapi sudah sampai ke SMA, bahkan perguruan tinggi.

Semuanya itu, lanjut Presiden Soeharto, harus diterima sebagai suatu kenyataan keadaan sekarang.

Hadir dalam kesempatan kemarin Ny. Tien Soeharto, Menteri Kehutanan Soedjarwo, Menhankam Poniman, Mendagri Soepardjo Rustam, Menteri PU Ir. Suyono Sosrodarsono, Menteri KLH Emil Salim, Menmud Peningkatan Produksi Tanaman Pangan Ir. Wardoyo, Gubernur Jateng Ismail, serta sejumlah pejabat tinggi sipil dan militer lainnya.

Presiden Soeharto dalam kesempatan itu menerima buku rencana teknik lapangan rehabilitasi lahan konservasi tanah daerah tangkapan waduk Gajah Mungkur dari Menteri Kehutanan Soedjarwo, hasil-hasil temu wicara kelompok pelestari sumber daya alam yang diadakan pekan lalu dari ketua presidium kelompok H. Oyon Tahyan.

Tidak Hanya Omong

Kepala Negara memukul kentongan sebagai tanda dimulainya Pekan Penghijauan Nasional, kemudian menanam pohon beringin putih. Sementara Ny. Tien Soeharto menanam pohon duwet.

Presiden juga menyerahkan hadiah lomba penghijauan dan reboisasi kepada para pemenang pertama tingkat nasional.

Presiden mengajak semua pihak agar secara nasional berusaha memelihara kelestarian tanah yang merupakan unsur penting bagi produksi pertanian, pengaturan tata air dan pelindung lingkungan hidup.

“Terhadap kerusakan-kerusakan yang telah terjadi, kita tidak perlu mencari siapa yang salah. Kenyataan itu harus kita terima, tapi dengan tekad mengadakan perbaikan-perbaikan supaya nanti anak-cucu kita jangan sampai merasakan seperti yang kita alami sekarang.”

Ditegaskan, akibat pengrusakan sumber daya alam sangat tidak menyenangkan, bahkan menimbulkan kesulitan-kesulitan.

“Kita harus meninggalkan yang baik kepada anak-cucu kita. Karena usaha-usaha melestarikan sumber daya alam mutlak harus dilakukan. Tidak saja dengan teori-teori, tidak hanya dengan omong saja, tapi harus dengan perbuatan­-perbuatan nyata.”

Menurut Kepala Negara, rakyat apabila diberi tahu dan dijelaskan, pasti akan menerima dan melaksanakannya. (RA)

 

 

Wonogiri, Kompas

Sumber : KOMPAS (18/12/1985)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 199-202.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.