Jakarta, 27 Mei 1998
Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di Jl. Cendana Jakarta
MEMBANGUN BANGSA [1]
Dengan hormat,
Assalamu’alaikum War. Wab.
Saya seorang Nelayan dari Ujung Pandang Sulawesi Selatan yang sangat prihatin atas tindakan beberapa orang warga negara Indonesia yang tidak lagi mengetahui tata krama ketimuran, sopan santun, menghargai orangtua dan orang yang pernah berjasa besar kepada Bangsa dan Negara Republik Indonesia ini.
Kini sebagian orang apabila berbicara tidak lagi berdasarkan aturan hukum tetapi lebih didasari emosional, termasuk menghujat, mencerca atau memaki-maki Bapak. Padahal Bapak telah berjasa membangun bangsa dan negara ini, tetapi saat ini banyak orang melupakannya.
Saya sebagai Nelayan yang pernah malang melintang mencari pekerjaan yang layak sebagai penyandang gelar akademis, mengikuti tes penerimaan Pegawai tetapi tidak pernah berhasil, akhirnya menekuni/menjadi nelayan, senantiasa berdo’a kepada Allah Swt agar Bapak beserta keluarga senantiasa mendapatkan perlindungan-Nya. Saya setiap kali selesai melaksanakan sholat wajib maupun sholat sunnat Tahajjud tidak pernah melupakan mendo’akan Bapak karena saya sadar bahwa:
- Bapaklah yang menyelamatkan Negara dan Bangsa ini pada tahun 1965 saat terjadi Pemberontakan G 30 S / PKI.
- Bapaklah yang mengangkat bangsa ini mencapai taraf Negara berkembang yang pernah dilanda kehancuran akibat rezim Orde Lama.
- Bapaklah yang mengangkat pamor Bangsa dan Negara ini ke mata Internasional.
Demikianlah rasa keprihatinan saya ini yang saya kirim langsung kepada Bapak sebagai tanda kecintaan saya kepada seorang Pemimpin Bangsa yang telah berjasa kepada Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang tercinta ini. (DTS)
Dari seorang Nelayan
Makhmud
Ujung Pandang
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 478-479. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.