Menghargai Orang tua

Jakarta, 24 Mei 1998

Kepada

Yth. Bapak H. M. Soeharto

di Tempat

 

MENGHARGAI ORANG TUA [1]

Dengan hormat,

Salam sejahtera kami sampaikan, dan semoga Bapak Soeharto dalam keadaan sehat wal’ afiat serta senantiasa mendapat hidayah dan kekuatan dari-Nya.

Masih terkenang dalam ingatan saya akan keramah-tamahan Bapak ketika menerima kedatangan orang tua kami (Subekti) di kediaman Bapak, tanggal 10 Februari 1998. Nampak bahwa Bapak sangat menghargai orang tua kami yang hanya rakyat biasa, bekas guru di Muhammadiyah Schaakel School tempat Bapak Soeharto pernah belajar.

Sekarang Bapak Soeharto sudah menjadi warga negara biasa yang terhormat, semoga bangsa Indonesia dapat mencontoh sikap Bapak yang tetap menghargai orang tua.

Saya sangat terharu dan bangga akan kebesaran jiwa Bapak yang bersedia mengundurkan diri demi kelangsungan hidup bangsa dan negara RI. Semoga bangsa Indonesia tidak melupakan jasa-jasa Bapak dalam membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju.

Perlu kami sampaikan bahwa meskipun kondisi ekonomi saat ini sangat berat, syukur alhamdulillah sampai saat ini usaha kami masih survive dan semoga akan terus bertahan mengingat ribuan karyawan yang menggantungkan kehidupannya kepada kami.

Meskipun Bapak tidak lagi menjadi Presiden, masih banyak pengabdian yang dapat disumbangkan kepada bangsa dan negara. Oleh karena itu kami tetap mendukung Bapak dengan rendah hati menyampaikan bahwa kami siap membantu Bapak dan keluarga apabila diperlukan dan sesuai dengan kemampuan kami yang terbatas ini.

Sekali lagi kami sangat menghargai pengorbanan Bapak dan terima kasih atas segala pengabdian yang telah Bapak berikan. Semoga Bapak dapat semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt dan dipilih menjadi hamba-Nya yang baik. (DTS)

Hormat kami,

Sri Hascaryo

Jakarta

[1]     Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 962-693. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.