Banyumanik, 29 September 1998
Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di Jl. Cendana Jakarta
LIHATLAH DENGAN KACA MATA SEORANG BEGAWAN [1]
Dengan hormat,
Bersama ini kami sampaikan duka yang dalam atas kejadian kejadian yang menimpa keluarga Bapak Soeharto. Sejak bergulirnya yang disebut Reformasi, Bapak sebagai mantan presiden tidak ada lagi harganya di mata rakyat. Bapak yang selama Orde Baru malang melintang untuk mengentaskan apa yang disebut pembangunan sirna sudah. Sekarang tinggal kenangan yang pahit. Di mana-mana banyak rakyat kita yang menghujat dan mencaci maki atas keburukan kepemimpinan Bapak selama jadi presiden.
Bapak Soeharto yang kami cintai jangan bersedih atas kejadian yang selama ini menimpa pada diri Bapak, dan jangan pula lupa atas Tuhan yang selalu membawa keadilan. Kami ini orang desa yang hanya bisa melihat apa yang terjadi di negeri ini dari layar TV tetangga. Kata bapak negeri ini kaya raya dan makmur tapi hidup bangsa kami ternyata masih di bawah kemiskinan. Bapak dapat lihat indahnya sawah-sawah tetangga kami yang hijau. Tapi itu hanya segelintir orang yang punya dan dapat menikmati. Kami orang desa yang hanya mengandalkan tenaga ternyata lebih nyaman daripada Bapak yang kaya raya kata orang (reformasi). Tapi lupakanlah semuanya itu karena semua tidak berarti menyelesaikan masalah. Sekarang ini Bapak harus terlepas dari tuduhan-tuduhan yang menyudutkan Bapak, tentang Nepotisme, Kolusi, Korupsi.
Bapak yang kami cintai jangan cemas mengatakan sesuatu yang benar tentang diri Bapak. Bapak sekarang harus dapat melihat dengan kaca mata seorang begawan yang mana kawan dan yang mana lawan. Kami tidak akan memusuhi diri Bapak seorang tapi kami simpati atas keberanian yang dilakukan atas arus yang menekan diri Bapak. Bapak, kami tak pernah mengenal diri Bapak yang sesungguhnya tapi kami sangat simpati dan serius terhadap Bapak. Apabila bangsa kami akan menyita harta dan kekayaan yang dimiliki Bapak, sampai semua tak tersisa kami yang miskin ini tak akan membiarkan Bapak yang terhormat mati sia-sia. Karni sanggup menghidupi keluarga Bapak walau hanya makan dengan nasi dan sambal. Bapak Soeharto kami sungguh-sungguh ingin dapat membantu kesulitan yang dihadapi keluarga Bapak yang sulit ini. Bila Bapak berkenan kami mohon surat kami ini dibalas agar kami orang yang lugu ini dapat lega dan tenang. Dan apabila Bapak butuh bantuan kami siap datang ke Jakarta walau kami harus menjual kambing kami. Dan jangan khawatir kalau biaya yang harus kami tanggung minta diganti Bapak. Terima kasih atas perhatian Bapak yang terhormat. (DTS)
Wassalam
Adam
Semarang – Jawa Tengah
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 55-56. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.