Pak Harto Intuisinya Sangat Tajam, Menteri Tidak Berani Bohong

Pak Harto Intuisinya Sangat Tajam, Menteri Tidak Berani Bohong

Oleh: Kolonel Issantoso[1]

Presiden Soeharto intuisinya sangat tajam. Waktu itu saya menjadi ajudan Pak Harto dan mengiringi beliau keliling Timor Timur menggunakan helikopter, kira-kira tahun 1996. Usai keliling Timor-Timur, beliau turun dari Helikopter dan saya ajukan alternatif untuk istirahat di VVIP room, di mana Gubernur Timor Timur dan para pejabat setempat menunggu. Saya sampaikan alternatif itu, barangkali beliau perlu ke toilet atau istirahat sebentar, sebelum naik pesawat menuju Jakarta. Setelah saya ajukan alternatif itu, beliau tengok kanan-kiri sambil agak mendongak. “Kita langsung ke pesawat”, instruksi beliau tegas. “Mohon maaf Pak, para pejabat setempat sudah menunggu di VVIP room, barangkali bisa ditemui 10 menit”, jawab saya. “Minta temui saya di sini saja”, balas Presiden Soeharto.

Setelah menemui para pejabat daerah itu sebentar, rombongan Presiden Soeharto langsung menuju tangga pesawat dan terbang menuju Jakarta. Setibanya di Bandara Halim, rombongan Presiden sudah disambut para pejabat yang dipimpin Wakil Presiden Try Soetrisno, yang tampak begitu gusar. Sebagai ajudan saya mengajukan pertanyaan, “mohon maaf Pak, kalau diijinkan tau, ada peristiwa apa ?”. “Aduh dik… cuaca sangat buruk, tidak ada yang berani memutuskan untuk landing. Karena pejabat tertinggi yang ada saya, maka saya yang harus membuat keputusan. Anehnya 10 menit sebelum landing cuaca mendadak bagus”, jelas Wapres Try Soetrisno.

Setelah itu kejadian aneh muncul kembali, cuaca tiba-tiba gelap dan hujan turun lebat sekali. Bahkan jarak pandang iring-iringan rombongan Presiden dari Halim menuju Istana, kira-kira hanya 5 meter. Saya bayangkan, andaikan Pak Harto mengikuti alternatif yang saya ajukan, Istirahat sepuluh menit saja di VVIP room di Bandara Dili, saya tidak bisa bayangkan kejadiannya.

Ketajaman intuisi ini pula yang membuat para menteri tidak berani bohong terhadap Pak Harto. Karena pasti ketahuan.

***



[1]  Ajudan Presiden Soeharto, tahun 1995 s/d 1998. Kisah ini dituturkan oleh Kolonel Issantoso pada tanggal 21 Februari 2014.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.