PRESIDEN:
DUNIA SEKARANG DITANDAI HAMPIR BERAKHIRNYA MASA PENJAJAHAN POLITIK [1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto, hari Sabtu, menilai keadaan dunia sekarang ditandai oleh hampir berakhirnya masa penjajahan politik, adanya pendekatan2 antara kekuatan2 besar dan perjuangan sebagian besar ummat manusia untuk hidup lebih baik melalui pembangunan bangsa2. .
Kepala Negara memberikan penilaian itu di Istana Negara ketika ia melantik enam orang Duta Besar Indonesia yang baru. Duta2 besar itu adalah R.B.I.N. Djajadiningrat MA, untuk Uni Sovyet, Mayjen TNI Nurmathias untuk Australia, R.M. Sunarso Wongsonegoro untuk Vatikan, Mohammad Noer untuk Perancis, Raden Heman Benny Mochtar SH untuk Selandia Baru dan Mayjen Pol. Dr. Awaludin Djamin untuk Republik Federasi Jerman.
Presiden menyatakan, sekalipun keadaan dunia sekarang telah jauh berbeda dengan keadaan dan kebutuhan perjuangan sewaktu Indonesia menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan, namun politik luar negeri R.I yang bebas dan aktif sama sekali tidak akan ditinggalkan.
Dikemukakan, keadaan dunia sekarang ditandai oleh hampir berakhirnya masa penjajahan politik, dan Rakyat Timor-Timur mengakhirinya dalam menentukan masa depannya sendiri dengan tekad kemauan untuk menyatukan diri dengan R.I.
Presiden yakin, sisa2 penjajahan yang sedikit di beberapa tempat di dunia pasti tinggal soal waktu saja, terwujudnya kemerdekaan bagi semua bangsa.
Tanda2 lain dari keadaan dunia sekarang, ialah pendekatan2 antara kekuatan2 besar didunia, untuk sementara telah terhindar malapetaka dunia dari kekuatan perang besar. Yang harus diperjuangkan adalah agar suasana reda itu benar2 dapat memperkuat perdamaian dunia dan tidak menyeret bangsa2 lain ke dalam kancah pertarungan lain dalam bentuk perebutan pengaruh di antara kekuatan2 besar.
Presiden menyatakan, perjuangan sebagian besar ummat manusia untuk hidup lebih baik melalui pembangunan bangsa2 merupakan perjuangan yang paling besar dewasa ini danuntuk seterusnya.
Perjuangan Berat
Presiden menyatakan, perjuangan untuk pembangunan merupakan perjuangan yang berat. Ke dalam, bangsa2 yang sedang membangun harus menyiapkan prasarana sosial dan ekonomi untuk memungkinkan pembangunan yang mendukung berdirinya negara modern.
Keluar, bangsa2 yang membangun harus berjuang menghadapi segala hambatan tata dunia yang diwariskan oleh masa lampau, yang kerangkanya tidak menguntungkan negara2 sedang membangun.
Diingatkan, demikian besar masalah2 yang dihadapi oleh negara2 yang sedang membangun, sehingga perjuangan ini juga memerlukan kerjasama dan kesetiakawanan yang besar.
“Secara sendiri2 maka negara2 yang sedang membangun mungkin tetap akan lemah”, Presiden memperingatkan.
Sulit Melalui Konfrontasi
Juga diingatkan, pembangunan dunia yang lebih adil dan maju akan sulit dapat dicapai melalui konfrontasi. Pengalaman dunia dalam dasawarsa terakhir ini menunjukkan bahwa konfrontasi bukanlah jalan keluar yang baik bagi penyelesaian masalah ummat manusia.
“Bangsa2 sekarang telah tiba pada tingkat hubungan yang demikian erat, sehingga mereka saling membutuhkan dan nasibnya saling bergantungan”.
Presiden menegaskan konfrontasi mungkin saja memenangkan salah satu fihak secara sementara, namun tidak pernah akan menyelesaikan persoalan secara keseluruhan.
Presiden berpendapat, semua negara harus bersedia mengembangkan saling mengerti, menghormati, percaya, bantu-membantu dan tidak mencampuri urusan dalam negeri fihak lain.
“Sekarang adalah saat yang tepat untuk mengembangkan semangat demikian”, kata Presiden.
Diingatkan, kegagalan semua bangsa untuk itu sikap dan semangat yang demikian akan mengakibatkan dalamnya jurang pemisah antara bangsa2 yang maju, membangun akan merupakan benih kegelisahan dunia menambah saling ketidakpercayaan.
“Dalam rangka itulah kita mengembangkan politik negara yang bebas dan aktif yang pelaksanaannya harus dilakukan pada kepentingan nasional”, Presiden Soeharto (DTS)
Sumber: ANTARA (18/09/1976)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 87-89.