MENDAGRI: DALAM SETIAP KASUS, YANG PENTING RAKYAT TIDAK MENDERITA

MENDAGRI: DALAM SETIAP KASUS, YANG PENTING RAKYAT TIDAK MENDERITA

 

 

Jakarta, Antara

Mendagri Rudini menegaskan bahwa rakyat tidak perlu takut-takut untuk mengemukakan segala masalah yang mereka hadapi asal tidak ada pihak yang “mengipas-ngipasi” mereka, karena Pemerintah pasti akan menanganinya.

“Namun, dalam mengemukakan masalah itu, mereka tidak perlu datang berbondong-bondong dengan istri bahkan anak kecil segala. Cukup lima atau 10orang.Kita pasti terima mereka karena yang penting rakyat tidak menderita,”kata Mendagri menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Kamis.

Saran agar rakyat tidak takut untuk bicara itu sebelumnya sudah dikemukakan oleh Presiden Soeharto sendiri sehingga tidak ada alasan lagi untuk merasa takut, tambahnya.

Pernyat aan itu dikemukakan Mendagri untuk menan ggapi pertanyaan wartawan mengenai kelanjutan kasus tanah di Maj alengka,

Jawa Barat. Pekan lalu, sekitar 500 warga Majalengka mendatangi Depdagri untuk menemui Mendagri karena mereka merasa bahwa tanah mereka dikuasai instansi Pemerintah tanpa dasar sejak 40 tahun lalu .

Tanah yang seharusnya milik mereka itu malah disewakan oleh instansi Pemerintah itu dengan imbalan yang mereka rasakan cukup berat, yaitu delapan kwintal padi perhektar pertahun.

Mendengar laporan demikian, Mendagri segera membentuk tim pencari fakta yang hanya terdiri dari para pajabat Depdagri. Tim itu sampai Kamis ini masih bekerja dan diharapkan Jumat atau Sabtu sudah memberikan laporan kepada Mendagri.

Namun, sebelum tim melaporkan, sementara ini Mendagri sudah mendapat laporan dari Bupati Majalengka bahwa secara teoritis tidak ada masalah di Majalengka karena tanah yang dituntut rakyat itu sudah secara hukum sah milik negara, yaitu Angkatan Udara.

 

Bagi Hasil

Mengenai bagi hasil, kata Mendagri, itu sudah diatur Muspida. Usia pengaturan itu belum sampai setahun. Dalam pengaturan itu, rakyat penggarap mendapatkan bagian sembilan persepuluh dari hasil.

Tanah di daerah Majalengka yang digarap rakyat itu mempunyai empat kelas. Untuk tanah kelas I, penggarap harus memberikan delapan kwintal padi perhektar karena tanah itu rata-rata menghasilkan 8-10 ton padi

Pihak penguasa tanah tetap hanya meminta sepersepuluhnya dari hasil tanah kelas II yang rata-rata menghasilkan 7,5 ton, kelas III (7 ton) dan kelas IV (6,5 ton).

“Peraturan itu memang baru berjalan. Jadi secara teoritis tidak ada masalah. Sementara mereka datang ke Depdagri itu karena tampaknya ada pihak yang mendorong mereka untuk datang kemari,” kata Mendagri.

Namun demikian, Mendagri akan tetap mendengarkan informasi dari tim khusus yang ia kirimkan itu. “Siapa tahu ada fakta yang lain atau tambahan fakta yang sangat berguna,” kata Mendagri. (SA)

 

 

Sumber : ANTARA (29/03/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 133-135.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.