PADA PRINSIPNJA SEMENTARA ORGANISASI MENERIMA IDE “TIGA PARTAI”

Partai2 Politik & Golkar Menjampaikan Tanggapannja Pada Presiden

PADA PRINSIPNJA SEMENTARA ORGANISASI MENERIMA IDE “TIGA PARTAI” [1]

 

Djakarta, Kompas

Para pimpinan Partai Politik dan Golkar Djumat malam di Istana Merdeka telah menjampaikan tanggapan atau djawaan masing2 terhadap gagasan Presiden Soeharto mengenai penjederhanaan kepartaian dan beberapa hal lainnja, seperti kepemimpinan DPR dan status MPRS setelah tanggal 28 Oktober ’71. Pada umumnja diperoleh kesan, bahwa pada prinsipnja sementara organisasi dapat menerima gagasan tsb., meskipun dengan berbagai variasi.

Seperti telah diberitakan, Presiden Rabu malam a.l. melontarkan gagasan supaja dibentuk tiga bendera partai sadja sebelum Pemilu jad, masing2 dua Parpol dan satu Golkar, (bukan satu Parpol, satu Golkar dan satu ABRI seperti di siarkan “Kompas” hari Djumat).

Keterangan langsung dari para pemimpin Organisasi itu sulit diperoleh, karena para wartawan samasekali dilarang masuk kehalaman Istana. Parpol2 dan Golkar itu datang menjampaikan djawabannja satu-persatu, disesuaikan dengan urutan tanda gambar masing2 dalam Pemilu jl. Sampai djam 21.30 beberapa Organsiasi masih menunggu gilirannja.

Parmusi Sedia Lebur Diri

Dari sekian Organisasi, hanja Parmusi dan Parkindo jang malam itu memberikan keterangan pers. Parmusi menjatakan, bhw penjederhanaan kepartaian memang bagian penting daripada usaha pembaharuan struktur politik dan penjederhanaan dengan usaha lebih mengefektifkan “pengelompokan partai2” memang dirasa sebagai kebutuhan pembangunan, jang selandjutnja dapat ditempuh dan diatur dengan UU Kepartaian dan Keormasan.

Berdasarkan itu, Parmusi menjetudjui untuk mempertjepat proses penjederhanaan kepartaian, dan apabila masalah penjederhanaan itu hanja tergantung kepada Parmusi, maka Parmusi bersedia meleburkan diri (berfusi). Parmusi menghendaki, agar untuk memberikan landasan jang kuat dan konstitusionil, sebaiknja hal itu dituangkan dalam UU Kepartaian dan Keormasan.

Mengenai masalah DPR dan MPR, Parmusi dapat menjetudjui rentjana pelaksanaan dan kebidjaksanaan Presiden dalam mengatur djadwal waktu untuk kedua lembaga perwakilan rakjat tsb. Parmusi djuga setjudju usaha pengelompokan dalam DPR/MPR mendjadi 4 fraksi, dan hal jang menjangkut penggolongan/fraksi tsb (misalnja nama fraksi) dapat diserahkan pada masing2 fraksi. Pimpinan DPR agar tetap dalam susunan Ketua dan 4 Wakil Ketua jang mentjerminkan 4 Fraksi jang ada dalam DPR, dan sekaligus Pimpinan DPR mendjadi Pimpinan MPR, jang dibantu seorang Sekdjen MPR. Pernjataan sikap Parmusi itu ditandatangani oleh Sekretaris PP, Moh. Husnie Thamrin.

Dari Parkindo diperoleh sikap, bahwa partai ini menjetudjui gagasan2 fraksi dari Presiden dengan tjatatan, hendaknja penamaan Fraksi Materiel Spirituil diubah mendjadi Fraksi Demokrasi Pembangunan sesuai dengan penamaan jang telah disetjudjui kelima Parpol anggautanja tahun lalu (PNI, Parkindo, Katolik, IPKI dan Murba). Fraksi tersebut terbuka untuk Parpol2 lain diluar kelima Parpol jang sudah ada sedjak permulaannja.

Selandjutnja Parkindo djuga setudju pada gagasan pimpinan DPR terdiri dari seorang Ketua dan empat Wakil Ketua jang masing2 mewakili keempat fraksi jang ada di DPR nanti. Tapi asal hal itu tidak melahirkan atau mempertadjam polarisasi dalam masjarakat. Dinjatakan, bahwa adanja 4 fraksi adalah usaha djangka pendek melalui lembaga2 formil (DPR) utk menudju sistim dua partai, dan dIm djangka pandjang parpol2 hendaknja terbuka untuk semua WNI tanpa melihat agama, keturunan, suku dll. Disamping itu, adanja fraksi2 tsb, hendaknja tidak membatasi hak2 partai di DPR. Mengenai sistim voting, Parkindo menegaskan, bahwa sistim tersebut tidak boleh dilakukan dalam soal2 jang fundamentil, misalnja jang menjangkut dasar negara dan UUD ’45. Tapi untuk haI2 jang tak prinsipiil, sesuai dengan UUD sistim voting itu dapat dilakukan.

Tentang pimpinan MPR dinjatakan, bahwa hal itu dapat dirangkap oleh pimpinan DPR dengan persetudjuan sidang MPR sendiri. Parkindo menambahkan, bahwa tentang pegawai ngeri, dapat dibentuk suatu Corps Pegawai Negeri jang terlepas dari Organisasi2 Politik dalam masjarakat, tapi dalam pemilu hendaknja mereka diberi kebebasan menggunakan haknja se-luas2nja. Pernjataan Parkindo itu ditandatangani Ketua Alex Wenas dan Sekdjen Sabam Sirait.

Dari PNI sementara itu belum diperoleh keterangan. Ketua Umum PNI Isnaeni ketika ditanjai apakah menjetudjui gagasan2 Presiden hanja tertawa dan mengatakan: “Mbokja djangan tanjajang itu2 sadja …”.

Malam itu jang hadir adalah: Partai Katolik IJ Kasimo dan VB da Costa, PSII ­Bustaman SH, Anwar Tjokroaminoto, Drs. Sjarifuddin Harahap dan Wartomo, NU – KH Idham ChaIid, HS Sjaichu, Jusuf Hasjim, Noerdin Lubis dan Wakil Rois A’ am KH Bisjri Sjamsuri, Parmusi – Dr. Sulastomo, Husnie Thamrin dan Djadil Abdullah, Golkar – Drs. JB Moedopo dan Majdjen Amir Moertono SH (ketua I Golkar dan Asbin Sospol hankam) Parkindo – Alexander Wenas, Sabam Sirait. JCT Simorangkir dan john Tahamata, Partai Murba – Maroeto Nitimihardjo dan Sitorus SH, PNI – Mh. Isnaeni dan Drs. Hardjantho, Perti – Rusli Cholil dan Drs. Judo Paripurno dan IPKI diwakili oleh Dr. Hasjim Ning dan Achmad Sukarmadidjaja.

Sedang pihak Presiden tampak Sekkab Soedharmono SH dan Aspri Presiden Majdjen Soedjono Hoemardani. (DTS)

Sumber: KOMPAS (09/10/1971)

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 846-848.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.