KOBARKAN TERUS SEMANGAT KEBANGSAAN I

KOBARKAN TERUS SEMANGAT KEBANGSAAN I

 

 

Masyarakat Sambut Meriah Pawai Lintasan Sejarah

 

 

PRESIDEN:

Presiden Soeharto mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk terus mengobarkan semangat kebangsaan.

“Mari kita kobarkan semangat kebangsaan dan persatuan guna membangun bangsa ini dan kalian generasi muda, kobarkan semangatmu. Sebab dari tangan kalianlah diharapkan kejayaan bangsa di masa depan,” demikian seruan Kepala Negara ketika memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-77 yang berlangsung di Silang Monas, Senin kemarin.

Menurut Presiden, semangat kebangsaan harus dihidupkan terus karena bukan suatu azimat yang tidak bisa pudar. Lebih-lebih dalam alam pembangunan tantangan keterbelakangan tidak selamanya tampak nyata.

Berbeda dengan jaman penjajahan dulu perjuangan sudah jelas menghadapi musuh sehingga semangat kebangsaan mudah dikobarkan.

Dikatakan, semangat kebangsaan itu tidak berarti meniadakan kebhinekaan Justru sebaliknya, keanekaragaman yang ada harus dipandang sebagai kekayaan sekaligus keindahan dan kekuatan bangsa Indonesia.

“Biarlah kita tetap terdiri dari suku-suku, biarlah kebudayaan daerah yang indah itu tetap berkembang, biarlah kita tetap menikmati pesan luhur dari adat istiadat dan biarlah kita memeluk agama-agama besar yang diturunkan Tuhan,” tegas Kepala Negara, seraya mengingatkan bahwa tekad bersatu dalam kebhinekaan itu yang membawa bangsa ini keluar dengan selamat dari berbagai gejolak politik, kegelisahaan sosial dan kemerosotan ekonomi di masa lalu.

Diakui Presiden, semangat kebangsaan itu memang kadang-kadang surut. Tetapi pada saat yang menentukan tegak atau runtuhnya bangsa, semangat itu akan tampil dengan tegar. ltulah sebabnya semangat kebangsaan dan persatuan perlu terus dihidupkan guna menghindari bennacam-macam gejolak.

Dengan demikian bangsa Indonesia dapat benar-benar berkembang dan tumbuh menjadi bangsa yang kukuh, kuat dan jaya.

Kerja keras

Presiden menunjuk semangat kebangsaan pada masa kini perlu dicurahkan melalui kerja keras, prestasi masing-masing di segala bidang.

Semuanya itu antara lain ditampilkan dalam peningkatan produksi pangan, penggalian kekayaan alam, pembangunan jalan raya, penguasaan iptek, prestasi olahraga dan kehidupan pers.

Pada awal pidatonya, Presiden Soeharto secara panjang lebar menjelaskan awal lahirnya gerakan Boedi Oetomo 20 Mei, 77 tahun yang lalu hingga melahirkan Kemerdekaan Nasional tahun 1945.

Dilukiskan selama periode itu perjuangan bangsa memang hebat dan nyala apinya berkobar dari ujung ke ujung Tanah Air. Ia menyebut nama-nama Cut Nya Dhien, Imam Bonjol, Diponegoro dan banyak lagi lainnya merupakan pahlawan besaryang gagah berani. Meski akhirnya mereka dikalahkan musuh, bukan karena kalah semangat, tetapi kalah siasat.

“Musuh menggunakan senjata modern dan siasat adu domba sementara perjuangan para pahlawan kita telah menanamkan benih kebangsaan dalam dada rakyat Indonesia”, tuturnya.

Jika perjuangan pada jaman itu belum mencapai hasil, disebabkan perjuangan mereka masih bersifat kedaerahan dan karenanya sejak hari Kebangkitan Nasional sifat kedaerahan itu ditinggalkan, kemudian melahirkan Sumpah Pemuda 28, selanjutnya mencapai puncak keberhasilan Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945.

Sejarah menunjukkan perjuangan bangsa memang memerlukan waktu panjang. Demikian juga untuk memantapkan Pancasila juga memerlukan waktu sekitar 40 tahun sejak tahun 1945 sebelum Pancasila dijabarkan tahun 1978 menjadi P4 sebagai pedoman pelaksanaannya bagi kehidupan sehari­hari.

Kini Pancasila sedang dimantapkan sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, demikian Presiden.

Sampai Ke Pelosok

Sebelumnya, Menteri Penerangan Harmoko, selaku Ketua Umum Peringatan Hari Kebangkitan Nasional melaporkan, kegiatan peringatan ini di selenggarakan sampai ke pelosok di seluruh tanah air.

Menpen mengutip ide Dr Sutomo yang mengemukakan, “Cita-cita Indonesia mulia tidak akan terhalang, tidak akan berhenti. Tujuan memuliakan bangsa tidak berhenti, walaupun seandainya bangsa kita sudah merdeka. Masih harus abadi, masih harus terus berbakti kepada Ibu Pertiwi Kita, dengan bekerja keras tanpa mengharapkan balas jasa”.

Ide tersebut, menurut Menpen masih aktual untuk kurun waktu sekarang dan mendatang.

Pawai Lintasan Sejarah

Peringatan hari Kebangkitan Nasional yang dipusatkan di Silang Monas Jakarta itu, diakhiri dengan pawai lintasan sejarah RI dengan menggunakan kendaraan hias.

Di mulai dari Silang Monas menyusuri Jalan Thamrin sampai bundaran Hotel Indonesia dan kembali ke Monas.

Pawai itu mendapat sambutan meriah puluhan ribu orang yang datang dari berbagai penjuru Jakarta dan sekitarnya. Masyarakat Ibu kota sudah berada di sepanjang Jl. Thamrin, Jenderal Sudinnan dan sekitar Monas pada pukul 10.00 WIB sesuai jadwal yang ditetapkan Panitia.

Pawai lintasan sejarah itu, menggambarkan tujuh periode sejarah bangsa yakni periode kejayaan. periode penjajahan, periode kebangkitan nasional periode kemerdekaan, periode tantangan dan ancaman, periode harapan.

Pawai diawali dengan menampilkan tari kehidupan dengan lambang Matahari, Bulan dan Pohon. Barisan ini didahului oleh 5 pemuka agama yang ada di Indonesia.

Adegan masa kejayaan menampilkan kendaraan hias yang menggambarkan kejayaan kerajaan Kutai dan Tarumanegara dengan raja Purnawarman, didampingi permaisuri, hulu balang dan seorang pendeta Hindu menghadap prasasti tugu.

Masa kejayaan kedua ditampilkan melalui kendaraan hias berbentuk perahu Sriwijaya yang menggambarkan kejayaan Sriwijaya sebagai negara Kerajaan Bahari dengan raja Dapunta Hyang Jayanaga didampingi permaisuri, dayang-dayang dan maha menteri.

Masa kejayaan ketiga mengungkapkan kejayaan Majapahit dengan menampilkan kendaraan hias berupa kereta kencana dengan raja Hayam wuruk bersama seorang permaisuri, dayang-dayang dan pengawal.

Kendaraan hias kerajaan Majapahit diikuti rapat oleh kendaraan hias yang bagian mukanya menggambarkan kepala Gajah Mada. Kendaraan ini berhenti sejenak dan seorang yang berperan sebagai Gajah Mada mengikuti narasi ”Sumpah Palapa”.

Bagian masa kejayaan ditutup dengan kendaraan hias berbentuk mesjid Demak. Kendaraan hias ini menggambarkan kejayaan Islam pada masa permulaan masuknya Islam di Indonesia.

Adegan berikutnya menggambarkan masa penjajahan diawali dengan kendaraan hias yang mengungkapkan semangat raja-raja dan pemimpin rakyat membela tanah air melawan kompeni. Kendaraan hias ini menampilkan patung Jan Pieter Soen Koen yang tewas terlungkup.

Dalam perjuangan melawan penjajah juga ditampilkan kendaraan hias yang melukiskan semangat kaum wanita dalam perlawanan bersenjata dan gerakan sosial dan pendidikan oleh tokoh-tokoh wanita.

Adegan Kebangkitan Nasional diawali dengan kendaraan hias yang berbentuk maket gedung STOVIA dengan lambang Boedi Oetomo. Bagian ini melukiskan gerakan awal kesadaran berbangsa dalam persatuan dan kesatuan nasional.

Kendaraan hias berikutnya merupakan maket gedung Sumpah Pemuda yang diisi oleh pemuda-pemudi yang mewakili berbagai golongan dan daerah.

Suasana pawai berhenti sejenak dan semua hadirin diminta berdiri ketika kendaraan hias yang dibalut oleh bendera Merah Putih menampilkan pemeran WR. Soepratman membawakan lagu Indonesia Raya dengan iringan biola.

Pawai masa penjajah Jepang sebagai urutan berikutnya disertai dengan barisan tentara Jepang dan penduduk Indonesia yang tertindas. Dua kendaraan hias menyertai adegan ini masing-masing menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia dan ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.

Pawai masa kemerdekaan diawali dengan kendaraan hias yang menggambarkan suasana Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Kendaraan hias ini diikuti rapat oleh kendaraan yang menggambarkan situasi Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945.

Peristiwa berdarah 10 Nopember 1945 juga ditampilkan dalam kendaraan hias yang berbentuk Hotel Oranye dengan adegan penyobekan bendera merah putih biru.

Adegan serangan umum 1 Maret 1949 juga ditampilkan pada kendaraan hias yang menggambarkan suasana perang gerilya. Diikuti oleh kendaraan hias menggambarkan kemampuan bangsa Indonesia dalam memprakarsai dan menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.

Suasana Indonesia kembali pada UUD 1945 dengan Dekrit 5 Juli 1959 ditampilkan pada kendaraan hias dalam bentuk tugu bertuliskan UUD 1945 dan buku UUD Sementara yang dicoret merah.

Peristiwa kembalinya Irian kepangkuan Ibu Pertiwi ditampilkan pada kendaraan hias dengan rumah orang Irian.

Meletusnya pemberontakan G 30 S PKI yang dapat ditumpas digambarkan melalui tarian dan kendaraan hias yang menggambarkan usaha meruntuhkan Pancasila dan Monumen Pancasila Sakti.

Bangkitnya angkatan 66 yang digambarkan melalui kendaraan hias dan suasana demonstrasi Tritura oleh KAMI, KAPPI, KAPI yang didukung oleh ABRI. Dukungan ABRI ini ditampilkan dalam bentuk kendaraan hias berbentuk panser.

Suasana penyerahan Supersemar yang mengawali lahirnya Orde Baru ditampilkan melalui kendaraan hias yang diikuti kendaraan hias menggambarkan pelantikan Jendral Soeharto menjadi Presiden RI.

Periode pembangunan menampilkan kendaraan hias yang menggambarkan keberhasilan pembangunan dan ditutup oleh kendaraan hias yang menggambarkan kemajuan-kemajuan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan.

Seluruh rangkaian pawai ini ditutup oleh kendaraan hias yang sepenuhnya dihiasi oleh bunga dengan bentuk pohon kehidupan.

Menjawab pertanyaan Suara Karya, Bagong Kussudiardjo selaku sutradara pawai lintasan sejarah mengatakan, wama harmonis sengaja diperlihatkan pada awal dan akhir pawai.

“Suasana yang demikianlah yang harus kita ciptakan. Hal itu digambarkan melalui pohon kehidupan yang membuahkan 7 nilai perjuangan bangsa yang disebut Sapta Citra,” kata Bagong.

Sementara itu, Noraini Ariffin, gadis keturunan Australia-Melayu asal Malaysia, mengatakan, bagi dia tidak menjadi masalah ikut memvisualisasi perjuangan bangsa Indonesia. la hanya memandang itu sebagai karya seni.

“Karena itu saya berusaha untuk tampil semaksimal mungkin,” ujar gadis peranakan itu.

Bagong mengatakan, pawai lintasan sejarah itu disiapkannya dalam 10 hari, dari tanggal 6 Mei sampai 16 Mei.

“Saya mengakui, pawai lintasan tersebut banyak kekurangannya, karena persiapan agak, tergesa-gesa. Namun dalam menyiapkan Itu, kami hampir tidak menemukan kesulitan yang berarti, karena didukung oleh pemain yang sudah profesional.” kata Bagong.

Pawai lintasan sejarah tersebut didukung 750 orang. Basri dari Padepokan Bagong mengatakan pendukung pawai lintasan sejarah itu berasal dari Padepokan dan Pusat Latihan Tari Bagong masing-masing 50 dan 100 orang, sedangkan selebihnya dari Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMK I), Sekolah Musik Indonesia, Teater Dinasti, ketoprak Sapta Mandala dan beberapa regu dari Korem 072 Yogyakarta.

Tarian yang dipentaskan pada pawai tersebut adalah Tari Kehidupan. Tari Jemparing, Gagah, Tari Keris. Tetak-Tepak Putri (Tari Mulatiwani) dan Tari Wira Pertiwi. (RA).

 

Jakarta, Suara Karya

Sumber : SUARA KARYA (14/05/1985)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 44-49.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.