MOERDIONO TIDAK PERCAYA ANGKA KEBOCORAN SAMPAI 30 PERSEN

MOERDIONO TIDAK PERCAYA ANGKA KEBOCORAN SAMPAI 30 PERSEN [1]

 

Jakarta, Antara

Mensesneg Moerdiono menegaskan bahwa dirinya tidak percaya dengan pemyataan Prof. Soemitro tentang angka kebocoran pembangunan mencapai 30 persen.

“Saya tidak percaya angka kebocoran mencapai sebesar itu (30 persen-red.), kecuali Pak Mitro bisa membuktikan dari mana angka-angka itu,” katanya seusai mengikuti pidato Presiden Soeharto dalam pengantar RAPBN 1994/95 serta Nota Keuangan, di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, pengertian tentang kebocoran saat ini belum ada kesamaan dan masing-masing pihak mengemukakan pendapat tentang kebocoran yang berbeda, sehingga kesimpulannya juga berbeda.

“Dengan masing-masing pihak memiliki pengertian yang berbeda-beda malah menjadi bingung. Oleh karenanya rumusannya harus mengacu ke BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) atau dalam kebocoran itu tanya balik saja kepada Pak Mitro, apa yang dimaksud kebocoran menurut dia,”pintanya.

Ia mengatakan, penyebutan angka 30 persen secara nalar sudah tidak masuk akal. Oleh karena itu perlu setiap pihak dalam memberikan “statement” (pernyataan) agar berhati-hati, sehingga tidak membingungkan masyarakat. Ketika ditanya apakah Mensesneg akan menemui Prof. Soemitro untuk mengetahui maksud pernyataan kebocoran tersebut, ia mengatakan, kalau ada kesempatan mungkin saja bertemu.

“Kalau ada kesempatan bertemu Pak Mitro, saya akan tanyakan itu. Tetapi saat ini saya tidak bisa, sedang sibuk ada urusan lain,” katanya.

Sambut Gembira

Moerdiono mengatakan bahwa dirinya menyambut gembira adanya inisiatif DPR akan melakukan dengar pendapat dengan Prof. Soemitro membahas tentang pernyataan kebocoran pembangunan yang mencapai 30 persen.

“Bagus itu. Saya senang DPR bila bisa melakukan dengar pendapat langsung dengan Prof. Soemitro sehingga bisa diketahui secara persis permasalahannya,” katanya.

Ketua DPR/MPR Wahono dalam acara peletakan batu pertama pembangunan gedung baru DPR (5/ 1) kepada wartawan mengatakan bahwa Komisi DPR akan meminta Prof. Soemitro untuk melakukan dengar pendapat tentang pernyataan kebocorannya itu, sehingga bisa jelas.

Sementara itu Ketua Bepeka JB Sumarlin ketika dimintai konfirmasinya tidak bersedia menjawabnya. Menanggapi masalah kebocoran ini, Wakil Ketua Komisi APBN dari F-PDI Aberson Marie Sihaloho, mengatakan, pemerintah harus secara jelas melampirkan program-programnya dalam RUU APBN ini, sehingga DPR dapat mengawasinya secara material. Dia mensinyalir, masalah kebocoran ini merupakan “white color crime” yang perlu segera diberantas karena menggerogoti anggaran dan pendapatan nasional. Ketua Litbang PDI Kwik Kian Gie mengatakan, penyakit bangsa ini yang sudah lama perlu diberantas adalah adanya korupsi baik material maupun mental yang berupa terjadinya kolusi antara pengusaha dan pejabat.

Bentuk Komisi Kebocoran

Sementara itu, anggota MPR FPDI Laksamana Sukardi, memandang perlu dibentuknya komisi kebocoran anggaran, yang anggotanya bisa terdiri atas anggota DPR untuk mengontrol kemungkinan terjadinya kebocoran.

Dia juga mengakui kriteria kebocoran itu tidak jelas. “Apakah kebocoran itu kebocoran mumi ataukah karena ada inefisiensi baik di tingkat aparat pemerintah dengan begitu banyak pegawai yang sebenamya tidak bekerja ataukah karena ada sistem tender yang tertutup,” katanya.

Menurut dia, dengan sistem tender tertutup, pemerintah bisa saja memenangkan pihak yang memberikan harga tertinggi, padahal bila dengan sistem terbuka,mungkin suatu proyek dapat dibiayai setengah dari nilai yang dimenangkan. Untuk mencegah semakin besarnya kebocoran, dia menyarankan agar aparat pemerintah diefisiensikan, para pegawai yang tidak ada kerjanya lebih baik dikurangi, dan yang lebih berbahaya lagi bila para birokrat itu tidak ada pekerjaan.

“Karena mereka akan mencari pekerjaan di luar dengan ‘ngobyek,’ keadaan ini dapat mengganggu dunia usaha, karena mereka yang seharusnya melayani justru memanfaatkan pekerjaannya untuk kepentingan sendiri,” katanya.

Mengenai pengawasan BPK terhadap adanya kebocoran itu, dia mengatakan pengawasan perlu diperbaiki, dan yang penting kebocoran itu harus dicegah, mungkin bisa dengan pengurangan peranan pemerintah di berbagai sektor dan dialihkan ke swasta.”Masuknya para birokrat pemerintah di berbagai sektor yang sebetulnya bisa dikelola swasta justru akan memperbesar anggaran rutin, yang berarti itu memberatkan APBN. Hal-hal seperti inilah yang saat ini perlu diantisipasi pemerintah,” katanya.

(T. PE09/PE04/PE11/EU08 / 6/01/9415:09

Sumber:ANTARA(06/01/1994)

_______________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 166-168.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.