MOERDIONO: SIKAP RI MENOLAK BANTUAN BELANDA TIDAK BERUBAH

MOERDIONO: SIKAP RI MENOLAK BANTUAN BELANDA TIDAK BERUBAH

 

 

New York, Kompas

Indonesia sama sekali tidak menginginkan kembali bantuan Belanda. Sikap Pemerintah jelas tetap sama, yakni menolak semua bantuan dari Belanda dalam bentuk apapun. Demikian ditegaskan Mensesneg Moerdiono kepada wartawan di New York hari Rabu (23/9) seusai mendampingi Presiden Soeharto menerima Presiden Korsel Roh Tae Woo, Presiden Bosnia-Herzegovina Alija Izetbegovic, dan para Ketua Delegasi Caucus GNB di Hotel Waldorf Towers.

Wartawan Kompas Ansel da Lopez dari New York semalam, keterangan itu menurut Moerdiono dirasa perlu diberikan sehubungan dengan pernyataan Presiden Soeharto ketika menerima Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Belanda di Jakarta pecan lalu.

Ketika itu Presiden menyampaikan pandangannya agar bantuan Belanda yang sedianya diberikan kepada Indonesia dalam rangka IGGI tapi dihentikan, kiranya dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah Belanda untuk dialihkan kepada negara-negara Selatan dalam rangka program kerja sama Selatan-Selatan.

Menurut sebuah sumber, pernyataan Presiden itu di Belanda diartikan seolah-olah Pemerintah Indonesia mulai bersikap lunak terhadap bantuan dari Belanda. Konon, pandangan seperti itu bahkan langsung disambut Menteri Pembangunan Belanda JP Pronk dengan membuat pernyataan terbuka di media massa.

Menurut Moerdiono, pernyataan Presiden tersebut tidak berarti Indonesia menginginkan kembali adanya bantuan Belanda seperti sebelum dihentikan. “Sekali lagi,yang dikemukakan Presiden adalah, bantuan Belanda yang sediannya diberikan kepada Indonesia dalam rangka IGGI karena jumlahnya telah tersedia, sebaiknya diberikan kepada negara-negara Selatan dalam rangka kerja sama Selatan-Selatan. Sarna sekali tidak berarti Indonesia menghendaki dicairkannya kembali, atau dipulihkannya kernbali bantuan Belanda kepada Indonesia seperti pada zaman masih adanya IGGI. Bantuan Belanda terakhir kepada Indonesia dalam rangka IGGI sebesar 100 juta dollar AS.

 

Tawarkan CN-235

Kepada Presiden Korsel Roh Tae Woo, menurut Moerdiono, Presiden Soeharto menawarkan pesawat CN-235 buatan IPTN. “Presiden Korsel memberi reaksi spontan bahwa beliau akan memerintahkan para menterinya yang bersangkutan untuk segera meneliti masalah ini,” katanya.

Tawaran Presiden itu, menurut Mensesneg, tentu saja bersifat terbuka. Artinya, Indonesia sanggup memberi harga yang bersaing. Kalau pembelian itu berlangsung, hal itu dapat dianggap sebagai kerja sama Selatan-Selatan, khususnya dalam rangka peningkatan hubungan perdagangan kedua negara.

Presiden juga mengharapkan Korsel sebagai negara yang terkemuka di barisan GNB untuk dapat ikut serta memberi perannya, misalnya dalam bentuk pembiayaan dalam rangka kerja sama Selatan-Selatan.

Presiden Roh Tae Woo, kata Moerdiono, menyambut usul ini dengan sangat antusias dan akan segera diadakan pertemuan tingkat pejabat tinggi kedua belah pihak guna meneliti lebih lanjut langkah-langkah konkret apa yang dapat dilakukan Korsel.

Presiden Roh Tae Woo sendiri dalam kesempatan itu menjelaskan langkah­langkah yang diambil Korsel, khususnya dalam upaya penyatuan Korea dan mewujudkan stabilitas di Semenanjung Korea.

 

Bosnia

Sementara itu Presiden Bosnia-Herzegovina, Alija Izetbegovic menjelaskan kepada Presiden Soeharto mengenai berbagai perkembangan di negerinya, dan minta agar Presiden RI selaku Ketua GNB dapat mengambil peran yang aktif mengatasi kemelut yang terjadi di sana.

Indonesia sendiri, menurut Moerdiono, akan memberi sejumlah dana bantuan yang telah terhimpun untuk rakyat Bosnia berdasarkan alasan kemanusiaan.

Dengan Caucus GNB, Presiden mengulangi kembali pokok-pokok hasil KTT X di Jakarta. Di antaranya ada beberapa hal yang digarisbawahi, yakni hilangnya keragu-raguan mengenai persoalan relevansi GNB setelah berakhimya Perang Dingin.

Dengan berlangsungnya KTT di Jakarta 1-6 September dan dengan bertambahnya jumlah anggota GNB menjadi 108 negara serta hadirnya para peninjau, merupakan salah satu bukti bahwa GNB masih relevan, kata Kepala Negara seperti dikutip Moerdiono. Anggota Caucus GNB di Dewan Keamanan PBB yang menemui Presiden Soeharto kemarin adalah dari India, Pakistan, Senegal, Maroko, Venezuela, Zimbabwe dan Venezuela.

 

 

Sumber : KOMPAS (25/09/1992)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 283-284.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.