KENDALl INFLASI DI TANGAN SEMUA PELAKU EKONOMI 

KENDALl INFLASI DI TANGAN SEMUA PELAKU EKONOMI [1]

 

Oleh Asep Faturahman

Yogyakarta, Antara

Menkeu Mar’ie Muhammad dan Menpen Harmoko beberapa hari lalu menyatakan tekad pemerintah untuk mengerahkan segala daya agar tingkat inflasi dapat selalu dikendalikan. Pemerintah bertekad menekan tingkat inflasi tahun initetap dibawah dua digit.

Presiden Soeharto telah menginstruksikan kepada semua menteri untuk secara terpadu dan bahu-membahu turut aktif menekan laju inflasi agar pada akhir tahun ini tingkat inflasi tetap satu digit. Tekad itu dapat dimengerti karena di tengah gencamya kegiatan pembangunan, pengendalian inflasi merupakan salah satu tindakan penentu untuk memeratakan pendistribusian hasil-hasil pembangunan.

Pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Drs. Wihana Kiranajaya, MA mengemukakan semaju apapun basil pembangunan apabila dibarengi dengan tingkat inflasi yang tinggi akan menciptakan suasana serba “sulit” lebih-lebih bagi golongan rakyat rniskin.

Menurut dia, tingkat inflasi pada hakekatnya ditentukan oleh hukum “permintaan dan penawaran” yang melibatkan seluruh pelaku ekonomi.

Oleh karena itu, pengendaliannya selain memerlukan kesungguhan pemerintah juga keterlibatan semua pelaku ekonomi, karena kendali tingkat inflasi berada di tangan semua pihak yang terkait itu. Bahkan dalam suatu waktu, pemerintah dapat berada pada posisi tidak berdaya, yakni saat ketidakseimbangan permintaan dan penawaran demikian tinggi, sementara dana subsidi untuk menyeimbangkannya sangat terbatas.

Dalam kasus seperti itu peran para pelaku ekonomi seperti pengusaha, buruh dan masyarakat pada umumnya sangat menentukan, tandasnya.

Sudah Tinggi

Mengomentari tingkat inflasi yang hingga akhir April 1993 mencapai 6,59 persen, Wihana menyatakan apabila pemerintah mentargetkan inflasi pada akhir tahun dapat ditekan dibawah dua digit, maka tingkat inflasi yang sekarang sudah cukup tinggi.

Menurut dia, sebenarnya “shock” itu muncul terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), listrik dan gaji pegawai negeri menjelang Lebaran, sehingga mendorong kenaikan harga barang-barang kebutuhan.

“Di tengah naiknya harga-harga tersebut, masyarakat membelanjakan uangnya secara besar-besaran untuk merayakan lebaran. Sementara suplai barang pada saat itu tidak terlalu lancar akibat terjadinya bencana banjir yang mendorong harga-harga makin membumbung, “katanya.

Implikasinya yang perlu dipahami adalah tingkat inflasi yang terjadi pada setiap kuartal tidak akan selalu sama seperti pada kuartal pertama tahun ini yang mencapai 6,44 persen.

Pada kuartal mendatang hal itu tidak akan terulang asal semua pelaku ekonomi, juga pemerintah, tidak melakukan tindakan yang akan mendorong terjadinya kembali “gejolak”seperti itu.

“Memang tidak semua kejadian bisa diantisipasi sebelumnya seperti bencana alam, menguatnya mata uang jenis pinjaman luar negeri, dan hal-hallain di luar jangkauan kemampuan kita,” ujarnya.

Namun yang terpenting, katanya pula, masyarakat terutama para pengusaha kaya, perlu menghindari tindakan-tindakan di luar kebijakan pemerintah. Konglomerat merniliki kewajiban moral kepada negara untuk menjamin lancarnya suplai barang-barang kebutuhan dengan harga yang wajar dan stabil.

Pelarian Modal

Ia mengakui,apabila in:flasi di dalam negeri makin tinggi dapat membuka peluang larinya modal ke luar negeri. Sebab, kalau inflasi tinggi, suku bunga riil yang akan didapat para pemilik modal akan rendah.

“Dilihat dari sudut itu, sangat logis apabila para konglomerat Indonesia melirik Cina sebagai tempat investasi, disamping kemungkinan menjanjikan keuntungan lain seperti fasilitas yang lebih mudah dan upah buruh yang lebih rendah,” paparnya.

Menurut dia, gejala seperti itu harus segera diantisipasi sebab jika dibiarkan akan mengurangi aset dalam negeri yang pada gilirannya akan mempertinggi tingkat intlasi serta memperbesar ketimpangan antara si kaya dan si miskin.

Sebelum hal itu meluas, pemerintah harus menerapkan kebijakan baru untuk lebih mempermudah investasi didalam negeri, dengan menghapuskan liku-liku birokrasi yang tidak efisien.

“Bila itu tidak mempan, terpaksa pemerintah harus mengambil tindakan pencegahan seperti mengontrol transfer modal ke luar negeri atau menaikkan pajak,” katanya.

Disamping itu, kata dia, dana yang dimiliki pemerintah sendiri harus dihemat seefisien mungkin dengan mengendalikan dan menyeleksi proyek-proyek yang benar­ benar ekonomis serta menghapuskan proyek-proyek yang tidak ekonomis.

Hal lain yang juga dapat dilakukan pemerintah yaitu meninjau kembali struktur harga-harga komoditi yang dikuasainya seperti semen, pupuk, serta bahan bangunan yang sangat besar pengaruhnya terhadap indeks harga konsumen.

Bila itu masih terlalu tinggi dari harga jual yang seharusnya, maka sebaiknya segera diturunkan pada tingkat yang paling efisien, katanya. Namun, semua kebijakan tersebut, kata dia, baru mempunyai makna dan dampak yang cukup berarti dalam mengendalikan tingkat inflasi, bila didukung, difahami, dan diJaksanakan oleh semua pihak dengan niat menciptakan pemerataan dan kestabilan ekonomi, demikian Wihana Kiranajaya.

(U/ykt-pk-Ol/TYKT-001/EU03 / 14.00)

Sumber: ANTARA(ll /05/1993)

_________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 431-433.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.