Menyampaikan Mimpi

Bangka, 18 September 1998

Kepada

Yth. Bapak Soeharto

MENYAMPAIKAN MIMPI [1]

Dengan hormat,

Sebenarnya sudah lama saya ingin berkirim surat kepada Bapak yang terhormat, tetapi karena Bapak pada waktu itu sebagai Presiden di Republik ini, ada rasa ketakutan pada diri saya untuk berkirim surat tersebut, mungkin disangka saya cari popularitas di hadapan Bapak dan disangka ini hanya karena Bapak adalah Presiden dan sekaranglah saya merasa berkesempatan bercerita pada Bapak.

Tahun 1968 pada bulan Pebruari, suatu malam saya bermimpi, bahwa Bapak datang ke rumah ayah saya di Banjarmasin dan duduk berhadapan dengan saya di kamar depan, Bapak memakai baju abu ­abu, dengan berkopiah serta sebuah berlian sebesar telur burung merpati tengah di depan kopiah Bapak, setelah paginya saya ceritakan kepada ayah, ibu dan keluarga saya serta teman-teman sekampung, dan paman saya mengatakan bahwa kehidupan kamu akan bertuah.

Ternyata takwil mimpi paman saya mulai mendekati kebenaran, karena pada bulan April 1968 saya mendapat panggilan dari kakak ibu saya di Jakarta untuk bekerja di sana, dan kebetulan bersamaan dengan ayah saya ingin mengurus sebagai perintis kemerdekaan, dan Alhamdulillah, bahwa apa yang telah kami perjuangan, berhasil dengan baik, saya telah bekerja di PT. Koba Tin, salah satu perusahaan penambangan joint venture Indonesia – Australia di Pulau Bangka, dan ayah saya menikmati pensiunan sebagai perintis kemerdekaan.

Pada bulan Nopember 1988, kembali saya bermimpi bertemu Bapak dan Ibu Tien, mimpi pertemuan itu serasa di dekat Istana Merdeka, dan ternyata mimpi itu membawa berkah pada kami sekeluarga, kami mendapat panggilan ibadah Haji pada tahun 1989, dan kebetulan bersamaan dengan Mbak Tutut, tapi kami pakai ONH biasa. Dan sesudah pulangnya saya diangkat oleh Pemimpin Perusahaan jadi Senior Manager.

Pada Pebruari 1996, kembali saya bermimpi bertemu Bapak, Bapak duduk di samping saya sedang merenung, dan Ibu Tien duduk di atas kursi dan diusung oleh banyak wanita, dan ketika saya tanyakan kepada guru kami, di Bangka beliau cuma mengatakan Pak Harto akan ­bersusah hati, dan ternyata perkataan beliau tersebut, betul – betul, dengan berpulangnya kerahmatullah Ibu Tien, kami sangat prihatin dan ikut bela sungkawa.

Bapak Soeharto yang terhormat, selama perjalanan hidup saya, saya sudah bertemu muka, walaupun agak jauh, satu kali dengan Bung Karno ketika beliau berkunjung ke Banjarmasin dan dua kali dengan Bapak yaitu ketika Bapak berpidato setelah selesai khotbah Idul Adha di Istiqlal puluhan tahun yang lalu (saya lupa tahunnya) dan ketika ­Bapak membuka Muktamar MDI (Majelis Dakwah Indonesia) 1990 di Istora. Selain itu hanya melihat Bapak melalui TV.

Bapak Soeharto yang terhormat, surat ini saya kirim pada Bapak adalah pengganti ucapan terima kasih saya pada Bapak, untuk ayah saya, untuk saya dan untuk adik – adik saya yang telah masuk dalam putra – putri Perintis Kemerdekaan RI. Semoga Bapak dan keluarga dalam keadaan sehat sejahtera, dan sentosa. Amin ya robbal alamin. (DTS)

Hormat saya,

H. Bachrul Arief

Pangkalpinang – Bangka

[1]       Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 317-318. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.