Cibinong, 25 Juni 1998
Kepada
Yth. Bapak HM. Soeharto
di Cendana
MERASA KEHILANGAN [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya benar-benar sedih dan prihatin atas peristiwa yang menimpa keluarga Bapak. Sebagai rakyat kecil, saya hanya bisa berdoa. Semoga ketabahan, ketegaran, dan kesabaran Bapak sekeluarga membukakan hati orang-orang yang sirik terhadap Bapak. Dan akhirnya kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan milik Bapak seutuhnya. Amin, amin, amin.
Saya merasa kehilangan, karena dulu di TV selalu ada wajah dan senyum Bapak. Tapi semenjak Bapak mengundurkan diri, tiada lagi berita tentang Bapak, kecuali berita-berita dari orang-orang yang sirik terhadap keberhasilan Bapak dan putra-putri Bapak. Masih terpateri dalam ingatan saya, ketika Bapak melambaikan tangan kepada kami, terasa sejuk dan damai hati ini (meskipun Bapak di mobil dan kami tetap di jalan).
Almarhumah Ibu Tien saat meresmikan salah satu bangunan gedung PMI Bogor, pada tanggal 14 September 1994, saat itu saya melahirkan putri pertama kami. Secara tidak langsung almarhumah Ibu membantu kemudahan biaya-biaya saat itu. Dan perlu Bapak ketahui, tidak lama setelah almarhumah Ibu Tien meninggal, putri pertama kami juga meninggal 24 Juli 1996, dan dimakamkan di tanah kelahiran saya Gunung Kidul.
Dengan segala kerendahan hati, saya berharap semoga Bapak bersedia membalas surat ini. Apabila dalam surat ini ada kata-kata yang tidak berkenan, saya mohon maaf yang sebesar-besarya. (DTS)
Salam buat Putra-putri Bapak.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Hormat saya,
Ngatmini
Bogor – Jawa Barat
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 158. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.