PM Sri Langka Tiba di Jakarta:
KTT NON-BLOK AGAR PUSATKAN PERHATIAN PADA SOAL-SOAL PEMBANGUNAN [1]
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto mengharapkan KTT Non-Blok yang akan diadakan di Sri Langka bulan Agustus mendatang memusatkan perhatian untuk menggerakkan pembangunan negara-negara yang sedang membangun. Berpidato pada jamuan kenegaraan untuk menghormat PM Sri Langka Ny. Sirimavo Bandaranaike Selasa malam di Istana Negara, Presiden mengemukakan KTT tersebut punya arti penting.
Sebab persoalan-persoalan besar yang dihadapi bangsa-bangsa yang tergabung dalam kekuatan Non-Blok justru adalah soal pembangunan ekonomi, yang merupakan perjoangan untuk memperbaiki mutu kehidupan rakyat-rakyatnya.
“Tanpa perbaikan kehidupan itu, maka belumlah tercapai tujuan akhir dari kemerdekaan politik yang telah diperjoangkan melalui jalan yang panjang dan berat”, demikian Presiden.
PM Sri Langka dan rombongannya tiba di Jakarta Selasa siang untuk kunjungan resmi lima hari. Dipastikan ia akan mengajak Presiden Soeharto hadir dalam KTT Non-Blok tersebut.
Lebih lanjut Presiden menekankan pembangunan ekonomi perlu digerakkan dengan semangat dan stamina yang sama besarnya dengan perjoangan politik untuk memperoleh kemerdekaan nasional dahulu.
“Karena itulah KTT perlu memusatkan perhatian dan membulatkan langkah bersama untuk pembangunan. Dengan solidaritas, saling percaya dan kerjasama, kita akan menolong diri sendiri; dan melindungi kepentingan-kepentingan kita terhadap kepentingan lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan perbaikan nasib kita sendiri!”.
Ia juga menunjukkan peranan besar yang dapat dimainkan negara-negara Non Blok baik diluar maupun didalam forum PBB untuk tercapainya perdamaian. Sebab perdamaian merupakan prasyarat yang tak dapat ditawar-tawar bagi terlaksananya pembangunan.
“Dalam rangka itulah saya mendukung sepenuhnya gagasan Nyonya Perdana Menteri, yang sejak lama mengumandangkan gagasan untuk menciptakan Samudera Hindia sebagai kawasan damai”, demikian Presiden Soeharto.
Ny. Bandaranaike
Dalam pidatonya pada jamuan itu, PM Ny. Bandaranaike mengingatkan betapa eratnya hubungan kedua negara, antara lain sama-sama sebagai pendiri Non-Blok dan pencetus Konperensi Asia-Afrika. Dan kinipun hal itu masih berlangsung terus, misalnya dalam perjoangan untuk mencapai harga lebih baik bagi komoditi-komoditi ekspor negara sedang berkembang serta untuk terbentuknya Tata Ekonomi Internasional Baru.
Ia juga menyatakan amat terkesan terhadap konsep ketahanan Nasional yang dikembangkan Presiden Soeharto serta menghargai segala usaha Indonesia untuk ikut menciptakan lautan Hindia menjadi “Kawasan Bebas dan Damai”, lepas dari pengaruh-pengaruh negative kekuatan-kekuatan besar. Dalam Majelis Umum PBB tahun 1951, Sri Langka merupakan sponsor sehingga tercetusnya pernyataan PBB tentang “bebasnya” Lautan Hindia tersebut.
Selesai jamuan kenegaraan, kepada PM Sri Langka dihidangkan berbagai aneka tarian Sore kemarin, ia telah beramah-tamah dengan Presiden dan Ny. Tien Soeharto di Istana Merdeka, serta menerima kunjungan kehormatan Wakil Presiden Sultan Hamengkubuwono IX dan Gubernur DKI Ali Sadikin.
Tiba Dengan Pesawat Komersiil
PM Ny. Bandaranaike dan rombongan tiba di Jakarta siang kemarin, langsung dari Kolombo. Tidak seperti kebanyakan para tamu negara lainnya yang pernah ke Indonesia, ia ternyata hanya memakai pesawat komersil biasa. Pesawat DC-8 KLM yang melayani rute Amsterdam – Jakarta via Kolombo. Tidak diperoleh keterangan mengapa ia tidak memakai pesawat perusahaan “Air Ceylon” sendiri, yang beberapa waktu juga sering tampak mendarat di Jakarta. Pesawat KLM yang dinaikinya mendarat jam 14.00 WIB tepat.
“Ia mungkin melaksanakan pola hidup sederhana dan mau menghemat”, komentar beberapa wartawan.
Sementara para penumpang biasa turun dari pintu belakang dan langsung diterima pintu-pintu bis Garuda, PM Ny. Bandaranaike lewat pintu depan. Presiden dan Ny. Tien Soeharto telah menantinya dibawah tangga pesawat, menyambutnya dengan hangat. Untuk pertama-kalinya diperkenalkan “payung kebesaran” untuk menyambut tamu, dibawa Abang Jakarta disertai Putri Jakarta dan None Jakarta.
Upacara penyambutan di Halim secara kebesaran militer dengan dentuman meriam 21 kali. Diperdengarkan lagu kebangsaan Sri Langka ”Namo, Namo, Matha” (Salam, Salam, Ibu) dan “Indonesia Raya”, serta pemeriksaan barisan oleh Ny. Bandaranaike dan Presiden Soeharto. Cuaca agak baik sekalipun matahari tidak muncul. Angin di Halim cukup keras, sampai selendang sari Ny. Bandaranaike berkibar-kibar dan topi komandan upacara, Letkol Art. Budihardjo, terjatuh.
Ny. Bandaranaike mengenakan sari warna lila dengan kembang-kembang. Sepatu, tas dan kerabunya berwarna putih. Tidak tampak ketuaan wajah pada dirinya yang berusia 60 tahun meskipun tanpa sapuan alat-alat kecantikan. Wajahnya memang menimbulkan kesan ia wanita yang keras kemauannya.
Sambutan dari masyarakat Sri Langka di Jakarta cukup besar. Tua-muda berduyun-duyun menyambutnya. Ia adalah Perdana Menteri wanita pertama di dunia. Setelah kematian suaminya karena pembunuhan politik tahun 1959 (suaminya menjadi PM Ceylon mulai tahun 1956), ia terjun dalam politik dan tahun 1960 menjadi PM sampai tahun 1965. Selama lima tahun berikutnya, ia menjadi pemimpin oposisi juga wanita pertama di dunia dalam posisi itu), sampai memenangkan Pemilu tahun 1970 dan menjadi PM lagi.
Selain menjadi PM, ia merangkap pula sebagai Menteri Pertahanan dan Luar Negeri, Menteri Perencanaan dan Perburuhan serta Menteri Pelaksanaan Pembangunan.
Sri Langka adalah negara republik, anggota Persemakmuran Inggris. Presidennya adalah W. Gopallawwa. Jumlah penduduk kini 13 juta dengan pendapatan per-kapita US$ 100pada tahun 1971. Penghasilan utamanya adalah teh, kopra, karet dan barang tambang graphite.
Rencana Perundingan
Hari kedua kunjungan PM Ny. Bandaranaike Rabu ini akan diisi dengan perundingan di Istana Merdeka dengan Presiden Soeharto. Sejauh ini belum diperoleh bahan-bahan yang akan dibahas, tapi diduga banyak berkisar pada hubungan bilateral, rencana KTT Non-Blok di Kolombo, netralisasi Lautan Hindia serta penjelasan situasi Timor Timur oleh pihak Indonesia.
Dalam persidangan PBB, Sri Langka termasuk negara-negara yang pertama ikut mengecam Indonesia dalam persoalan Timor Timur, yakni dalam Komite Dekolonisasi dan dilanjutkan pada Majelis Umum.
Menurut rencana PM Sri Langka sore ini akan ke Yogyakarta, Kamis besok ke Borobudur dan Bali. Ia kembali ke Jakarta hari Jumat, dan Sabtu sore meninggalkan Indonesia. (DTS)
Sumber: KOMPAS (21/01/1976)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 24-27.