GUNAKAN KEKAYAAN UNTUK TINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

GUNAKAN KEKAYAAN UNTUK TINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

Presiden Soeharto menyerukan kepada warga Indonesia yang telah mendapat kesempatan selama dilangsungkan pembangunan ini untuk menggunakan kekayaan tidak bertentangan dengan Pancasila.

Seruan Kepala Negara ini disampaikan ketika menerima Pimpinan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Komisi Kesejahteraan Rakyat DPA, Kamis di Istana Merdeka.

Menurut Sapardjo, Wakil Ketua DPR, Presiden minta kepada kalangan yang telah mendapat kesempatan itu untuk berbuat sesuatu bagi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Usaha itu dapat dilakukan dengan memberi atau membuka kesempatan kerja baru hingga pemerataan pendapatan dapat diperluas.

Kepala Negara, seperti dikutip, Sapardjo, menyatakan tekadnya untuk menghilangkan ketimpangan-ketimpangan yang masih ada dalam Pelita III dan Pelita IV. Masalah ini tidak dapat diatasi sekaligus, tetapi dilakukan secara bertahap.

Digambarkan mengenai keberhasilan selama ini, yakni pada waktu memulai Pelita I pendapatan perkapita penduduk Indonesia baru US$ 90, kini pendapatan per kapita itu mencapai US$ 540.

Awaludin Djamin, anggota DPA yang mendampingi Sapardjo menyatakan, pada awal Pelita itu, 90% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Namun kini yang hidup dibawah garis kemiskinan tinggal 30%. Itupun tidak berarti mereka kelaparan, karena kini tidak ada lagi penduduk Indonesia yang menderita kelaparan.

"Diharapkan dalam Pelita IV, dimana bangsa Indonesia mempersiapkan kerangka landasan untuk tinggal landas, rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan itu dapat ditingkatkan kehidupannya," tambah Awaludin.

Ketrampilan

Pemerintah menurut Sapardjo, akan memperhatikan usaha-usaha peningkatan ketrampilan bagi angkatan kerja baru. Usaha ini untuk meningkatkan kemampuan sehingga angkatan kerja baru itu dapat tertampung pada lapangan kerja yang tersedia.

Dalam Pelita IV nanti, Indonesia tidak lagi membeli satu pabrik dan membangunnya. Tetapi menurut Sapardjo, tenaga-tenaga Indonesia harus mampu membuat pabrik ini sendiri sepenuhnya.

Masalahnya yang dihadapi kini adalah keterbatasan tenaga trampil dan permodalan, sedangkan tenaga kerja cukup banyak tersedia. (RA)

Jakarta, Suara Karya

Sumber : SUARA KARYA (09/03/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 531-532.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.