PEMBANGUNAN (BAGIAN VII) (Dikutip dari Buku “Pak Harto, Pandangan dan Harapannya”)
Jakarta, Pelita
Jumlah bantuan Pemerintah jenis ini dalam tahun anggaran 1986/1987 baik kepada desa, kabupaten maupun propinsi, seluruhnya sebesar Rp 598,7 milyar yang kalau dibandingkan dengan seluruh APBN 1969/1970 sebesar Rp 318 milyar sungguh merupakan satu ukuran keberhasilan. Belum lagi bantuan-bantuan lain dalam bentuk Inpres Kesehatan (1986/1987-Rp 114,5 milyar), Inpres Sekolah Dasar (1986/1987-Rp 417,2 milyar), Inpres Penghijauan dan Reboisasi (Rp 42,3 milyar dalam tahun anggaran 1986/1987, Inpres Penunjang Jalan (idem dito Rp 130 milyar), Inpres Pasar (Rp 11,5 milyar). Bantuan-bantuan langsung kepada daerah yang dituangkan dalam Instruksi Presiden ini dalam dirinya mengandung nilai idealisme pemerataan.
Bantuan 100 ribu per desa sejak awal Repelita I telah dapat membangkitkan partisipasi rakyat dan memanggang semangat kegotong-royongan. “Trickle Down Theory” di pihak lain mengandung satu pragmatisme, tapi jelas tidak dapat mempercepat atau menjadi satu terobosan pemerataan. Seperti telah dikatakan oleh Pak Harto, bahwa Pembangunan merupakan usaha kita, bukan sekedar perwujudan sikap pragmatisme melainkan benar-benar merupakan perwujudan semangat idealisme. Pembangunan tidak dimaksudkan hanya untuk mempertahankan hidup melainkan untuk mengisi dan memberi makna pada hidup kita, baik sebagai manusia maupun sebagai bangsa.
Kedua esensi pembangunan yang dipetik dari pandangan Pak Harto yang disampaikan kepada para pemuda kita itu terukir kemudian dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dalam tahun 1974 di Universitas Gajah Mada yang sedang berulang tahun Pak Harto menegaskan kepada warga Gajah Mada yang lapisan terbesarnya adalah para mahasiswa.
“Pembangunan yang kita tuju dan cara-cara yang kita tempuh untuk melaksanakan pembangunan itu harus menjamin terwujudnya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Ini mencerminkan betapa manusia dan kemanusiaan mendapat tempat yang sangat terhormat dalam pembangunan kita. Pembangunan adalah untuk manusia dan bukan manusia untuk pembangunan.”
Selanjutnya Pak Harto Mengatakan, “sejak semula bangsa kita menyadari bahwa pembangunan tidak boleh hanya menempatkan kebendaan sebagai landasan kebahagiaan hidup manusia. Sebab itu pembangunan yang kita kerjakan menempatkan keselarasan antara kemajuan lahir dan kesejahteraan rohani agar terpenuhi kebahagiaan manusia Indonesia secara utuh.”
Apa yang menjadi pandangan Pak Harto di atas telah memberi jiwa pada pembangunan kita selama ini. Dan memang itulah nafasnya dan wajahnya Pembangunan Nasional kita.
Hakekat dan wajah pembangunan bangsa Indonesia itu diperkenalkan kepada dunia melalui pidatonya yang mengesankan, di hadapan delegasi dan utusan-utusan yang mewakili ratusan negara anggota PBB, yang menghadiri peringatan 40 tahun FAO dikota Roma dalam tahun 1985.
Berdiri di atas pelataran dengan di samping agak belakang duduk Presiden Perancis Franscoise Mitterand, Pak Harto menyampaikan kepada masyarakat dunia.
“Hakekat pembangunan kami adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya dan membangun seluruh rakyat Indonesia. Kami ingin membangun manusia Indonesia yang utuh, karena kami menyadari bahwa manusia itu serba dimensi. Manusia tidak akan merasa utuh jika ia hanya terpenuhi kebutuhan-kebutuhan lahir jasmaninya saja, melainkan ia harus juga terpuaskan tuntutan-tuntutan kemajuan jasmani yang seimbang dengan kepuasan rohani.”
Warisan kebudayaan kami mengajarkan hal itu, yang merupakan pandangan hidup kami sebagai bangsa. Pandangan hidup ini kemudian kami jadikan dasar falsafah negara kami di tahun 1945 tatkala kami merebut kemerdekaan nasional, melalui perang dan revolusi, mengakhiri kolonialisme asing yang telah 350 tahun lamanya menjajah kami. Dasar falsafah negara itu kami namakan Pancasila.
Panca berarti lima, dan Sila kurang lebih berarti dasar. Kelima dasar yang merupakan kesatuan yang bulat itu adalah: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan atau demokrasi dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelima nilai-nilai kehidupan yang kami junjung tinggi dan merupakan kesatuan yang bulat itu sekaligus merupakan tujuan dari masyarakat yang kami citacitakan.
Untuk mencapai tujuan jangka panjang itu, kami mempunyai rencana-rencana pembangunan yang jelas tahap-tahapnya. Kami merasa bersyukur karena kami memiliki tujuan, dan sasaran-sasaran pembangunan jangka panjang, yang mencakup kurun waktu 25 tahun, yang mulai kami lancarkan sejak kami mengawali Pelita I pada tahan 1969 yang lalu.Dalam kurun waktu 25 tahun itu kami bertekad untuk merombak struktur ekonomi kami menuju keseimbangan pada tingkat yang tinggi.
Beranjak dari ekonomi yang berat agraris menuju ekonomi yang kuat industrinya dengan dukungan pertanian yang tangguh .Pada tahap itu kami berpendapat bahwa kami dapat memasuki tahap tinggal landas menjelang akhir abad ke-20, ialah membangun dengan kekuatan sendiri menuju terwujudnya masyarakat yang kami cita-citakan. Untuk melaksanakan rencana pembangunan jangka panjang, itu kami mempunyai rencana pembangunan lima tahunan.
Dewasa ini kami berada dalam pertengahan pelaksanaan Repelita IV.
Di bidang ekonomi, rencana pembangunan kami menitik-beratkan pada pembangunan pertanian sebagai titik sentral dan pusat penggerak pembangunan bidang-bidang lain. Dalam Repelita I pembangunan kami bertitik berat pada sektor pertanian dan industri yang mendukung pertanian, dalam Repelita II titik berat sektor pertanian dengan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku, dalam Repelita II titik berat pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi, dalam Repelita IV titik berat pada sektor pertanian dan industri yang menghasilkan mesin-mesin industri.
Dalam tiap tahap pembangunan tadi, diletakkan tujuan kembar dari pembangunan, yaitu meletakkan dasar yang kuat bagi tahap pembangunan berikutnya dan bersamaan dengan itu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Seluruh gerak pembangunan itu kami kembangkan dengan memperhatikan tiga unsur penting. Di dalamnya merupakan gabungan dari usaha-usaha untuk meratakan pembangunan, mempertinggi pertumbuhan ekonomi dan memantapkan stabilitas nasional. Pembangunan ekonomi memang merupakan prasyarat bagi terwujudnya mutu kehidupan lahir batin bagi rakyat Indonesia, karena kami memang tertinggal jauh di belakang dalam pembangunan ekonomi ini.
Tetapi kami memandang pembangunan ekonomi itu sebagai salah satu aspek saja dari proses nation building. Karena itu, dalam melaksanakan pembangunan tadi kami tidak menetapkan strategi dan tujuantujuan di bidang ekonomi saja.
Kami juga membangun bidang sosial politik dan sosial budaya, merangsang munculnya tenaga-tenaga kreatif dalam tubuh kami sendiri, kami berusaha mengerahkan segenap kemampuan kami dan terus membulatkan ketetapan hati untuk mencapai tujuan-tujuan nasional dan prioritas-prioritas yang telah kami tetapkan sendiri.
Dan karena itulah, maka Indonesia berusaha membuat masyarakatnya sendiri makin terbuka, makin rasional dan makin demokratis, ialah syarat-syarat yang dituntut oleh masyarakat modern dengan pembangunan ekonomi yang rasional.
Kepada masyarakat dunia, Pak Harto menyampaikan melalui wakil-wakil mereka di forum itu bagaimana Indonesia mengatasi asalahnya sendiri di bidang pangan. Dari sejak Repelita I, pertanian diletakkan sebagai titik sentral dan penggerak pembangunan adalah satu sikap yang realistis untuk meningkatkan produksi pangan. Langkah ini diambil dengan penuh perhitungan berdasarkan pengalaman bahwa bila masalah pangan tidak terselesaikan akan dapat menjadi awal dari kesulitan ekonomi lainnya.
Keberhasilan pembangunan di Indonesia yang menyangkut peningkatan produksi beras sampai pada tingkat swasembada diuraikan secara rinci oleh Pak Harto dalam pertemuan besar itu. Dari masalah intensifikasi dan ekstensifikasi, teknologi panca usaha, dari kebijaksanaan dan pembentukan lembaga-lembaga sampai pada Koperasi Unit Desa, dijelaskan oleh Pak Harto yang terkenal sangat memahami masalah pertanian itu.
Sementara Presiden Mitterand dan pemimpin-pemimpin dunia lainnya dengan tekun mengikutinya, Pak Harto selanjutnya menguraikan usaha spektakuler bangsa kita di bidang pangan. (Bersambung)
Sumber : PELITA (07/04/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 122-126.