Haru dan Sedih

Padangsidempuan, 21 Mei 1998

HARU DAN SEDIH [1]

 

Bismillahirrahmanirraim,

Assalamu’alaikum wr. wb.

Bapak Soeharto,

Ketika saya mendengar pidato Bapak, saya sangat terharu sedih dan menangis. Saya menangis karena orang yang saya cintai dan saya kami telah mengorbankan jabatannya demi persatuan bangsa dan seluruh rakyat Indonesia. Bapak telah mengambil suatu keputusan yang sangat mulia, keputusan yang didasari dan dilandasi oleh keimanan. Hanya orang-orang yang berimanlah yang dapat berbuat seperti itu. Bapak telah berusaha mencari jalan untuk mengatasi permasalahan yang ada, namun niat baik Bapak tidak terlaksana.

Manusia hanya merencanakan, namun Allah juga yang menentukan. Akhir-akhir ini bangsa Indonesia telah berulang kali mendapat ujian dan cobaan. Mulai dari asap, gempa bumi, kelaparan, krisis ekonomi, demam berdarah dan hama belalang di Lampung. Begitu juga rongrongan terhadap Bapak, ini semua adalah ujian dan cobaan Allah Swt atas bangsa Indonesia. Namun demikian, seberat atau sedahsyat apapun cobaan tersebut, kalau kita menjawabnya dengan keimanan, imanlah yang dapat mengatasinya.

Bapak Soeharto yang saya cintai, serahkanlah semua permasalahan bangsa ini kepada Allah Swt. Hanya kepada-Nya tempat kita bermohon dan berlindung, karena atas kehendakNya lah semuanya terjadi.

Wahai Bapak bangsaku, Engkau adalah Patriot Sejati, Negarawan besar bangsaku, Pemimpin besar Republik ini. Wahai Bapak bangsaku, Engkau contoh teladan di bumi Pertiwi dan di mata dunia. Engkaulah orang pertama berbuat demikian. Jasa-jasamu tetap terpatri di hati kami, sabar – sabarlah Pahlawanku, Allah Swt perlindungamnu.

Akhir kata, doaku selalu menyertaimu, semoga Bapak beserta keluarga selalu dalam lindungan Allah Swt. Amin Ya Robbal ‘alamin. (DTS)

Wassalam

Mandugu Saleh Harahap

Tapanuli Selatan – Sumatera Utara

[1]     Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 467-468. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.