Kepada
Yth. Bapak H. M. Soeharto
(Mantan Presiden RI)
di Jakarta
LEBIH BAIK MANDITO [1]
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Berbahagialah orang yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya (AI Hadits). Karenanya kami bersyukur mempunyai pemimpin seperti Bapak yang mempunyai umur panjang dan selalu berbuat baik terhadap umat manusia dan sekarang masih mempunyai kesempatan mandito /manunggaling kawula gusti, bersimpuh dan bersujud di hadapan Tuhan untuk menemukan perasaan yang marem ayem tentrem kadyo siniram banyu wahyu.
Bapak Soeharto yang saya cintai,
Kami teringat sejarah tatkala Prabu Kertabumi Brawijaya V turun dari singgasana Kerajaan Majapahit. Perasaan gundah gulana, gelisah selalu menyertai kehidupannya. Akhirnya ia menemukan jalan untuk Mandito/Manunggaling kawula lan Gusti/berholwah/uzlah menyingkir dari persoalan duniawiyah yang kemudian dia bersatu dengan dewan wali menyerahkan diri dalam bimbinganNya dan akhirnya meninggal dengan kesempurnaan di hadapan putranya R. Patah setelah ia memeluk Islam.
Begitu juga tatkala Rasul Muhammad Saw dalam kesendirian hampir putus asa dalam perjuangan. Ia diingatkan oleh Allah Swt agar “Bertasbih mengagungkan asma Tuhan dan termasuk orang-orang yang sujud/beribadah kepada-Nya sampai ajal menjemputnya”.
Karena tidak ada jalan lain yang terbaik agar Bapak kiranya menyempurnakan niat untuk Mandito/manunggaling kawula lan Gusti/bersimpuh dan bersujud di hadapan-Nya agar sampai pada kesempurnaan hidup.
Demikian sumbang saran saya semoga akhir perjalanan Bapak bersama para rasul, para nabi, para pejuang dan para kekasih Allah untuk menuju keridlaan-Nya. (DTS)
Moh al Amin Ranuwiharjo
Ketua Padepokan Raudlatul Ulum
Klinterejo – Sooko Mojokerto
Jawa Timur
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 522-523. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.