PAK HARTO: POLRI DAN ABRI TIDAK TERPISAHKAN

PAK HARTO: POLRI DAN ABRI TIDAK TERPISAHKAN[1]

Jakarta, Media Indonesia

Presiden Soeharto menegaskan Polri lahir di tengah suasana revolusi dan perang kemerdekaan, terjun ke kancah perang untuk menegakkan dan mempertahankan Republik Indonesia. Karenanya Polri merupakan kekuatan perjuangan yang tidak terpisahkan dari ABRI. Amanat Kepala Negara tersebut dibacakan Kapolri pada resepsi perayaan HUT ke-49 Bhayangkara di Jakarta, Sabtu (1/7). Kapolri Jenderal Banurusman Astrosemitro yang dihubungi usai upacara menyatakan hal senada. Menurut Banurusman, Polri tidak bisa terpisahkan dari ABRI karena memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan polisi di negara lain.

“Polri lahir dari rakyat dan bersama kekuatan lain berjuang melawan penjajah. Dari sejarah inijelas Polri tidak terpisahkan dari ABRI, “tegas Banurusman.

Akhir pekan lalu, kepada Media beberapa pakar dan praktisi hukum serta kalangan DPR RI mengemukakan perlunya dipikirkan kemungkinan polisi dipisahkan dari ABRI agar lebih profesional dan mandiri dalam menjalankan tugasnya. Apalagi selama ini masyarakat merasa kurang memiliki polisi. Karena ada kesan polisi sering diperalat kelompok kepentingan tertentu sehingga kurang berwibawa. Sebab itu polisi harus segera memperbaiki citranya sendiri.

Dalam buku menyambut 49 tahun Polri yang diterbitkan Dinas Penerangan Polri, masalah keberadaan Polri juga dikupas. Struktur Kepolisian RI tidak seperti negara lain yang sesuai konvensi Jenewa berada di bawah departemen dalam negeri. Hal ini karena latar belakang sejarah kelahiran Kepolisian Indonesia yang sudah terbentuk di tengah suasana revolusi dan perang kemerdekaan, kendati harijadinya diresmikan 1 Juli 1946.

Dalam memeriahkan HUT ke-49 di lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Sabtu (1/6) sejarah lahirnya Polri digambarkan pula dalam sebuah drama pertempuran melawan tentara Jepang. Anggota polri dengan pakaiannya yang sederhana bersatu padu dengan rakyat dan kekuatan lain melawan penjajah.

Semakin Berat

Selanjutnya Presiden Soeharto mengungkapkan, dengan segala keterbatasannya Polri telah dapat menciptakan suasana aman dan tertib. Namun, Pak Harto mengingatkan, perlu disadari pula bahwa tugas sebagai alat penegak hukum, pengayom dan pelindung masyarakat semakin berat.

“Dwlia terus bergerak maju. Masyarakat kita juga berubah dengan sangat dinamis. Perubahan itu selain membawa hal-hal positifjuga membawa pengaruh negatif, seperti merlingkatnya kasus kejahatan.”

Kejahatan, lanjut Kepala Negara, merupakan ancaman terhadap masyarakat, peradaban dankemanusiaan, menghambat serta merugikan gerak maju pembangunan. “Karena itu kejahatan harus dicegah, ditangkal dan ditanggulangi, “ujarnya. Dalam hubungan tersebut Kepala Negara meminta jajaran Polri selalu siap melaksanakan tugas sekaligus mengantisipasi meningkatnya intensitas kejahatan. Disamping terus meningkatkan kemampuan dan citranya agar berWibawa dan dicintai rakyat.

Sebelumnya, pada upacara peringatan HUT ke-49 Bhayangkara, Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal Tanjung dalam amanat yang juga dibacakan oleh Kapolri menyoroti beberapa kelemahan Polri. Kelemahan paling menonjol adalah belurn optimalnya pelayanan Polri kepada masyarakat, baik administrasi maupun di lapangan. Kelemahan lain di bidang pengendalian lalu lintas, penanggulangan kerusuhan massa, kurangnya kemampuan penanganan perkara, serta lemahnya kesiapsiagaan anggota di lapangan.

”Ukuran keberhasilan tugas Polri apabila masyarakat dapat menikmati rasa aman dan tenteram bebas dari rasa ketakutan dan kekhawatiran terjadinya ancaman serta gangguan dalam kehidupan sehari-hari dengan suasana yang diwamai tertib hukum,” ujar Pangab yang mengingatkan perlunya antisipasi terhadap kejahatan bermotifkan politis.

Terhadap masalah terakhir, kepada pers Kapolri mengakui, menjelang pemilu terdapat kecenderungan kejahatan bermotifkan politis meningkat. Namun, pihaknya telah mewaspadai dan mengambillangkah antisipatif, kendati pelaksanaan pemilu masih dua tahun lagi.

 Sumber: MEDIA INDONESIA (03/07I 1995)

________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 226-228.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.