Surakarta, 17 Juni 1998
Kepada
Yth. Bapak H.M. Soeharto
di Jl. Cendana, Jakarta
KRISIS 1965 LEBIH PARAH [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Dengan hormat
Bersama ini saya mengueapkan banyak terima kasih atas jasa dan perjuangan Bapak selama memimpin dan menyelamatkan bangsa dan negara. Semoga amal Bapak diterima Allah SWT serta selalu dikenang oleh rakyat Indonesia yang tahu sejarah bangsanya.
Saya meskipun hanya orang kecil sangat sedih melihat perjalanan bangsa ini. Semoga sepeninggal Bapak, rakyat Indonesia dapat menemukan pemimpin yang baik.
Kami selalu mohon kepada Allah SWT agar Bapak selalu diberi kekuatan dan tabah menghadapi masalah dan saya yakin Bapak dapat keluar dari krisis dengan baik.
Pak Harto, kami pereaya pada dasarnya mayoritas rakyat Indonesia masih mencintai Bapak tanpa pamrih.
Seandainya diijinkan dan situasi memungkinkan, saya akan menjabat tangan dan merangkul Bapak erat-erat untuk memberikan dukungan moril karena dalam diri Bapak masih tersimpan kekuatan luar biasa. Saya sebagai guru yang sudah 20 tahun mengabdi selalu mengajarkan kepada murid-murid ten tang eara menghormati pemimpin dan pahlawan seperti yang pemah Bapak ajarkan: Bangsa yang besar yaitu bangsa yang dapat menghormati para pemimpin dan pahlawannya.
Sebenarnya krisis ekonomi sekarang belum terlalu menekan masyarakat pedesaan. Krisis ekonomi sebelum 1965 lebih parah, namun waktu itu rakyat tidak panik sebab tidak dihasut fihak-fihak yang tidak bertanggung jawab.
Kemudian atas kelonggaran dan sedikit waktu luang untuk menerima surat, kami mengucapkan banyak terima kasih. Semoga Bapak selalu sehat wal afiat dan panjang yuswo. (DTS)
Amin
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Hormat saya,
Rakimin
Surakarta
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 181-182. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.