PEGAWAI NEGERI DAN ABRI DILARANG MILIKI/PIMPINAN PERUSAHAAN SWASTA

PEGAWAI NEGERI DAN ABRI DILARANG MILIKI/PIMPINAN PERUSAHAAN SWASTA [1]

 

Jakarta, Suara Karya

Presiden dalam Peraturan Pemerintah No.6 tahun 1974 bidang pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam usaha swasta melarang pegawai negeri dan anggota ABRI untuk memiliki seluruh atau sebagian pemimpin maupun menjadi anggota pengurus atau pegawai suatu perusahaan swasta.

Disamping itu Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan tanggal 5 Maret itu, melarang Pegawai Negeri dan anggota2 ABRI untuk melakukan kegiatan dagang secara resmi ataupun sambilan. Yang dimaksud pegawai negeri adalah pegawai negeri sipil pusat dan daerah, anggota ABRI, pegawai perusahaan jawatan, perusahaan umum, badan usaha milik negara yang dibentuk dengan Undang2 dan Pegawai Bank milik Negara.

Pegawai perusahaan Persero pegawai perseroan terbatas rnilik negara yang belumn digolongkan ke dalam salah satu bentuk Usaha Negara dan Pegawai Perusahaan Daerah.

Penjabat adalah Pegawai negeri dan penjabat bukan pegawai negeri yang ditingkat daerah menjabat Camat dan Manteri Pagar Praja, di tingkat Kabupaten/Kota Madya menjabat Bupati/Walikota dan jabatan Eselon II keatas bisa Jawatan Otonom maupun Jawatan Pusat. Juga yang tingkat Propinsi menjabat Gubernur dan jabatan eselon II atas.

Larangan tersebut dikemukakan kepada pegawai negeri supaya golongan ruang IV/a ke atas anggota ABRI berpangkat Letnan II keatas, Penjabat seperti isteri dari penjabat eselon perwira tinggi ABRI dan Pejabat2 lainnya yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga ybs.

Sedangkan yang tidak termasuk kelompok tersebut tidak terkena larangan, tetapi hrus dengan izin tertulis dari Penjabat yang berwenang.

Larangan ini tidak berlaku di bidang pemilikan saham suatu perusahaan sepanjang jumlah dan surat pemilikan itu langsung/tak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan juga bila melakukan pekerjaan swasta yang mempunyai fungsi sosial seperti praktek dokter, bidan, sebagai guru dan lainnya yang ditetapkan Presiden.

Larangan tidak berlaku bagi isteri yang menerima pekerjaan atau bekerja sebagai pegawai pada swasta atau perusahaan milik negara yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan/jabatan suaminya dan tidak pula berlaku bagi hal2 khusus dengan izin Presiden.

Untuk sebagian kegiatan di atas, yang bersangkutan harus mendapat izin tertulis dari penjabat yang berwenang. Pegawai negeri sipil dan anggota ABRI serta penjabat hanya dapat bekerja pada perusahaan milik negara atau perusahaan swasta milik instansi resmi yang mempunyai tujuan serta fungsi sosial baik sebagai pemimpin, pengurus, pengawas atau pegawai biasa saja, atas dasar penugasan dari penjabat yang berwenang dan diangkat berdasarkan peraturan yang berlaku.

Penugasan dalam perusahaan tidak dibenarkan untuk dirangkap dalam jabatan pemerintah, kecuali untuk penugasan sebagai pengawas dalam perusahaan.

Dalam Usaha Sosial

Peraturan Pemerintah tsb. juga melarang pegawai negeri sipil golongan ruang IV/PGPS 1968 ke atas, anggota ABRI berpangkat Letnan II ke atas dan penjabat untuk duduk sebagai pengurus, penasehat atau pelindung dalam badan usaha sosial dengan menerima upah atau keuntungan materiil lainnya. Untuk duduk dalam jabatan itu tanpa mendapat upah dsb. harus dengan izin tertulis penjabat yang berwenang.

Disebutkan pula bahwa isteri mereka yang duduk sebagai pengurus, penasehat atau pelindung dalam badan sosial dengan menerima upah dsb. harus memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang tempat suaminya bekerja.

Sedangkan pegawai negeri sipil golongan ruang III/d PGPS 1968 ke bawah dan anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan I ke bawah dengan menerima upah harus memperoleh ijin bila duduk sebagai pengurus, penasehat, pelindung dalam badan sosial.

Sanksi

Pelanggar ketentuan Peraturan Pemerintah tsb. akan ditindak sesuai hukum. Kepada pimpinan instansi sipil atau ABRI wajib mengambil langkah untuk menjamin pelaksanaan ketentuan2 di atas dan mengambil tindakan. Apabila tidak melakukan kewajibannya akan ditindak pula sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Ketentuan pembatasan berusaha, duduk dalam usaha sosial di atas tersebut tidak berlaku bagi pegawai negeri dan anggota ABRI yang berada dalam keadaan masa persiapan pensiun/sedang menjalani cuti besar menjelang pensiun, diberhentikan sementara dan menerima uang tunggu.

Keppres No. 10/1974

Pada tgl. 5 Maret telah dikeluarkan pula Keputusan Presiden No. 10/74 mengenai pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam rangka pendayagunaan aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup yang beberapa waktu berselang dikumandangkan.

Dalam keputusan itu dinyatakan larangan bagi instansi2 Pemerintah pusat dan daerah serta penjabat2nya untuk memberikan pelayanan yang berlebihan kepada Pegawai Negeri, anggota ABRI dan Penjabat yang berkunjung ke daerahnya dalam rangka tugas ataupun tidak.

Penyelenggaraan hari ulang tahun Departemen, instansi, perusahaan dll. diputuskan untuk dilangsungkan sederhana tanpa pesta2.

Mengenai kendaraan dinas hanya boleh di bawah 3.000 cc, dan yang sampai sekarang telah digunakan harus diserahkan kepada Sekretariat Negara.

Kendaraan dinas hanya boleh satu walaupun jabatannya rangkap, demikian pula rumah dinas.

Mereka yang pada saat ini masih menguasai atau menggunakan lebih dari satu kendaraan dinas diwajibkan untuk menyerahkannya kembali kepada instansinya selambat2nya pada tanggal 1 April ini.

Juga mengenai rumah dinas yang punya lebih dari satu, yang bersangkutan dalam hubungan ini diwajibkan menyerahkan kembali salah satu rumah dinas kepada instansinya selambatnya pada tanggal 17 Agustus yang akan datang.

Untuk pegawai negeri, anggota ABRI, penjabat dan isterinya kalau melakukan perjalanan ke luar negeri untuk kepentingan pribadi harus dengan ijin tertulis penjabat yang berwenang dilarang memasuki tempat perjudian, klab malam, pemandian uap.

Menerima dan memberi hadiah juga dilarang kecuali dari suami, isteri, anak, cucu, orangtua, nenek atau kakek pada kesempatan tertentu. Sanksi yang bisa diambil terhadap pelanggaran antara lain hukuman jabatan, hukuman pidana. (DTS)

SUMBER: SUARA KARYA (09/03/1974)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 419-421.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.