Lima Kali Bermimpi

Bandung, 27 Juni 1998

Kepada

Yth. Bapak Soeharto

Mantan Presiden RI

Di Jakarta

LIMA KALI BERMIMPI [1]

 

Assalamu’alaikum wr. wb.

Pertama-tama saya mohon maaf kepada Bapak apabila (terkejut membaca surat ini. Saya, orang desa, ingin menyampaikan sesuatu yang sudah lama terpendam di hati. Semenjak menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi hingga sekarang, sudah lima kali saya bermimpi berjumpa dengan Bapak. Pertama, saya bermimpi pada tahun 1989 saat menempuh pendidikan semester tujuh. Mimpi saat itu adalah Bapak memerintahkan Wakil Presiden untuk melayani saya dalam sesuatu hal yang saat itu tidak jelas apa isi perintah Bapak.

Kedua, pada suatu hari Bapak dengan pakaian yang sangat sederhana berjumpa dengan saya pada sebuah rumah di desa tempat saya tinggal saat itu. Bapak memanggil masyarakat untuk santap makan bersama di tempat Bapak beristirahat di desa saya. Hal ini terjadi pada tahun 1990.

Ketiga, saya bermimpi dengan Bapak dalam suatu forum akbar di lapangan. Ternyata hal ini terbukti pada saat Bapak membuka Muktamar Muhammadiyah di Banda Aceh. Kebetulan saya menjadi panitia seksi tamu saat itu di VIP B. Saya sempat melihat Bapak bersama Almarhum Ibu negara.

Keempat, saya melihat Bapak berfoto bersama salah seorang keluarga saya. Ternyata hal ini juga terbukti pada tahun 1996. Sepupu saya yang sedang menempuh pendidikan di Mesir mengirimkan foto bersama Bapak dengan pakaian ikhram dan tangan Bapak di foto itu berada di atas paha adik saya. Poto itu sekarang dikoleksi di rumah saya di Banda Aceh.

Kelima, saya bermimpi menyaksikan gempa bumi di negara kita sehingga Bapak pergi ke suatu tempat memanggil saya. Mimpi ini terbukti dengan meninggalnya Ibu Tien Soeharto. Saat itu saya mengetik ucapan bela sungkawa.

Kisah ini semua terjadi pada saya, percaya atau tidak ini saya alami. Allah melihatnya. Keinginan saya berjumpa dengan Bapak sudah sangat lama, akan tetapi itu bukan hal yang mudah. Semua keinginan itu saya pendam, dengan prinsip Kalau Allah mengizinkan pasti saya bertemu dengan Bapak Soeharto.

Sekarang Bapak tidak lagi sebagai Presiden RI. Keinginan saya berjumpa dengan Bapak belum pernah pudar. Saya sekarang tidak di Banda Aceh, tetapi di Bandung sedang meniti karir demi masa depan saya dan keluarga serta bangsa dan negara. Melalui surat ini sekali lagi saya ingin sampaikan bahwa saya pengagum Bapak dalam memimpin bangsa ini. (DTS)

Wassalam,

Ridwan Usman

Bandung – Jawa Barat

[1]       Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 551-552. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.