HAK MOGOK BURUH DIBAHAS DPR-GR
Usul Tjabut Penpes No. 7/1963[1]
Djakarta, Sinar Harapan
Sidang Pleno DPR-GR jg dipimpin oleh Wakil Ketua Majdjen Dr Sjarif Thajeb Selasa siang telah mendengarkan pendjelasan para pengusul mengenai Usul Inisiatif Mhd Djazim dkk tentang Pentjabutan Pen Pres No 7/1963 tentang pentjegahan pemogokan dan atau penutupan (lockout) di perusahaan2, djawatan2 dan badan2 vital.
Mhd. Djazim selaku pengusul pertama dalam pendjelasannja menjatakan bahwa Pen Pres No.7/tahun 1963 setjara praktis telah lama tidak berlaku karena sudah banjak tindakan Pemerintah jang berlawanan dengan Pen Pres tsb.
Tindakan2 penjederhanaan PN2 pembubaran BPU dll semuanja adalah tindakan lockout jang djelas tidak sesuai dengan Pen Pres tsb. demikian tjontoh2 jang diberikan Mhd Djazim.
Kalau Pemerintah menganggap kaum buruh tidak boleh mogok, maka hal itu tidak adil. Karena itu tidak ada djalan lain bagi Pemerintah untuk ketjuali menjabut Pen Pres tsb.
Selandjutnja dinjatakan apabila Pemerintah bermaksud mengadakan pengawasan terhadap perusahaan2 dan mempertinggi produksi maka bukanlah dengan djalan pelarangan mogok tetapi jang penting adalah memperbaiki management, mempertinggi social-control serta mengambil tindakan terhadap tiap2 penjelewengan2.
D. Tjokroaminoto (PSII) sebagai pengusul jang lain mendjelaskan tentang adanja 20 djuta kaum buruh di Indonesia jang hak azasi mereka dibelenggu oleh Pen Pres No. 7 tsb.
Murtadji Bisri djuga menekankan bahwa meskipun mogok adalah sendjata terachir dari kaum buruh tetapi sebagai orang timur buruh Indonesia tidak akan mengambil tindakan mogok sebelum diadakan musjawarah2. (DTS)
Sumber: SINAR HARAPAN (19/11/1968)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 105.