PARPOL2 & GOLKAR SETUDJUI GAGASAN PRESIDEN

PARPOL2 & GOLKAR SETUDJUI GAGASAN PRESIDEN [1]

 

Djakarta, Djakarta Post

Seluruh Parpol dan Golkar jang telah berkonsultasi langsung dengan kepala negara selama dua kali menjatakan menerima gagasan Presiden Soeharto, mengenai penjederhanaan fraksi2 di DPR, masalah MPR dan penjederhanaan partai2 politik.

Pernjataan ini dikemukakan oleh pimpinan2 parpol dan Golkar itu pada konsultasi terachir dgn Kepala Negara dari djam 19.00 sampai djam 23.00 malam Sabtu barusan sebagai landjutan konsultasi pertama jang diadakan pada Rabu malam.

Dalam konsultasi Djumat malam pimpinan2 Parpol dan golkar itu, diterima satu persatu oleh presiden, menurut urutan tanda gambar dalam Pemilu jang lalu. Seperti diketahui gagasan Presiden itu adalah dalam rangka penjederhanaan dan melantjarkan pengambilan kursi Pantjasila. Ke 4 Fraksi masing2 1. fraksi ABRI. 1. fraksi Golkar dan 2 fraksi jang terdiri dari partai2 (1 fraksi jang terdiri dari partai NU, Parmusi PSII dan Perti jang biasa disebut kelompok Spirituil Materiil atau Persatuan Pembangunan dan 1 fraksi jang terdiri dari partai2 PNI, Parkindo dan Katholik jang biasa disebut kelompok Materiil Spirituil atau Demokrasi Pembangunan. Pada umumnja semua partai dan djuga Presiden sendiri berpendapat, bahwa soal nama tidak mendjadi masalah jang prinsipiil.

Ketua DPR Dipegang Oleh Wakil Partai

Mengenai masalah Pimpinan DPR. Umumnja semua Parpol dan Golkar sependapat dan menerima gagasan Presiden, bahwa Pimpinan DPR terdiri dari 1 Ketua dan 4 Wakil Ketua. Para Wakil Ketua tersebut akan terdiri dari dan sekaligus mewakili ke-4 fraksi tsb diatas. (ABRI, Golkar, Fraksi “Demokrasi Pembangunan” dan Fraksi “Persatuan Pembangunan”).

Tentang kedudukan Ketua DPR, meskipun wadjar dipegang oleh Wakil Golkar karena Golkar mempunjai suara jang sangat besar tetapi Presiden berpendapat tidak mutlak untuk dipegang oleh Wakil Golkar. Beliau akan berusaha mendorong/mengarahkan agar Ketua DPR nanti dipegang oleh Wakil Partai. Pendapat Presiden ini sangat disetudjui oleh parpol2.

Mengenai pelaksanaan azas musjawarah untuk mufakat sesuai dengan Demokrasi Pantjasila, umumnja parpol2 lain Golkar berpendapat bahwa adanja voting atau tidak hendaknja didasarkan pada ketentuan Undang2 Dasar.

Parpol2 berpendapat bahwa untuk masalah jang prinsipiil seperti mengenai Preambule Undang2 Dasar. Djangan sampai diadakan voting. Dalam hubungan ini Presiden menjatakan bahwa apabila mechanisme fraksi jang empat itu dapat berdjalan efektif, maka DPR dalam memutuskan sesuatu masalah dapat dilakukan tanpa mengadakan voting, tanpa keharusan selalu adanja aklamasi.

Didalam musjawarah di fraksi2 djuga dilihat bagian dari fraksi jang mana dan berapa djumlahnja jang setudju dan tidak menjetudjui sesuatu masalah. Dengan demikian keputusan dapat di ambil atau dengan mufakat bersama (aklamasi) atau dengan suara terbesar dengan tjatatan sebagianjang tidak menjetujui (fraksi atau bagian fraksi) dapat mengadjukan tjatatan2 keberatannja.

Chusus mengenai MPR pada umumnja partai Golkar sependapat dengan Presiden bahwa dengan meresmikannja DPR 28 Oktober sudah tidak dapat kursi lagi.

Setelah terbentuknja DPR baru, pemerintahan dengan berkonsultasi dengan partai/Golkar membentuk suatu Badan Persiapan Sidang Pelantikan MPR basil Pernilu jang bertugas menjiapkan sidang pelantikan MPR hasil Pemilu.

Pimpinan parpol djuga sependapat, bahwa pimpinan MPR nanti dalam masa sidangnja itu terdiri dari Pimpinan DPR ditambah dengan seorang Wakil Ketua jang mewakili fraksi daerah. Ketetapan ini tentu harus diputuskan oleh sidang MPR sendiri.

Dengan komposisi ini, maka dalam waktu2 MPR tidak bersidang Pimpinan MPR tidak ada dan mereka mendjalankan fungsinja kembali sebagai pimpinan DPR. Wakil Ketua dari fraksi daerah dapat diserahi tugas sebagai Ketua BP MPR jang tugasnja menampung hal2 jang mungkin perlu untuk persiapan sidang2 MPR jang mungkin diadakan agar tetap ada hubungan kontinuitas antara sidang MPR jang satu dengan jang berikutnja.

Tidak Akan Timbul Kevakuman

Presiden menegaskan tidaklah perlu dichawatirkan bahkan kurang tepatlah pendapat bahwa dengan tiada berfungsinja lagi MPRS setelah DPR terbentuk nanti, akan timbul kevakuman kekuasaan lembaga tertinggi pemegang kedaulatan rakjat. Karena sebenarnja fungsi lembaga tertinggi telah dilaksanakan dengan penetapan2 haluan negara dan pengangkatan Mandataris MPRS seperti dilakukan dalam sidang umumnja dalam tahun 1968.

Untuk mempersiapkan berfungsinja lagi Lembaga tsb dalam siding jang akan datang (bulan Maret 1973). Persiapan2nja telah dilakukan sedjak sekarang dan nanti dengan pembentukan badan persiapan sidang pelantikan MPR.

Penjederhanaan Partai2

Semua partai dapat menjetudjui adjakan Presiden agar pengelompokan kekuatan masjarakat dalam fraksi2 di DPR ialah: Golkar “Demokrasi Pembangunan dan Persatuan Pembangunan” dalam djangka djauhnja dapat mengkristalisai sendiri dalam rangka penjederhanaan kepartaian ini. Setidak2nja dalam Pemilu tahun 1976 jad.

Peserta Pemilu hanja akan keluar dengan tiga tanda gambar sadja, jaitu : tanda gambar Golkar, kelompok “Demokrasi Pembangunan” dan kelompok ” Persatuan Pembangunan”.

Presiden menegaskan dia tidak ingin melaksanakan penjederhanaan partai2 itu dengan paksaan tindakan dari atas.

Diingatkannja, bahwa penjederhanaan kepartaian dan keormasan itu, adalah tugas jang dibebankan oleh rakjat melalui MPRS jang harus diatur melalui Undang-­undang mendjadi kewadjiban DPR dan Pemerintah-lah untuk menjiapkan dan melaksanakan ketentuan tsb. Demikianlah pokok-pokok hasil dan kesimpulan pertemuan konsultasi antara Presiden dengan Parpol2/Golkar jang berlangsung dua kali itu, menurut Sekretaris Kabinet Sudharmono SH. (DTS)

Sumber: Djakarta Post (11/10/1971)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 878-880.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.