MEMAHAMI KESULITAN PEMBANGUNAN
Presiden Soeharto menekankan perlunya masyarakat mengetahui kesulitan yang dihadapi dalam pembangunan. Sebab pembangunan menggarap dan memperbaiki semua segi kehidupan bangsa dalam menghadapi persoalan-persoalan yang tak kecil jumlahnya.
Kepala Negara mengemukakan pendapat itu, tatkala ia berbicara di depan upacara meresmikan Pusat Latihan dan Pendidikan Ahli Multi Media di Yogyakarta pada hari Rabu lalu.
Kiranya tak seorang pun akan berbeda pendapat dengan apa yang dikemukakan oleh Presiden. Pembangunan menghadapi banyak persoalan dan kesulitan. Masyarakat sebaiknya tahu kesulitan-kesulitan itu.
Barangkali orang akan lebih mempertanyakan, kenapa masalah itu dikemukakan oleh Presiden pada saat ini. Mungkin sekadar untuk peringatan yang sifatnya umum. Mungkin juga ada pertimbangan khusus.
Pertimbangan khusus itu menurut hemat kita ialah periode sulit yang sedang kita lewati dan terus akan menghadang kita dalam tahun-tahun mendatang.
Sebab dan logika kesulitan itu telah berulang kali dikemukakan dan kita semuanya rasanya sudah hafal di luar kepala. Yang belum tentu kita tangkap secara konsekuen adalah implikasi-implikasinya.
Dalam dua Pelita sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai antara 7 sampai 9 persen setahun. Sumbangan minyak dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kita amat besar. Untuk anggaran belanja nasional sekitar 70 persen. Untuk anggaran belanja daerah lebih besar lagi.
Minyak surut harganya di pasar internasional. Penghasilan dari minyak turun pula. Sebagai kompensasi, diganti oleh ekspor komoditi non minyak. Jalannya tersendat-sendat. Jalan yang sudah tersendat itu terpukul pula oleh politik proteksi berbagai negara industri.
Jalan pembangunan untuk sekarang dan tahun-tahun mendatang tidak akan semulus dua Pelita sebelum Pelita keempat ini.
Ada contoh lain program pembangunan pertanian berhasil dengan gemilang dari pengimpor beras terbesar di dunia, kita sekarang beralih menjadi pengekspor.
Sukses itu tidak bebas dari kesulitan produksi yang besar memerlukan gudang untuk menampung dan harus ada pembelinya dengan harga pantas, agar petani tidak dirugikan.
Oleh terbatasnya dana dan gudang, tidak semua beras dapat terbeli harganya pun cenderung turun, sehingga petani dirugikan padahal tujuan pembangunan di bidang pertanian bukan semata-mata menaikkan produksi, sekaligus juga menaikkan penghasilan dan kehidupan petani.
Daftar kesulitan yang dihadapi dalam pembangunan dapat ditambah, kesulitan terbesar yang dirasakan oleh semua pihak ialah bagaimana membuat tanggung jawab dah hasil pembangunan itu relatif dapat ditanggung dan dinikmati secara merata oleh semua orang Indonesia.
Janganlah dikira, ada yang senang melihat kenyataan, dewasa ini ada yang kebagian besar, ada yang kebagian kecil. Bagaimana menyelenggarakan pembangunan yang disertai keadilan sosial. Inilah suatu persoalan dan kesulitan besar.
Ajakan Presiden mempunyai konsekuensi-konsekuensi, ialah bagaimana menyebarluaskan pengetahuan tentang pembangunan kepada masyarakat. Atau lebih tepat lagi, bagaimana melibatkan masyarakat dalam pembangunan.
Ada paham yang mengatakan, pembangunan terpisah dari politik. Pembangunan, masyarakat boleh tahu dan harus terlibat. Politik, biarlah diurus oleh pemerintah.
Paham lain berpandangan, pembangunan itu adalah proses politik juga. Karena itu, melibatkan masyarakat dalam pembangunan berarti melibatkan masyarakat dalam politik. Dua hal itu tak terpisahkan.
Bukan baru sekali ini, masyarakat diajak memahami pembangunan termasuk permasalahan dan kesulitan-kesulitannya. Ajakan itu tidak menghasilkan jawaban dan pemahaman seperti yang dikehendaki.
Karena apa? Sebagian niscaya karena paham dan seluruh persoalan pembangunan itu baru. Juga karena pembangunan adalah lebih kompleks dari misalnya rapat raksasa atau manifestasi-manifestasi massal.
Tetapi untuk sebagian jarak itu mungkin juga disebabkan, kita cenderung mengikuti aliran lama yaitu memisahkan pembangunan dari politik.
Masyarakat diajak berdialog dalam masalah pembangunan, tetapi terutama hanya menyangkut pelaksanaan atau segi-segi teknisnya. Ketertiban atau dialog itu tidak menyangkut pokok-pokok kebijakan atau malahan strategi pembangunan itu sendiri.
Dimensi politik dari pembangunan di antaranya terdapat dalam menentukan strategi dan pokok-pokok kebijakan tersebut.
Memahami kesulitan pembangunan hanya timbul dari kalangan masyarakat, apabila masyarakat juga boleh ikut mempersoalkan pilihanpilihan alternatif serta melakukan kontrol politik, bukan sekadar-kontrol teknis atas penyelenggaraan pembangunan.
Yang dimaksudkan dengan kontrol politik terhadap pembangunan adalah kontrol yang dapat menjangkau pengawasan atas penyelenggaraan kekuasaan dan wewenang dalam melaksanakan politik pembangunan dan realisasi pembangunan.
Ada implikasi lain dari ajakan Presiden. Kesulitan pembangunan agar dibagi dan ditanggung bersama dengan masyarakat.
Agar masyarakat dapat ikut memahami dan menanggung, maka mungkin akan tiba saatnya untuk menilai kembali secara strategis hal-hal apa saja yang dapat diserahkan kepada masyarakat dan hal-hal apa yang sebaiknya tetap berada di tangan pemerintah.
Kesulitan pembangunan untuk sebagian mungkin juga disebabkan, karena pemerintah cenderung untuk menangani semuanya sendirian. Bukankah sudah tiba waktunya untuk menilai kembali sehingga proporsi tanggung jawab, kesulitan dan wewenang terbagi sesuai dengan demokrasi Pancasila dalam politik dan dalam pembangunan. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (24/09/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 255-258.