KEPALA SUKU WAMENA DITERIMA KEPALA NEGARA
Presiden Soeharto hari Sabtu di Bina Graha menerima Kepala Suku Wamena, Irian Jaya, Silo Sukarno Doga. Menurut penerjemahnya, kunjungan Kepala Suku Wamena ini adalah untuk menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Kepala Negara atas segala kegiatan pembangunan yang telah dilaksanakan di Irja, khususnya di Wamena, dan mengharapkan supaya lebih banyak lagi yang dibuat di masa-masa mendatang.
Tidak mengenakan pakaian aslinya, tapi celana panjang dan baju lengan panjang berbunga-bunga walaupun tanpa alas kaki, Kepala Suku Wamena dengan penuh hormat menyalami Presiden Soeharto ketika memasuki ruang kerja Kepala Negara.
Kepada Presiden, ia lalu menyerahkan sebuah kampak batu sambil mengucapkan beberapa patah kata. Oleh penerjemahnya diartikan bahwa Silo Doga secara simbolis ingin meninggalkan cara-cara sukunya yang tradisional, dan bersedia menerima caracara pembangunan yang lebih sesuai tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya mereka.
Tapi, ketika Presiden Soeharto menanyakan cara apa yang ia kehendaki dalam pelaksanaan pembangunan di Wamena, Kepala Suku itu tidak menjawabnya langsung. Ia terlebih dahulu berpaling kepada para wartawan foto yang ingin mengabadikannya seraya menunjuk dan berkata.
“Saya mau bicara kalau orang-orang itu disuruh pergi dulu.” Dan para wartawan yang diusir itu pun terpaksa keluar.
Sukarno?
Ketika keluar pun ia tidak bersedia diwawancarai pers. Tapi setelah dipancing-pancing, akhirnya ia terjebak juga dan berusaha memberikan beberapa jawaban melalui penerjemahnya.
Dikatakan, ia senang sekali bisa bertemu dengan Presiden Soeharto. Kepala Negara menanyakan kepadanya mengenai nasib domba yang pernah disumbangkan untuk orang-orang Wamena guna membantu meningkatkan kesejahteraan mereka.
Mengenai nama Sukarno yang digunakannya, menurut Kepala Suku Wamena itu, diperolehnya dari bekas Presiden Soekarno. Ketika masa Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) untuk pengintegrasian Irian Barat ke wilayah RI, ia diundang Presiden Soekarno ke Jakarta dan diberi nama Soekarno.
Tapi ketika wartawan berusaha menanyakan kepadanya lebih banyak lagi. kepala suku Wamena itu menjadi marah-marah.
“Presiden Soeharto telah menerima saya dengan baik sekali, dengan penuh ramah tamah dan hati yang tulus ikhlas. Tapi kalian anak-anak, banyak sekali bertanya. Saya ini orang tua (sambil memegang jenggotnya yang putih), capek saya, pusing saya kalau kalian banyak tanya.”
Melihat kepala suku yang menjadi marah itu, para wartawan pun lalu merninta kepada penterjemah yang juga menjadi agak rikuh itu untuk menyampaikan permintaan maaf karena telah mengganggu.
Setelah kepadanya disampaikan permintaan maaf itu, orang tua yang penuh kesederhanaan dan sangat lugu itu langsung mengulurkan tangannya menyalami wartawan satu per satu. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (28/06/1987)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 156-157.