NEGARA MAJU IKUT BERTANGGUNJAWAB MENGENTASKAN NEGARA BERKEMBANG DARI KEMISKINAN[1]
Hongkong, Antara
Menristek Prof. DR. B.J. Habibie mengingatkan, negara-negara maju harus bertanggungjawab mengentaskan negara berkembang dari batas garis kemiskinan.
“Negara maju jangan hanya memikirkan diri sendiri, menjual hasil teknologi mereka kepada negara miskin dengan harga sangat mahal. Bahkan kadang-kadang melakukan pemasaran terlalu agresif dan kurang etis,” kata Habibie pada seminar sehari tentang “Penggunaan Teknologi Tinggi dan Keuntungannya di Abad 21″di Hongkong, Selasa.
Habibie diundang khusus sebagai pembicara utama dalam seminar yang diselenggarakan surat kabar The International Herald Tribune untuk mendengarkan pengalamannya selama hampir dua puluh tahun mendampingi Presiden Soeharto.
Ia dinilai sebagai figur yang perlu didengar mengingat pengalamannya selama 15 tahun bergelut dalam penerapan teknologi tinggi di Indonesia. Menurut Habibie, selama negara maju bersikap apatis membantu negara miskin maka tindakan itu selain akan merugikan mereka sendiri, juga akan memperbesar jurang antara kaya dan miskin.
“Kita harus bersama-sama menghapus jurang kemiskinan tersebut dengan cara membantu meningkatkan produktivitas dan pendapatan negara-negara berkembang sampai di atas batas garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia sebesar 329 dolar AS perkapita/tahun,” katanya sambil menambahkan bahwa batas angka kemiskinan yang sebenamya mungkin lebih besar dari itu.
Apabila banyak negara-negara berkembang pendapatannya di atas garis kemiskinan, kata Habibie, pasar akan lebih berkembang karena negara yang berpenghasilan di atas garis kemiskinan itu yang dapat menciptakan pasar bagi kebutuhan manusia termasuk pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kondisi seperti itu akan menguntungkan pula bagi negara maju karena negara negara berkembang tadi mampu membeli teknologi yang ditawarkan. Dan mereka juga ikut dalam tanggungjawab sosial dan menjaga keamanan dunia. Negara berkembang sama dengan negara maju, walau bagaimanapun membutuhkan teknologi sebagai syarat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Karenanya, negara-negara berkembang selama ini banyak yang tidak dapat menanamkan investasinya dalam sumber daya manusia, karena dananya habis tersedot dalam pembangunan infrastruktur dan teknologi, ujarnya.
Teknologi Tinggi
Ketika menyinggung pentingnya penggunaan teknologi tinggi, Habibie dengan tegas mengatakan, bahwa itu sudah merupakan suatu kebutuhan dasar bagi manusia.
Jumlah microchip yang menjadi dasar dari teknologi tinggi produksinya sudah jauh melebihi produksi pangan dalam berbagai bidang. Ini berarti manusia, hidupnya sudah tergantung dari microchip. Contohnya, kata Habibie, masuknya radio kecil yang kini terdapat di mana-mana, apa itu di atas meja belajar atau di atas tempat tidur. Jadi banyak hasil dari teknologi tinggi dinikmati oleh manusia itu sendiri tanpa batas.
Setiap bangsa yang tidak memperhatikan masalah teknologi tinggi maka pada abad yang datang ia tidak bisa mengikuti perkembangan dunia yang makin mengecil, sehingga ekonominya akan mengalami pertumbuhan negatif.
Bangsa yang hanya mengandalkan sumber daya alam saja tanpa menyadari pentingnya sumber daya manusia yang akan melaksanakan teknologi tinggi, juga akan kewalahan karena sumber alam tersebut terbatas adanya, dan mungkin juga bisa habis pada suatu waktu. Sumber daya alam justru dapat memanfaatkan teknologi tinggi seperti yang telah dilakukan saat ini dimana kabel telekomunikasi yang tadinya memakai tembaga kini telah diganti dengan serat optik basil dari teknologi.
Negara berkembang yang tidak memikirkan teknologi tinggi akan tetap tertinggal dan selalu tergantung pada negara lain. Oleh karena itu setiap bangsa sebaiknya dapat menyiapkan paling tidak satu persen sumber daya manusia yang akan menangani teknologi tinggi. Indonesia telah menargetkan sumber daya manusia tersebut sebesar satu persen, Jepang lima persen,Jerman empat persen dan Amerika Serikat tiga persen, demikian Habibie. (U. RE1/23:34/EU08/18/05/93 23:55
Sumber:ANTARA (18/05/1993)
_____________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 445-447.