Surabaya, 23 Mei 1998
Kepada
Yang Mulia Bapak Soeharto
Jl. Cendana
Jakarta
NEGARAWAN SEJATI [1]
Dengan segala hormat,
Sekalipun Bapak tidak lagi menjabat selaku presiden RI, kami tetap menghormati dan mengenang jasa-jasa Bapak sebagai Bapak Pembangunan, juga Bapak Pemersatu bangsa khususnya umat beragama.
Yang paling berkesan bagi kami, ketika Sidang Majelis Lengkap Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) yang biasanya dibuka oleh pejabat setingkat Menteri dalam sidang MPL – PGI di Lippo Cikarang, Jakarta bulan November 1996, Bapak sendiri menyempatkan hadir dan meresmikan pembukaannya.
Seperti biasanya Bapak membuka sidang yang lebih akbar 5 tahun sekali: Sidang Raya PGI. Waktu itu, hati umat Kristiani sedang dilanda kecemasan, kegelisahan, bahkan pertanyaan apakah pemerintah sudah memperdulikan kami?
Kehadiran Bapak, sekalipun jadwal Bapak sudah padat, memberi air sejuk bagi kami, umat Kristiani dan mewujudkan citra seorang Negarawan yang mengayomi semua golongan masyarakat Indonesia yang majemuk.
Melihat aksi-aksi demo yang menyudutkan dan menyinggung hati Bapak, kami merasa sangat sedih, sedih sekali.
Di manakah kebesaran bangsa ini terhadap jasa-jasa pahlawannya? Apakah manusia ada yang sempurna? Semoga Tuhan Yang Maha Tahu dan penuh kasih selalu menguatkan dan menghibur hati Bapak sekeluarga.
Menurut iman kami, Allah di dalam Yesus pernah menangis melihat kesedihan dan ikut merasakan kedukaan Maria dan Marta karena kematian Lazarus, saudaranya. Juga dia yang telah naik ke surga (baru saja diperingati 21 Mei 1998) dapat memahami dan merasakan isi hati Bapak yang kami hormati. Selamat HUT ke 78 – 8 Juni 1998.
Semoga Bapak selalu dilindungi dan diberkati oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, sekali lagi terima kasih atas perhatian dan pengabdian Bapak selama ini. Mohon maaf bila ada kata – kata yang salah. (DTS)
Hormat kami,
Pdt. Yohansen Candra
Jawa Timur
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 844-845. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.