INDONESIA HARAPKAN PELUANG PASAR DAN INVESTASI JERMAN

INDONESIA HARAPKAN PELUANG PASAR DAN INVESTASI JERMAN

 

 

Bonn, Pelita

Indonesia mengharapkan perbaikan neraca perdagangan dengan Republik Federal Jerman yang selama ini tidak seimbang dan masih sangat menguntungkan Jerman. Langkah-langkah yang diharapkan Indonesia antara lain agar Jerman lebih memberi peluang pasar bagi produk-produk Indonesia, dan lebih menggalakkan investasinya di Indonesia.

Wartawan Pelita H. Azkarmin Zaini melaporkan dari Bonn semalam, hal tersebut menjadi topik utama pembicaraan para pemimpin kedua negara dalam kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto di RepublikFederal Jerman sekarang ini.

Pembicaraan puncak berlangsling antara Presiden Soeharto dengan Presiden RPJ Dr. Richard von Weizsaecker, Rabu (3/7), selanjutnya dengan Kanselir Dr Helmut Koh), Karnis (4/7) siang. Di tingkat menteri, pembicaraan berlangsung antara Menko Ekuin/Wasbang Drs Radius Prawiro dengan Menteri Ekonomi RFJ Jurgen W. Mollemann, Rabu lalu.

 

Soeharto-Weizsaecker

Mengenai pembicaraan Presiden Soeharto dengan Presiden Richard von Weizsaecker, Mensesneg Moerdiono mengungkapkan kepada wartawan, Rabu tengah malam (Kamis subuh WIB), pembicaraan membahas masalah kerjasama bilateral, regional dan internasional, yang dititik beratkan pada kerjasama ekonomi kedua negara.

Menurut Moerdiono, yang ikut mendampingi Kepala Negara bersama Menlu Ali Alatas, Presiden Soeharto mengucapkan selamat kepada Presiden RFJ atas bersatunya kembali Jerman yang sempat lama terpisah. Diharapkan, Jerman dapat memainkan peran lebih besar, khususnya bagi perkembangan ekonomi Eropa dan dunia umumnya.

Presiden Soeharto juga mengharapkan bahwa meskipun perhatian Jerman saat ini masih terpusat pada proses penyatuan negaranya sendiri, khususnya pada pembangunan ekonomi Jerman wilayah timur, hendaknya perhatian kepada Indonesia dan Asia pada umumnya tidak berkurang.

Dalam hubungan ekonomi, Kepala Negara menekankan bahwa yang dipentingkan Indonesia dan negara berkembang umumnya bukan hanya bantuan ekonomi dalam bentuk pinjaman, melainkan justru peluang pasar bagi produk­ produknya di Eropa, khususnya di Jerman.

Menanggapi harapan tersebut, Presiden von Weizsaecker mengatakan bahwa Jerman yang telah bersatu memang diharapkan dapat membawa perkembangan positif bagi ekonomi dunia umumnya. Menurut Moerdiono, Presiden RPJ berjanji bahwa Jennan akan berjuang agar dengan terbentuknya pasar tunggal Eropa tahun depan, Eropa akan merupakan wilayah terbuka dan barang-barang dari negara lain yang masuk ke Eropa, khususnya ke Jennan, tetap lancar.

Presiden von Weizsaecker juga menyampaikan penghargaan yang tinggi atas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup pesat, khususnya menyangkut upaya mengurangi tingkat kemiskinan. Ia juga menghargai upaya-upaya Indonesia dalam menyelesaikan konflik-konflik regional di wilayah Asia, dan mengharapkan agar konflik di Kamboja dapat diselesaikan dengan baik dan secepat mungkin.

 

Radius-Mollemann

Upaya meningkatkan hubungan perdagangan kedua negara juga dibahas dalam pembicaraan Menko Ekuin/Wasbang Radius Prawiro yang didampingi Menristek Prof B.J. Habibie, dengan Menteri Ekonomi RFJ Jurgen W. Mollemann.

Menurut Radius, selama ini Indonesia banyak sekali mengimpor peralatan­ peralatan yang dipergunakan sebagai barang modal, baik oleh pemerintah maupun swasta. Ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan neraca perdagangan kedua negara, yang lebih menguntungkan Jennan. Karena itu, diupayakan agar Indonesia dapat lebih banyak memasok barang-barang produksinya ke Jerman, terutama untuk memenuhi kebutuhan rakyat Jerman di wiIayah timur.

“Hal ini ditanggapi dengan baik. Karena titik perdagangan di Jerman terletak di sektor swasta maka untuk itu sektor swasta perlu makin digerakkan untuk melakukan penetrasi pasar agar barang-barang yang dihasilkan Indonesia mampu bersaing,”ujar Radius.

Dikatakan, di Jerman bagian timur terdapat alat-alat produksi  yang bisa dimanfaatkan dengan bimbingan teknisi dari Jerman bagian barat. Untuk itu, Indonesia menyampaikan kebutuhannya akan kapal keruk kiranya dapat dibuat secara bersaing di Jerman wilayah timur dengan bantuan ahli dari wilayah barat.

“Pemerintah Jerman akan mempelajari kebutuhan kapal keruk yang dibutuhkan Indonesia, karena masalah ini bermanfaat tidak hanya bagi Indonesia, melainkan juga bagi Jerman sendiri. Untuk itu, tendernya dilakukan secara terbatas di Jerman,”kata Radius Prawiro.

Mengenai investasi diungkapkan, penanaman modal asing di Indonesia tahun 1990 mencapai 8,7 miliar dolar AS. Dibanding dengan negara-negara lain, investasi Jerman di Indonesia hanya menduduki peringkat ke-16.

“Bagi Jerman yang tahun 1990 merupakan negara eksportir terbesar di dunia, jumlah investasi ini merupakan hal yang tidak wajar. Maka Jerman kita undang untuk lebih memberi perhatian pada penanaman modalnya di Indonesia, mengingat Indonesia sangat memerlukan lapangan kerja dan membutuhkan peningkatan kapasitas industri untuk keperluan ekspor. Jika banyak investor Jerman di Indonesia, kita yakin akan banyak barang yang dapat dihasilkan bagi keperluan ekspor. Hal ini mendapat perhatian dari pemerintah Jerman,”kata Radius.

Untuk itu, akan dilakukan pembicaraan dengan kalangan usahawan Jerman sehingga kepada mereka dapat disampaikan informasi-informasi mengenai langkah­ langkah yang dilakukan Indonesia tahun 1991. Sebaliknya, demikian Radius, juga diperoleh keterangan tentang penyebab penanaman modal Jerman di Indonesia secara keseluruhan, bila dihitung sejak awal (167) hingga sekarang, hanya menduduki peringkat ke-7 (khusus tahun 1990 bahkan peringkat ke-16).

 

Hambatan Nontarif

Selanjutnya pembicaraan Radius-Mollemann juga menyinggung soal kebebasan perdagangan internasional, khususnya cara-cara Eropa untuk mengurangi hambatan perdagangan, adanya hambatan nontarif,dan sistem kuota. Ini perlu segera dikurangi agar akses pasar pada Jerman bisa lebih baik.

Reaksi Jerman mengenai hal ini, menurut Radius, sangat tergantung pada penyelesaian Putaran Uruguay yang saat ini tengah giat melakukan pembicaraan­ pembicaraan. “Apabila ini tercapai, diharapkan perdagangan internasional dapat dilakukan lebih bebas dan ini bermanfaat baik bagi negara-negara berkembang”, ujar Radius.

Dikatakan, mereka juga membicarakan beber apa proyek, antara lain proyek perlistrikan dan perkapalan. Proyek perlistrikan sangat penting bagi Indonesia, dan saat ini dengan Jerman sedang dibincangkan proyek litrik di Ombilin, Sumatera Barat. Di bidang perkapalan, khususnya pembuatan lima kapal bagi wilayah Indonesia bagian timur, prosesnya kini tinggal menunggu persetujuan dari kedua pemerintah.

 

Sekitar 3,9 Miliar Mark

Sebegitu jauh, tidak diperoleh data lebih rinci mengenai hubungan ekonomi kedua negara, dari pihak Indonesia. Sementara itu data yang diperoleh Pelita berdasarkan catatan Jawatan Statistik Federal Jerman di Wiesbaden menyebutkan, volume perdagangan kedua negara dalam lima tahun terakhir meningkat nilainya sekitar 60 persen, dari 2,5 miliar Mark Jerman (1986) menjadi 3,9 miliar (1990). Penanaman modal swasta Jerman di Indonesia, menurut catatan tersebut berkisar  18 juta Mark (1990).

Nilai keseluruhan-perdagangan Jerman-Indonesia tercatat 2.843,8 juta DM (Deutsch Mark) (1989), meningkat 36,8 persen menjadi DM 3.889,9 juta (1990). Pada masa yang sama impor Jerman dari Indonesia naik 24,4 persen dari DM 1.1827 menjadi 45,6 persen dari DM 1.661,1 juta (1989) menjadi DM 2.418 juta (1990).

Impor Jerman dari Indonesia tahun 1990 terutama mencakup pakaian (21,7 persen ), mesin-mesin (41,1 persen), komponen mobil (13,5 persen), produk kimia (15,4 persen), barang-barang elektronik (12,1 persen), veneer dan kayu lapis (6,8 per-sen), serta kopi (6,6 persen). Selebihnya, dalam jumlah lebih kecil antara lain minyak dan lemak nabati untuk pangan, biji tembaga, barang dari kayu, karet, guttapercha, balata, rempah-rempah, minyak dan lemak untuk keperluan teknik, cokelat kayu bangunan, kayu potong, barang-barang dari bahan sintetik, logam campuran besi, kulit, tembakau mentah, sayuran dan buah kaleng, timah, dan teh.

Sebaliknya dari Jerman, Indonesia mengimpor terutama mesin-mesin, kendaraan bermotor dan komponennya ,barang-barang elektronik, barang-barang kimia (bahan sintetik dan produk farmasi), kendaraan asli barang dari besi, barang mekanik halus dan optik, produk gilasan, bahan bangunan mineral, serta kertas dan karton.

 

Acara Padat

Seperti pada hari pertama kunjungan, acara kenegaraan Presiden Soeharto pada hari kedua, Kamis (4/7), juga sangat padat.

Pukul 09.00 (14.00 WIB), Kepala Negara menerima Menlu RFJ, Hans-Dietrich Genscher, yang juga Wakil Kanselir Republik Federal Jennan. Pertemuan berlangsung di Wisma Tamu Negara Petersberg, tempat bermalam Presiden Soeharto dan rombongan, yang terletak di puncak bukit sekitar 15 kilometer, dari pusat kota Bonn.

Dalam pertemuan tersebut, Presiden didampingi Mensesneg Moerdiono dan Menlu Ali Alatas. Selanjutnya Presiden Soeharto mengunjungi Tugu Peringatan Korban Perang dan Tirani di Nordfriedhof. Di sini Kepala Negara didampingi Kepala Staf Angkatan Bersenjata RFJ dan disambut Pasukan Kehonnatan RFJ, sementara korps musik mengumandangkan lagu-lagu.

Di depan monwnen, Presiden Soeharto meletakkan karangan bunga dan mengheningkan cipta dengan iringan lagu Lied von Kameraden.

Dari Nordfriedhof, Presiden langsung menuju Bundeskanzleramt (Kantor Kanselir RFJ), dan melakukan pembicaraan resmi dengan Kanselir Republik Federal Jerman, Dr Helmut Kohl.

Usai pembicaraan resmi, dilangsungkan jamuan santap siang di Palais Sehaumburg, yang diselenggarakan Kanselir Hehnut Kohl untuk menghonnat Presiden RI.

Tanpa selang waktu istirahat, usai menghadiri jamuan santap siang, Presiden Soeharto langsung menuju Bundestag (Gedung Parlemen). Di tempat itu telah menunggu Ketua Parlemen RFJ, Prof Dr Ny. Rita Suessmuth. Presiden Soeharto diperkenalkan kepada ketua-ketua fraksi dan anggota parlemen lainnya, dilanjutkan dengan pertemuan Presiden Soeharto dengan Ketua Parlemen RFJ.

Selesai pertemuan singkat dengan Ny. Rita Suessmuth, Presiden kembali ke Wisma Tamu Negara. Di sini telah menunggu pula para wakil partai-partai politik Jerman, yang selanjutnya diterima Kepala Negara satu per satu. Mereka adalah Ketua Partai SPD (Sosial Demokrat) Bjorn Engholm, Ketua Komisi Luar Negeri di Bundestag Dr Sterchendari CDU (Partai Demokra tKristen) dan Ketua FDP (Partai Demokrat Liberal), GrafOtto Lambsdorf Hanya sempat beristirahat sekitar satu jam, Presiden mengunjungi KBRI untuk menghadiri pertemuan dengan masyarakat Indonesia di Jerman sekaligus makan malam bersama.

 

Acara Ny. Tien Soeharto

Sementara itu bagi Ny. Tien Soeharto disediakan acara tersendiri yang berlangsung sejak pagi hingga petang. Bertolak dari Bonn dengan naik helikopter, Ny. Tien dan rombongan ibu-ibu mengunjungi Bundesgartenschau Dortmund 91 (Pameran Bunga Dortmund 91) di kota Dortmund.

Selanjutnya rombongan menuju Turm Restaurant (restoran berputar) di menara TV untuk santap siang, mengunjungi gereja Katolik Dom, dan meninjau pabrik lampu kristal Christoph Palme di Rneinbach.

 

Menuju Berlin

Menurut rencana, Jumat pagi ini Presiden Soeharto dan rombongan mengakhiri kunjungan resmi di Bonn, kota kelahiran komponis besar Beethoven yang kini masih merupakan kota pusat pemerintahan Jennan, menuju Berlin yang sudah ditetapkan untuk menjadi ibu kota Jennan Bersatu.

 

Lestarikan Rutan Tropis

Sementara itu dalam pidatonya pada jamuan santap siang di Palais Schaumburg, Kamis siang (45/7), Presiden Soeharto antara lain mengharapkan Jerman dan negara­ negara maju meningkatkan peran dalam melestarikan hutan tropis, terutama di Indonesia, karena hal itu bermanfaat bukan hanya bagi kepentingan rakyat melainkan juga bagi dunia, khususnya menjamin kelestarian iklim di bumi.

Selanjutnya Kepala Negara. menjelaskan panjang lebar manfaat hutan tropis bagi rakyat, dan upaya Indonesia selama ini untuk melestarikannya. “Seyogyanya kita mulai menghadapi lebih mantap salah satu tantangan terbesar pada masa sekarang, yaitu terancamnya  alam dan sumber daya di seluruh dunia,” kata Presiden Soeharto.

Sejalan dengan ajakan tersebut, Kanselir Helmut Kohl dalam pidatonya menyatakan, Jerman ingin aktif memelihara hutan tropis terbesar yang terletak di Indonesia, sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik dan dilestarikan.

Helmut Kohl juga menjanjikan peran aktif Jerman dalam kerja sama bioktekno logi, penelitian bahan mentah, serta teknologi penerbangan dan ruang angkasa, sebagai upaya menciptakan landasan bagi proyek industri bersama kedua negara. Dalam hubungan ini, Kanselir Jerman itu, memuji pemrakarsa kerjasama tersebut yaitu, Prof B. J. Habibie yang dijuluki sebagai “sahabat baik Jerman.” (SA)

 

Sumber : PELITA(05/07/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 452-458.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.