MOERDIONO TENTANG MAKSUD UCAPAN PRESIDEN SOEHARTO: DEMO MAHASISWA GUNAKAN CARA-CARA PKI

MOERDIONO TENTANG MAKSUD UCAPAN PRESIDEN SOEHARTO: DEMO MAHASISWA GUNAKAN CARA-CARA PKI[1]

 

Jakarta, Republika

Menteri Sekretaris Negara Moerdiono menegaskan, Presiden Soeharto sama sekali tidak bermaksud menuduh para demonstran yang ditahan karena melakukan unjuk rasa sebagai pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI). “Presiden hanya mengatakan bahwa cara-cara yang dilakukan mahasiswa itu dalam melakukan demonstrasi itu menggunakan cara-cara PKI,” kata Moerdiono seusai berbicara pada seminar hari kedua “Peluang dan Tantangan PJPT-11” di Jakarta, Selasa.

Menurut Mensesneg, penangkapan para demonstran itu dilakukan karena tindakan mereka dinilai telah dapat mengganggu stabilitas nasional. “Saya kira masalah stabilitas nasional itu bukanlah tanggungjawab pemerintah saja tetapi juga tanggung jawab kita semua. Kita harus bertanggung jawab untuk menegakkan stabilitas nasional,” katanya.

Pada seminar itu, Moerdiono berbicara dengan tinjauan aspek sosial budaya. Dia mengatakan, dalam masyarakat yang bergerak dinamis, friksi dan konflik antar golongan tak mungkin dapat dihindarkan. “Friksi dan konflik antar golongan itu harus dipandang secara positif, jadi tak perlu dianggap sebagai masalah,” katanya dalam seminar “Peluang dan Tantangan Pembangunan Jangka Panjang II”di Jakarta Selasa.

Friksi dan konflik antar golongan itu merupakan tenaga konstruktif yang dapat menggerakkan dinamika masyarakat dalam pembangunan. Masalahnya, katanya, friksi dan konflik itu perlu diberikan aturan atau mekanisme dalam penyelesaiannya. “Saya kira perlu ada batas maksimal yang hams ditetapkan agar konflik itu tetap berjalan dalam keadaan aman dan tidak menimbulkan masalah ,”katanya.

Menurut Moerdiono, pada masyarakat yang telah maju, batas maksimal diperbolehkann ya friksi dan konflik itu dapat lebih tinggi dibandingkan dengan batas maksimal pada masyarakat yang masih kental nilai-nilai primordialnya. “Selama friksi dan konflik itu berlangsung di bawah batas maksimal yang ditetapkan, hal itu akan mendorong kreativitas dan dinamika pembangunan dalam masyarakat,” kata Moerdiono.

Contoh konflik antar golongan, katanya, kepentingan pekerja terhadap upah yang baik akan bertentangan dengan kalkulasi manajemen yang menginginkan biaya produksi yang rendah. “Developer yang menginginkan harga tanah yang murah akan berhadapan dengan kepentingan pemilik tanah yang menginginkan harga yang layak untuk tanahnya,” katanya.

Golongan yang merasa ketinggalan atau dirugikan oleh golongan lain, katanya, jelas akan merasa tidak puas.Dengan demikian ,menurut Moerdiono, tidaklah realistis untuk mengharapkan adanya suatu masyarakat tanpa friksi dan konflik. “Kita perlu mempunyai pemahaman serta penafsiran baru terhadap masalah friksi dan konflik itu,” UJarnya.

Menyinggung ihwal strategi kebudayaan untuk pembangunan, Moerdiono mengatakan, penetapan politik dan strategi kebudayaan bisa disusun daerah demi daerah, sesuai dengan nilai-nilai kultural masyarakat daerah yang bersangkutan. “Kalau tak salah, beberapa daerah sudah memulai penetapan politik dan strategi budaya itu.” “Apapun namanya yang dipilah esensi-nya adalah suatu sikap kultural yang mendasar dan komprehensif terhadap pembangunan, yang bertitik tolak dan mengacu pada nilai-nilai kehidupan yang dijunjung tinggi oleh rakyat di daerah tersebut, ” demikian Moerdiono.

Pada kesempatan itu, Moerdiono juga mengatakan bahwa banyak kritik yang lontarkan mengenai sistem atau model ekonomi yang berkembang di Indonesia. Pengamat budaya Dr.Arief Budiman pada kesempatan itu bahkan mengatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia cenderung mengarah kepada kapitalistik yang berpijak pada materialisme, egoisme dan persaingan. Menanggapi pernyataan Arief Budiman, Mensesneg Moerdiono mengatakan kurang sependapat. (ant)

Sumber: Republika (23/12/1993)

________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 384-385.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.