MASIH ADA BIBIT GANGGUAN KEAMANAN DI DAERAH

MASIH ADA BIBIT GANGGUAN KEAMANAN DI DAERAH

 [1]

 

Jakarta, Suara Karya

Presiden  Soeharto mengingatkan bahwa masih ada bibit-bibit gangguan keamanan pada tingkat daerah sehingga perlu dijalin kerja sama yang erat antara ABRI, instansi sipil dan kepemimpinan masyarakat lokal.

Hubungan fungsional ketiga jenis kepemimpinan ini dalam masa damai dan darurat, lanjut Kepala Negara, merupakan salah satu masalah ketatanegaraan yang kepemimpinan tersebut kata Presiden saat membuka seminar nasional “Hubungan Fungsional antara Komando ABRI Instansi Pemerintah dan Kepemimpinan Masyarakat, “di Istana Negara Jakarta, Selasa, perlu dilakukan pada dua tataran yaitu tataran nasional dan tataran daerah.

Pada tataran nasional perlu dicari hubungan yang bersifat umum. Sedang untuk latihan daerah perlu diberi tempat bagi muatan lokal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah yang bersangkutan. Dalam masyarakat majemuk kata Presiden  yang didampingi Menhankan Edi Sudradjat dan Pangab Jenderal TNI Feisal Tanjung, pola hubungan itu memerlukan penyesuaian dengan sikon lokal yang jelas sangat dipahami oleh para pemimpin masyarakat. Yang perlu dijaga dalam melaksanakan tugas dan peranannya jangan sampai terjadi salah mengenai apalagi ketegangan dan pertentangan antara ketiga jenis kepemimpinan itu, khususnya dalam keadaan darurat dan dalam menangani gangguan keamanan setempat. Pada tingkat nasional kecil sekali kemungkinan hal itu terjadi jika dibandingkan dengan singkat daerah. Sebab di tingkat nasional komando ABRI dan instansi pemerintahan sipil sama berada di bawah Presiden Jika sampai terjadi salah mengerti ketegangan dan pertentangan antara ketiga jenis kepemimpinan itu bukan saja menggangu pelaksanaan tugas masing-masing tetapi juga pencapaian akan terhalang. Sejarah perjuangan bangsa sejak tahun 1945/ 1965 mengandung banyak bukti beberapa bukti betapa merugikannya pertentangan­ pertentangan itu.

Hubungan Melembaga

Walaupun dasar tatanannya sudah disepakati dalam Pancasila, UUD45, GBHN, peraturan perundang-undangan, doktrin dan kebijaksanaan, namun kata Presiden, pengalaman menunjukan bahwa masih banyak yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya. Beberapa hal yang memerlukan perhatian adalah bagaimana meningkatkan prakarsa dan kreativitas masyarakat maupun dalam melindungi diri terhadap unsur-unsur kriminal. Bagaimana menanamkan kesadaran tentang kerawanan yang melekat dalam kemajemukan bangsa sehingga golongan dapat memaharni berbagai kepekaan pihak lain dan bersedia secara sadar mengembangkan dirinya sendiri.

Selain itu, bagaimana memberi tempat yang lebih mengemuka secara melembaga kepada Pemda dan kepemimpinan masyarakat dalam menangani bibit gejolak lokal, tanpa mengabaikan kewaspadaan atau membuka peluang bagi melebarnya gangguan keamanan . Bagaimana prosedur peralihan dan pengendalian yang cepat dan tepat dari Pemda kepada aparatur keamanan dalam hal terjadinya gejolak setempat yang bisa berlangsung tiba-tiba atau bagaimana melakukan operasi pemulihan keamanan secara efektif namun bebas dari ekses yang merugikan.

Hubungan fungsional yang melembaga dari ketigajenis kepemimpinan itu menurut Presiden, masih harus dirumuskan, diujicobakan, dimsyarakatkan dan dimantapkan. Hal ini menyangkut pembahasan tugas masing-masing hubungan struktural dan prosedural antara satu dengan lainnya.

Komando ABRI, kata Presiden, merupakan pimpinan operasional dari ABRI, baik sebagai kekuatan hankam maupun sospol. Berbeda dengan Komando ABRI dan instansi pemerintah yang merupakan lembaga-lembaga formal dan personalianya dapat silih berganti dalam waktu yang tidak terlalu lama, kepemimpinan masyarakat merupakan lembaga non formal dan seumur hidup untuk melayani masyarakat. Setiap jenis kepemimpinan mengemban peran dan memberikan sumbangan khasnya kepada rakyat. Namun keberhasilan misi kepemimpinan yang satu justru tergantung pada keberhasilan misi kepemimpinan yang lain serta pada dukungan rakyat sendiri. Seluruh fungsi yang diemban oleh ketigajenis kepemimpinan ini adalah melayani rakyat. Titik temu ini, ujamya, perlu dilembagakan sebagai paogkal tolak dalam menata hubungan antara komando ABRI, instansi pemerintah dan kepemimpinan masyarakat. Seminar diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Lemhanas (IKAL) dan diikuti 350 orang. Ketua Umum Ikal IB Sudjana melaporkan jumlah alumni Lemhanas mencapai 1.943 orang. Sebanyak 1.078 orang di antaranya dari ABRI dan sisanya dari unsur pegawai negeri sipil dan ormas, Kadin dan PWI. Gagasan seminar, menurut Sudjana, bersumber dari pemikiran Presiden tatkala menerima peserta Kursus Reguler Angkatan XXVI Lemhanas, 27 September 1993. Ketika itu Kepala Negara menyatakan, perlunya Lemhanas dan alumninya merumuskan hubungan fungsional antara komando ABRI, instansi pemerintah dan kepemimpinan masyarakat. (N-t)

Sumber: SUARAKARYA( 13/12/1995)

_______________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 441-443.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.