Jakarta, 16 Juni 1998
Kepada
Yth. Bapak haji Moehammad Soeharto
di tempat
MENUJU MAQAM YANG LEBIH TINGGI [1]
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Bapak Soeharto,
Saya hanya rakyat biasa, bukan aktifis sospol manapun, saya hanya aktif dalam bidang teknik sipil saja.
Sudah lama saya ingin menyampaikan salam hormat, simpati, dan kekaguman saya terhadap Bapak hingga ulang tahun Bapak beberapa hari yang lalu. Namun saya ragu nanti Bapak akan mengira yang lain, saya khawatir Bapak kurang berkenan. Di majalah FORUM edisi 15 Juni 1998, Bapak diberitakan sangat terbuka dan menerima balasan surat simpati, hal itu mendorong saya untuk memberanikan diri menyampaikan surat ini.
Selamat Ulang Tahun ke-77 Bapak Soeharto, salam hormat dan simpati serta doa saya agar Bapak tidak terpengaruh pemberitaan media massa. Saya sungguh tidak tahu bagaimana perasaan Bapak. Namun ijinkan saya menyampaikan wejangan seorang Ajengan. Beliau pernah mengatakan bahwa musibah disebarkan Gusti Allah merata ke segenap makhluk-Nya, namun dengan tujuan berbeda. Tingkat tertinggi adalah untuk menguji iman makhluk-Nya, untuk menaiki maqam yang lebih tinggi yang berarti kasih sayang dan perhatian Gusti Allah. Di bawahnya adalah berupa peringatan agar makhluk-Nya cepat beralih dan insyaf. Sedangkan tingkat terendah adalah hukuman dari-Nya. Walaupun berupa hukuman, menurut Ajengan itu, tetap merupakan kasih sayang Gusti Allah agar makhluk-Nya tidak diberi hukuman yang tidak terbayangkan di Akherat.
Tentu saja Bapak sudah mengerti hal itu. Saya hanya ingin menyampaikan keyakinan saya bahwa Bapak ada pada urutan teratas, Bapak mungkin hendak mencapai maqam keimanan yang lebih tinggi. Keyakinan saya didasari akan ketulusan Bapak Soeharto dan Mbak Tutut tatkala memenuhi undangan Guru Pesantren kami di Suralaya Ciamis, Tasikmalaya, pada peringatan Ulang Tahun Pesantren itu tanggal 5 September 1996 yang lalu. Saat itu saya ingin sekali menyalami Bapak namun penjagaan sangat ketat, bahkan untuk mengambil foto Bapak saja tidak bisa. Saya hanya dapat melihat Bapak dari jauh.
Dengan menyampaikan surat ini lega rasanya perasaan saya. Ada sesuatu yang saya minta dari Bapak, itu pun jika Bapak tidak keberatan.
Bolehkan saya meminta beberapa foto ketika Bapak sedang santai. Ketika Bapak sedang joging, tenis, berenang, golf, atau apa saja, untuk mengganti foto-foto dan semua kliping koleksi saya yang rusak karena banjir.
Demikian saja Bapak Soeharto, maafkan jika ada kata dan maksud yang kurang berkenan di hati Bapak. (DTS)
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Hormat saya,
Hasan Safari, Ir.
Depok Timur
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 101-102. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.