OPEC DAN IPEC BELUM AKAN BAHAS MASALAH PEMBAGIAN PASAR
Jakarta, Antara
OPEC dan sejumlah produsen minyak yang tidak bergabung dalam OPEC dan menamakan kelompoknya “Independent Petroleum Exporting Countries” (IPEC) akan bertemu lagi untuk membahas masa depan minyak, tetapi dalam jangka pendek belum akan dibahas pembagian pasar. Masalah kerja sama diantara OPEC dan IPEC
dijelaskan Sekjen OPEC Subroto kepada wartawan sesudah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soeharto di Bina Graha, Senin untuk menjelaskan hasil pertemuan kedua kelompok tersebut di Kuala Lumpur, baru-baru ini.
Subroto mengatakan hubungan OPEC dengan IPEC mulai akrab ketika IPEC baru-baru ini mengambil keputusan secara sepihak untuk mengurangi produksi dan ekspor minyak mentah mereka 300.000 barel/hari. Produksi IPEC setiap harinya adalah sekitar 22,5 juta barel.
Mantan Menteri Pertambangan dan Energi tersebut mengatakan dalam pertemuan mendatang akan dibahas perkiraan keadaan dalam jangka menengah dan panjang minyak bumi serta usaha bersama untuk menjawab tuduhan sejumlah negara lainnya tentang pencemaran udara yang ditimbulkan minyak.
“Apakah terdapat kemungkinan untuk menetapkan suatu kuota antara OPEC dan IPEC?,” tanya wartawan yang langsung dijawab oleh Subroto “Dalam jangka pendek ini, belum kelihatan untuk membicarakan bersama bagaimana membagi pasaran.” Subroto mengatakan dalam pertemuan dengan anggota IPEC antara lain Uni Sovyet, Oman, Angola, serta Malaysia telah dijelaskan keputusan OPEC untuk menaikkan pagu produksinya menjadi 20,5 juta barel mulai 1 Oktober dibanding dengan pagu 18,5 juta barel sebelumnya.
Menanggapi laporan tersebut, Presiden Soeharto mengatakan semua produsen minyak tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, sehingga kerja sama seperti itu memang harus dijalin. Ketika berbicara tentang tuduhan bahwa minyak mentah mengakibatkan terjadinya pencemaran udara, Subroto menyebutkan kecaman itu menyebutkan para produsen hingga sekarangdipersalahkan sebagai biang keladi berubahnya cuaca.
“Sampai sekarang para produsen tidak pernah mengambil posisi. Diam saja. Kalau kita berbicara bersama dengan produsen-produsen lainnya, mempelajarinya lebih mendalam, maka kita bisa mengambil posisi,” kata Subroto yang didampingi penggantinya, Ginandjar Kartasasmita. Kepada Presiden Soeharto, dijelaskan pula hasil pertemuan OPEC dengan MEE untuk pertama kalinya dalam upaya mewujudkan kestabilan pasaran.
Ke-12 negara anggota MEE yang merupakan konsumen potensial bagi energi karena penduduknya berjumlah 325 juta orang menginginkan terjaminnya kepastian pemasokan (supply security). Sebaliknya OPEC menginginkan pemasaran yang terjamin (demand security).
“Karena itu, kerja sama antara kedua pihak adalah amat penting. Mereka membutuhkan supply security. Sedangkan kita (OPEC, red) menginginkan kepastian pasar. Bertemunya kedua hal itu merupakan dasar bagi kerja sama,” kata Subroto.
Sementara itu, Menteri Ginandjar melaporkan kepada Presiden Soeharto tentang rencana keberangkatannya ke Bangkok untuk menghadiri sidang Perhimpunan Negeri Penghasil Timah (ATPC) tanggal 16-17 Oktober.
Indonesia mengharapkan harga timah yang sekarang mencapai 8300-8500 dolar AS/ton masih bisa ditingkatkan, sehingga bisa melampaui 9000 dolar/ton.
Sumber : ANTARA (09/10/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 486-488.