FOTO RESMI PRESIDEN DAN WAPRES MULAI DIEDARKAN [1]
Jakarta, Republika
Foto resmi Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Try Sutrisno, kemarin secara resmi telah diedarkan untuk umum. Foto resmi tersebut berukuran 50 kali 60 cm, dan direncanakan foto dalam ukuran lebih kecil, 20 kali 30 cm, 10 kali 20 cm, dalam waktu satu minggu mendatang akan diedarkan. Demikian keterangan dari Dokumentasi dan Mass Media Sekretariat Negara (Dokmas) di Gedung satu Sekretariat Negara Jakarta.
Ada hal yang unik dalam pengambilan foto resmi Wakil Presiden Try Sutrisno, yang dilakukan tepat satu minggu setelah Wapres mengucapkan sumpah, pada 11 Maret lalu, di Graha Sabha Paripuma DPR/MPR-Rl Senayan, Jakarta. “Untuk pengambilan foto resmi Pak Try, ternyata relatif sulit, harus dilakukan 15 kali pemotretan guna menemukan foto yang paling pas,” kata petugas foto staf Dokmas.
Menurut dia, studio foto yang dipergunakan untuk pengambilan foto resmi ini adalah salah satu ruangan di Istana Merdeka, Jakarta. Di ruangan ini juga pernah dipergunakan untuk pemotretan resmi mantan Wapres Sri Sultan Hamengkubuwono, Adam Malik, Umar Wirahadikusumah, dan Sudharmono. Ruang yang ditata di sebelah kanan bendera merah putih serta lambang negara Garuda Pancasila, serta latar belakang berwarna gelap.
Sudah barang tentu, untuk menghasilkan gambar yang bagus, maka Wapres Try Sutrisno harus dirias terlebih dahulu, hal ini diperlukan untuk penataan cahaya, sehingga hasil akhir foto itu sempurna. Syarat yang diperlukan antara lain stelan jas berwarna gelap, baju berwarna putih lengkap dengan dasi, dan kopiah hitam.
Meskipun secara umum objek foto dalam hal ini Presiden dan Wapres sudah sangat bagus, tapi tak jarang untuk menghasilkan foto yang terbaik di antara yang baik terpaksa harus grogi. “Saya sudah puluhan tahun menjadi juru foto untuk foto resmi Presiden dan Wapres serta para menteri, tapi yang namanya grogi tetap saja ada, ” katanya.
Dengan demikian, mengapa untuk menghasilkan foto resmi terbaik bagi Wapres Try Sutrisno harus sampai diulang pengambilannya sebanyak 15 kali, setelah diseleksi ternyata pengambilan foto yang ketujuh dinilai sebagai foto terbaik, dengan pandangan yang berwibawa, sedikit menyerong ke kanan dan pencahayaan yang pas.
Sedangkan foto resmi Presiden Soeharto, jauh lebih mudah pengambilannya, hanya satu kali, dan itu sudah memperoleh hasil foto yang terbaik. Adapun posisinya agak menyerong ke kiri. Walhasil foto resmi Presiden dan Wapres akan saling bertemu dalam satu titik, hal ini sekaligus merupakan simbol kesatuan.
Menurut dia, meskipun Wapres Try Sutrisno harus difoto sebanyak 15 kali, tapi Pak Try sama sekali tidak menunjukkan keengganan, bahkan kalau, toh yang ke-15 dinyatakan harus diulang, beliau tetap bersedia. Pengambilan foto sebanyak 15 kali itu memerlukan waktu relatif lama, total waktu sekitar 60 menit, karena harus menata dasi, stelan jas, maupun Jatar belakang, dengan maksud untuk menghasilkan foto resmi yang diinginkan.
Pengalaman pengambilan foto resmi yang paling lama adalah pada saat Wapres Umar Wirahadikusumah, foto resmi untuk Pak Umar ini harusdilakukan sebanyak 43 kali, dan setelah diseleksi, ternyata hasil foto yang ke-34 merupakan hasil terbaik yang diinginkan. Sama halnya dengan Pak Umar, ketika Wapres Adam Malik diambil fotonya, harus dilakukan sebanyak 25 kali, dan hasil foto ke-17 yang dipilih serta dinilai memenuhi persyaratan.
Pengambilan foto resmi Wakil Presiden tercepat, yakni pada saat Wapres Sri Sultan Hamengkubuwono IX, hanya 2 kali. (pur)
Sumber: REPUBLIKA (13/04/ 1993)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 372-375.