Jakarta, 18 Juni 1998
Kepada
Yth. Bapak H. Muhammad Soeharto
Jl. Cendana No. 6 Rumah
MIMPI MBOK KAMINI [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt, semoga rahmat dan inayah-Nya senantiasa dilimpahkan kepada Bapak sekeluarga. Ananda mohon maaf yang sebesar-besarnya bila dalam kesempatan ini ananda telah lancang serta memberanikan diri untuk bersilaturahmi dengan Bapak lewat surat.
Kelancangan dan keberanian ananda untuk berkirim surat, semata-mata didasari dan dilandasi rasa keprihatinan yang mendalam yang berkenaan dengan Bapak dan Keluarga akhir akhir ini. Perkenankan ananda menyampaikan sebuah cerita dari seorang “mbok” pengasuh anak ananda beberapa tahun yang lalu. Menurut, ananda, hal tersebut hanya sekedar bunga mimpi atau sebuah isyarah dari “mbok” pengasuh anak.
Waktu itu pinuturannya “mbok” sebagai berikut :
Pada suatu malam menjelang 40 hari meninggalnya Almarhumah Ibu Tin Suharto, Si Mbok bermimpi Almarhumah Ibu Tin Suharto dan Bapak berkunjung ke rumah ananda menggunakan mobil sedan berwarna coklat.
Almarhumah berkenaya dan Bapak menggunakan PSL. Dan sebelum almarhumah dan Bapak meninggalkan rumah kami, almarhumah sempat menciumi pipi kanan dan kiri ananda serta memberikan sebuah benda/barang yang oleh almarhumah langsung dimasukkan dalam Jas (pakaian) ananda sembari berkata, “iki kanggo cekelan Wid”.
Demikianlah cerita atau bunga mimpi dari mbok Kamini, yang saat ini menjadi buruh derep, tinggal di Ngawi Jawa Timur. Dari pinuturan Mbok Kamini waktu itu ananda hanya menjawab, “yach mbok mungkin itu hanya sekedar bunga mimpi”. Sedangkan mengenai benda atau barang tersebut bagi ananda ini mungkin hanya sebuah perlambang. Hanya Allah Yang Maha Tahu, mengenai rahasia itu semua.
Bapak yang saya hormati;
Secara pribadi, ananda menyadari akhir-akhir ini situasi politik dan ekonomi di negeri kita dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Lebih-lebih bila membaca di surat kabar yang banyak menyudutkan Bapak dan keluarga.
Kami sekeluarga hanya bisa berdo’a, semoga Allah Swt selalu melimpahkan rahmat dan inayah-Nya kepada Bapak sekeluarga, serta selalu tabah dan tawakal dalam menghadapi ini. Amin.
Wasalamu’alaikum wr. wb.
Hormat kami,
Drs. Widiyono
Cimanggis
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 670-671. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.