HARUS TENGGANG RASA PERASAAN ORANG

HARUS TENGGANG RASA PERASAAN ORANG

Presiden Tentang Rumah Mewah Astek :

Presiden Soeharto memerintahkan, Menteri Nakertrans untuk meneliti, wajar atau tidakkah pembelian rumah "mewah" bagi direksi Perum Astek (Asuransi Sosial Tenaga Kerja).

"Kalau tidak wajar, ya harus dipindahkan," kata Menteri Nakertrans Harun Zain, Kamis kemarin, selesai diterima Kepala Negara di Istana Merdeka.

Harun Zain mengatakan, Presiden Soeharto mengingatkan dalam keadaan seperti sekarang "kita harus menenggang perasaan orang." Menurut Harun Zain, dalam persoalan pembelian rumah mewah itu ia sudah memanggil Dirut Perum Astek.

Perum Astek baru-baru ini diberitakan telah membeli tiga rumah tergolong "mewah" untuk direksinya, dengan harga seluruhnya Rp 448 juta lebih. Salah satu dari ketiga itu terletak di Jalan Cendana dibeli dengan harga Rp 200 juta.

Menteri Nakertrans menjelaskan, sebenarnya Dirut Perum Astek telah mengajukan surat minta izin kepada menteri guna pembelian rumah tersebut.

Sewaktu masih dalampemrosesan Hamn Zainjatuh sakit. "Sebetulnya mereka harus menunggu, walaupun saya sakit dua bulan," ujar Harun Zain.

Ia mengatakan, adalah tidak benar kalau uang yang digunakan berasal dari iuran wajib para peserta Astek. Tapi yang dipakai untuk membeli rumah adalah dana pemerintah yang disertakan sebagai modal pada Astek yang besarya Rp 2,5 milyar.

Keputusan Tripartit

Kepada Presiden Soeharto katanya, disampaikan hasil rapat Lembaga Tripartit yang dilangsungkan 16 Februari yang dihadiri wakil pengusaha, buruh dan pemerintah.

Keputusan tersebut terdiri dari delapan pasal yang menyangkut hubungan buruh dan pengusaha setelah kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak).

Dikatakan, kebijaksanaan penyesuaian harga BBM disepakati untuk didukung secara gotong-royong secara nasional dan itu, baik oleh pemerintah, pengusaha maupun buruh.

Semua unsur tripartit supaya menjaga ketenangan dan ketenteraman kerja di sektor produksi barang dan jasa, menciptakan iklim hubungan perburuhan yang baik, serta mengusahakan pertemuan kepentingan bersama dengan musyawarah dan mufakat.

Menurut Harun Zain, pengusaha menyadari pentingnya pengertian serta ketanggapan terhadap penyesuaian perkembangan kemampuan upah buruh, di lain pihak buruh juga memahami adanya peningkatan biaya produksi yang harus ditanggung pengusaha.

"Semua pihak memahami bahwa perkembangan keadaan masih terlalu pendek, sehingga sementara ini belum dimungkinkan mengumumkan kenaikan upah secara kuantitatif."

la mengingatkan, dalam menghadapi penyesuaian upah, harus ada perhitungan secara sektoral dan regional, di samping memang ada sistem upah yang berbeda serta kemampuan pengusaha yang tak sama. Pengusaha menyadari pentingnya peningkatan uang bantuan transpor danmempertahankan mutu makanan yang biasa diberikan.

Menteri menegaskan, baik pengusaha maupun buruh dalam menyampaikan masalah yang mungkin timbul di masa mendatang, hendaknya menggunakan mekanisme peraturan/perundang-undangan yang berlaku dan forum bipartite.

Untuk ini, segera dibentuk team kecil dari Dewan Penelitian Pengupahan Nasional yang unsur­unsurnya terdiri tripartit serta kalangan perguruan tinggi yang akan ikut memberikan bahan bagi usaha penyesuaian kesejahteraan buruh dan kesinambungan produksi.

Tenaga kerja di AS Menurut Harun Zain, di laporkan pula kepada Presiden Soeharto mengenai nasib 25 orang buruh Indonesia diAS, menyusul pengumuman FBI (Badan Penyelidik Federal AS) awal bulan ini mengenai adanya buruh Indonesia yang masuk ke AS dan dipekerjakan secara tidak wajar.

Menurut Harun Zain, persoalannya sekarang sudah selesai. Sembilan dan 25 orang tersebut diizinkan bekerja kembali pada majikannya semula. Sedang yang 16 orang lagi ditampung oleh warga negara Indonesia, terutama oleh staf Konsulat RI di LOs Angeles.

Tujuh orang diantaranya ditarnpung oleh bekas penari terkenal Ny. Dewi Dja. Yang 16 orang ini tidak diizinkan atau tidak bersedia kembali bekerja pada majikannya semula. (RA)

…

Jakarta, Kompas

Sumber : KOMPAS (19/02/1992)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 1142-1144.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.