MENGIKUTI MUHIBAH FACES OF INDONESIA (2)
Misi Seni Budaya tak boleh berhenti [1]
Jakarta, Media Indonesia
Dari pagelaran di tujuh kota besar dunia agaknya pagelaran di Boston dinilai kurang berhasil. Meski ditinjau dari fasilitas gedung merupakan panggung paling mewah di World Center dengan arsitektur yang mengagumkan, dari segi pengunjung memang kedodoran sangat sedikit dibanding tempat yang disediakan.
Tapi Mbak Tutut sama sekali tidak kecewa itu. Betapa tidak. Jika di kota-kota lain, seperti Washington, Paris, Den Haag, London dan Budapest, Kedutaan Besar RI (KBRI) terlibat aktif dalam persiapan pagelaran Faces Of Indonesia 1995.
“Saya respek bahwa orang-orang muda dan mahasiswa sangat giat memperkenalkan wajah seni budaya bangsanya kepada masyarakat internasional. Semangat ini harus diberikan penghargaan tersendiri.” kata Mbak Tutut.
Apalagi, pemirsa Boston menyelenggarakan diskusi khusus menyambut 50 tahun Kemerdekaan RI yang mendatangkan pembicara seperti Gubernur Bank Indonesia Sudrajat Djiwandono, ahli Albert Hasibuan, pengamat militer Salim Said, ahli ekonomi Iwan Jaya Aziz dan Rizal Ramli serta beberapa tokoh lainnya.
Selain Boston, misi yang diadakan untuk memperingati 50 tahun Kemerdekaan RI nyaris tanpa cacat. Di Auditorium University of the District of Colombia, Washington (21April Congresgebouw, Den Haag (27April), Theater de Paris Prancis (30 April) Logan Hall London (2 Mei) dan Budapest Kongresszust Kozpont (4 Mei), pengunjung yang hadir melebihi kapasitas tempat duduk yang disediakan.
Pengunjung benar-benar meledak ketika pagelaran yang diselenggarakan Congresgebouw De Deolen Rotterdam atas permintaan Gubernur kota itu pada tanggal 28 April, sekitar 3.000 pengunjung sebagian terbesar masyarakat Indonesia di Belanda larut gegap gempita di acara Faces Of Indonesia. Masyarakat Indonesia yang betjumlah cukup besar di negeri kincir angin memanfaatkan pagelaran di Roterdam untukmelepas rindu. Karena pagelaran sebelumnya di Den Haag dibatasi hanya untuk kalangan diplomat.
Sebagai pimpinan misi kesenian itu, Mbak Tutut sangat puas. Menurut pengakuannya, dari berbagai kota yang dikunjungi masyarakat internasional setempat menyampaikan kekagumannya atas seni dan budaya Indonesia. Mereka tertarik dan antusias menyaksikan setiap gerak dan mencoba mencari nilai dan hikmah dari setiap unsur yang disajikan.
Masyarakat internasional mulai tertarik dan ingin tahu lebih banyak tentang Indonesia. Ini harus dipupuk dan dipelihara karena merupakan suatu modal awal yang baik, kata Mbak Tutut.
Pernyataan itu memang tidak berlebihan. Selama pagelaran dilakukan masyarakat internasional tetap duduk samapi saat terakhir. Jika tidak menarik, tentu mereka telah meninggalkan gedung sebelum pagelaran usai. Masyarakat internasional (Barat) memang dikenal rasional dan tidak bertele-tele. Jika mereka bertahan sampai akhir tentu karen a ada yang menarik.
Mbak Tutut pun menilai keberhasilan misi ini tentu tidak terlepas dari disiplin para pendukungnya. Secara tulus dia memuji disiplin para artis penari, penyanyi, pengrajin karena semuanya mempunyai itikad yang sama yakni memperkenalkan wajah Indonesia dan mengubah citra negative tentang Indonesia menjadi citra positif
Jika Mbak Tutut tahu persis keadaan tim misi kesenian Faces Of Indonesia karena dia memang terlibat langsung pada setiap pagelaran di berbagai kota, putri sulung Presiden Soeharto ini selalu berada di belakang panggung bersama-sama para artis. Dari belakang panggung dia mengendalikan dan memantau semua pagelaran itu. Karena itu, pada setiap akhir acara, saat pembawa acara (Tia Mariadi, penyiar TVRI) memanggil ke atas panggung, Mbak Tutut selalu muncul dari belakang panggung.
Pagelaran ini memang tidak sempuma. Tapi sukses. Kita sudah memulai dan Insya Allah kita akan teruskan pada kesempatan lain, kata Mbak Tutut. (Kleden Subani.S)
Sumber : MEDIA INDONESIA (18/05/1995)
_____________________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 674-675.