Gubuk Kami selalu Terbuka

Bandung, 30 Juni 1998

Kepada

Yth. Bapak H. M. Soeharto

di Cendana No. 6 – 8

Jakarta Pusat

 

GUBUG KAMI SELALU

TERBUKA [1]

Salam hormat untuk Bapak sekeluarga.

Assalamu’alaikum wr. wb.

Pak Harto ini adalah surat yang kedua dari saya. Mungkin surat ini tidak berarti apa-apa bagi Bapak, tapi bagi kami sekeluarga bisa sedikit mengurangi kesedihan dan kepedihan hati kami sehubungan dengan hinaan, cemoohan, dan fitnahan yang dituduhkan orang-orang terhadap Bapak sekeluarga.

Demi Allah Pak, kalau Bapak sedang berpidato atau temu wicara yang biasanya disiarkan TVRI dalam Laporan Khusus, kami sekeluarga selalu berada di depan TV.

Sudah lama saya punya niat untuk berkirim surat tapi maju-mundur. Takut Pak Harto tidak berkenan membacanya. Pak Harto, semakin ditahan kok semakin meledak-Iedak dalam dada ini. Sekaranglah saatnya berkirim surat, walaupun mungkin Pak Harto tidak akan membaca secara langsung, melainkan melalui sekretaris pribadi Bapak. Itu pun bagi kami sudah sangat senang dan bahagia.

Pak Harto, dulu tahun 1973 kalau kami pulang kampung 16 km dari ibu kota kecamatan kami sekeluarga harus berjalan kaki, melewati alas jaten, kampung dan kebun yang rawan dan angker.

Kalau hujan turun, jalannya mbleko dan sulit dilalui, hingga sampai ke rumah simbah pasti sudah malam menjelang subuh (kami tidak bisa cepat karena waktu itu penerangan jalan dan listrik belum masuk ke desa kami). Dan kalau mau kembali ke Bandung, 03.00 pagi mesti sudah berjalan kaki untuk mengejar bis menuju Negoro (Yogya sekarang), itu sebutan di kampung kami Pak.

Nah, berkat pembangunan Orde Baru yang Bapak pimpin, kami sekarang kalau pulang naik bis malam dari Bandung bisa turun di depan rumah. Listrik sudah ada dan jalan yang dulu tanah merah, sekarang diaspal hormix, Pak.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Pak Harto. Sekecil apapun yang Bapak perbuat bagi kami, semua itu tidak temilai harganya dan manfaatnya, terima kasih kami tak terhingga.

Semoga Pak Harto dan keluarga dapat bersabar menerima cemoohan dan fitnahan dari orang-orang yang tidak senang kepada Bapak dan keluarga. Yang benar tidak akan bersuara dalam keprihatinannya dan yang merasa benar akan berteriak-teriak mengikuti ambisi.

Dari sekian ribu rakyat yang membenci Bapak dan keluarga masih berjuta-juta yang berdoa untuk keselamatan Bapak sekeluarga. Bapak adalah tauladan bagi kami sekeluarga serta panutan dan orang tua bagi kami semua.

Semoga Allah swt selalu memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada Bapak sekeluarga. Saya percaya, apa yang Bapak perbuat saat ini adalah yang terbaik bagi Bapak, keluarga, dan rakyat kebanyakan.

Walaupun Pak Harto dan kami sekeluarga tidak ada hubungan famili, tapi kalau nama Pak Harto dijelek-jelekkan dan difitnah, terus terang saya tidak terima dan merasa sakit hati.

Sekian surat dari keluarga yang ikut merasakan kesendirian dan keprihatinan keluarga Bapak. Percayalah Pak Harto, masih banyak orang yang percaya dan hormat kepada Bapak sekeluarga. (DTS)

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Herry Rubianto DKL

Bandung

[1]     Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 896-897. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.